Sabtu, 03 Oktober 2009

Format Raport UAS SD Lukman Al-Hakim Surabaya

Berikut ini adalah contoh format buku raport UAS dari SD Lukman Al-Hakim surabaya, semoga bisa bermanfaat bagi SD Intergal Hidayatullah dimanapun berada, baik yang baru berdiri maupun yang sudah berdiri.




Apabila ingin memperoleh format asli dalam bentuk Microsoft Excel 2007 (file.xls), silahkan hubungi email ikashi2020@gmail.com

Selengkapnya »»

Kamis, 02 Juli 2009

SMP AR-ROHMAH PUTRI

SMP AR-ROHMAH PUTRI
“ ISLAMIC BOARDING SCHOOL ”
PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH MALANG
JATIM
Jl. Raya Jambu 01 Sumbersekar, Dau – Malang Jawa Timur
Telp. 0341-532088, 7013254. Fax 0341- 462738
Website : www.arrohmah1putri.wordpress.com


BAB I

KONSEP DASAR

MANHAJ

Biasanya suatu peradaban cenderung berjalan di atas konsep-konsep penting yang telah ada sejak kelahirannya. Jika konsep-konsep ini tidak lagi digunakan secara benar, maka ia merupakan pertanda yang jelas bahwa peradaban itu telah mati. Pesantren Hidayatullah di dalam upaya untuk membangun peradaban Islam yang sesuai visi dan misinya telah memantapkan dirinya menggunakan manhaj yang dikenal dengan Sistematika Nuzulnya Wahyu (SNW). Diyakini bahwa SNW ini selaras dan merujuk pada framework Islam. Bahkan muasal ditemukannya manhaj ini berawal dari keinginan untuk ittiba’ kepada Rasulullah saw dalam mendidik para sahabatnya.

Manhaj inilah yang akan memberi bentuk dan warna yang khas Pesantren Hidayatullah dan sekaligus bagaimana Pesantren Hidayatullah memahami dirinya sendiri. Framework ini tidak hanya berurusan dengan fakta dan data. Ia berkaitan dengan pendekatan metodologis. Artinya, bagaimana data dan fakta itu dipahami. Data dan fakta yang ada itu harus diselaraskan dengan framework ini. Begitulah konsekuensi sebuah framework.

Itulah salah satu alasan mengapa Hidayatullah tidak bisa memakai framework asing. Ia bisa memakai metode asing tapi bukan frameworknya. Sains Barat, misalnya, tidak sepenuhnya ditolak atau diterima. Unsur asing perlu dicerna, diproses untuk siserap atau dibuang. Persis metabolisme tubuh manusia. Sebagian makanan perlu diserap, sebagian lagi harus dibuang. Kalau tidak demikian, maka ia akan sakit atau bahkan mati.

Pendidikan yang ada di Hidayatullah ini – baik proses maupun hasilnya - seluruhnya mesti merujuk dan dijiwai oleh manhaj ini. Ia harus dapat diterjemahkan baik dalam proses belajar mengajar, budaya kerja, manajemen, pengambilan keputusan, pembinaan SDM dan seluruh aspek lainnya yang hendak diraih oleh lembaga ini.

Konsekuensinya,guru, pengasuh, murid, karyawan dan seluruh civitas lembaga ini harus memahami manhaj ini dengan baik karena mereka adalah bagian yang berperan penting dalam memperagakan manhaj ini dalam kehidupan nyata.

Manhaj ini membahas berbagai hal yang merupakan penanaman nilai, konsep, visi, standar, dan model kepribadian serta keyakinan. Lewat manhaj inilah proses tilawah, tazkiyah dan ta’limah diimplementasikan dalam kehidupan.

Manhaj Sistematika Nuzulnya Wahyu ini merujuk pada 5 surah yang turun di masa-masa paling awal, yaitu :

Surah AL-ALAQ : 1- 5. Surah ini membahas tentang trilogi metafisika dalam Islam, yaitu Tuhan, Manusia dan alam semesta. Dari pembahasan trilogi metafisika Islam inilah akan lahir apa yang disebut dengan konsep tauhid. Seluruh aspek ajaran Islam berdiri di atas konsep tauhid ini. Karenanya pemahaman tentang konsep tauhid ini memiliki peran sentral dalam Islam. Konsep tauhid ini mengandung nilai-nilai dasar akidah, yang tidak saja mencakup rukun iman dalam pengertian formal, namun bagaimana nilai-nilai dari iman itu membentuk pemikiran, sehingga menjadi rujukan dalam berpikir, merasa, berbicara, bertindak. Syarat-syarat syahadat, misalnya, pada dasarnya merupakan "pagar" pikiran, perasaan, perkataan dan perilaku (ilmu, yaqin, qabul, inqiyad, ikhlash, shidq, mahabbah) kebalikan dari (jahl, syakk, radd, tark, syirk, kadzib, baghdha').

Lebih jauh, surah al-Alaq ini menandaskan satu konsep yang amat penting dalam pendidikan Islam, yang membedakannya dengan sistem pendidikan Barat atau yang lainnya, yaitu bahwa ilmu itu datangnya dari Allah. Konsep inilah yang peradaban Islam bersifat teosentris, bukan anthroposentris seperti yang menjadi ciri utama peradaban Barat. Karena peradaban yang bersifat teosentris inilah kemudian lahir konsep ADAB dalam pendidikan Islam.. Pengertian adab adalah :

Pengenalan dan pemahaman terhadap realitas bahwa ilmu dan wujud diorganisir dalam kerangka hirarkis sesuai dengan kadarnya dan derajatnya masing-masing, dan juga (pengenalan dan pemahaman) terhadap tempat yang benar bagi dirinya dalam relasinya dengan realitas tersebut dan juga terhadap kapasitas dan potensi fisik,intelektual dan spiritual seseorang.

Pendidikan sebagai ta’dib (bukan tarbiyah) adalah proses pendidikan yang bukan hanya mengajarkan ilmu yang ada di buku namun juga sikap, tatacara, kesopanan, kebaikan dan pengabdian sehingga seseorang menjadi siap lahir batin untuk menerima pemberian Allah swt. Dengan demikian makna pendidikan adalah sbb :

pengenalan dan pengakuan, yang diajarkan secara progresif kepada manusia, mengenai tempat yang sebenarnya dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan yang mengarah pada pengenalan dan pengakuan tempat yang patut bagi Allah SWT dalam tatanan wujud dan eksistensi

Tujuan pendidikan sebagai proses penanaman adab (ta’dib ) adalah untuk melahirkan individu-individu yang beradab. Orang yang beradab adalah orang yang menyadari sepenuhnya tanggung jawab dirinya kepada Tuhan Yang Haq ; yang memahami dan menunaikan keadilan terhadap dirinya sendiri dan orang lain dalam masyarakatnya ; yang terus berupaya meningkatkan setiap aspek dalam dirinya menuju kesempurnaan sebagai manusia yang bertaqwa. Seseorang yang bertaqwa adalah seseorang yang adil, dalam pengertian dapat memposisikan dirinya dengan benar dalam hirarki ciptaan Keadilan itu mendekatkan pada ketaqwaan, kata Al-Qur’an dalam surah 5: 8. Taqwa adalah dasar dari segala amalan-amalan prima. Taqwa inilah yang akan menghasilkan kebahagiaan sejati...

Jadi jika digambar dalam bentuk diagram, proses pendidikan ini adalah sbb :






Surah AL-QALAM 1-7. Menurut Islam, kebahagian itu adalah kualitas spiritual yang permanen, yang secara sadar bisa dialami dalam kehidupan sekarang dan akan datang. Kebahagiaan seseorang itu terletak pada keyakinannya terhadap hal-hal mutlak mengenai realitas alam, identitas diri, dan tujuan hidupnya hingga hari akhirat nanti. Lebih dari itu, kebahagiaan juga menyangkut keselarasan antara penyerahan diri dan ketaatan pada ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Keyakinan dan keselarasan ini merupakan landasan bagi amal-amal yang utama (fadha’il) dalam Islam, baik yang eksternal maupun internal.Adanya amal-amal yang utama ini mengindikasikan bahwa seseorang itu harus memilki ilmu pengetahuan terlebih dahulu mengenai amal-amal tersebut dan pada kenyataannya hal ini semakin memperkuat posisi ilmu pengetahuan sebagai faktor yang sangat mendasar dalam aqidah Islam. Ilmu pengetahuan adalah dasar bagi semua keutamaan amal.

Surah al-Qalam mengajarkan kepada kita bagaimana hidup berqur’an (selaras dengan al-Qur’an) dengan meneladani Muhammad saw dalam menghadapi lawan-lawannya dengan memiliki keyakinan yang kukuh terhadap Allah dan tetap selaras atau berpegang teguh jalan agama yang diwahyukan kepadanya. Surah al-Qalam mengatakan :
1. bahwa ajaran (peradaban) yang Muhammad bawa itu benar dan
2. dia berada dalam jalur moral yang agung dan akan mendapat pahala yang tiada putus
3. bahwa sesungguhnya lawan-lawan Muhammad dan peradaban yang mereka bawa adalah sesat
4. Muhammad dilarang mengikuti mereka dan bersikap lunak pada mereka. Muhammad harus tegas dan jelas dalam bersikap.

Saat ini, dalam upaya untuk hidup berqur’an kita akan menghadapi tiga kelompok sofis :

1. kelompok al-la adriyyah atau gnostik, karena selalu mengatakan tidak tahu ( La adri : ”saya tidak tahu” ) atau selalu ragu-ragu mengenai keberadaan segala sesuatu sehingga menolak posibilitas ilmu pengetahuan. Orang yang seperti ini, pada gilirannya akan meragukan sikapnya yang serba meragukan keberadaan segala sesuatu.
2. Kelompok al-indiyyah, yaitu mereka yang selalu bersikap subyektif. Berbeda dengan kelompok pertama, kelompok ini menerima posibilitas ilmu pengetahuan dan kebenaran, tetapi menolak obyektifistas ilmu pengetahuan. Bagi mereka, obyektifitas ilmu pengetahuan dan kebenaran adalah subyektif ( indi, yaitu ”menurut saya” ), bergantung kepada pendapat masing-masing.

Dalam dunia pendidikan, sikap ini jelas terlihat dalam organisasi mata pelajaran yang di dalamnya semua disiplin ilmu pengetahuan dan mata pelajaran dianggap sama. Ditinjau dari kacamata metafisika, semua mata pelajaran yang diajarkan tidak bisa diberi penekanan yang sama. Hal ini adalah suatu ketidakadilan karena penekanan terhadap mata pelajaran seharusnya diberikan sesuai dengan kedudukannya dalam persepktif Islam mengenai hirarki kepentingan dan prioritas ilmu pengetahuan.

Contoh lain dari sofisme indiyyah dalam pendidikan adalah mereka yang mengklaim bahwa mereka tidak mengikuti aliran pemikiran ideologi tertentu dan, karenanya, terbuka untuk pemikiran-pemikiran dari perspektif yang berbeda-beda. Sikap ini tampak, prima facie, sangat toleran, luhur dan lebih bermanfaat, tetapi jika diteliti lebih mendalam akan tampak bahwa sikap ini tidak berhasrat untuk memahami perbedaan-perbedaan pemikiran yang ada, yang disebabkan ketidakyakinan mereka (pihak pengelola) terhadap posisi mereka sendiri.

3. Kelompok al-inadiyyah, yaitu mereka yang keras kepala, yang menafikan realitas segala sesuatu (haqaiq al-asyya ) dan menganggapnya hanya sebagai fantasi (auham) dan khayalan semata. Kelompok terakhir ini lebih mirip kelompok kedua.

Para sofis ini ini tidak bisa dan tidak akan pernah menjelaskan kedudukan mereka. Kalaupun bisa, satu-satunya kedudukan yang sesuai untuk mereka adalah mendekonstruksi setiap wacana keilmuan. Sikap ini jelas tidak islamis, sebab para filosof muslim sekalipun, seperti Al-Farabi, menempatkan keberhasilan dalam mencapai suatu keyakinan sebagai tahap terakhir dari proses belajar..

Sofisme telah merasuk jauh ke pelbagai sektor kehidupan modern, terutama di Barat, dan menggiring manusia pada konsep relativitas moral serta sikap hidup yang pesimis dan melemahkan sendi-sendi moral, baik pada dataran pengalaman individu, masyarakat, maupun politik.

Keadilan, menurut konsepsi Islam, tidak sama dengan ketidakberpihakan atau sikap netral, sebab keadilan adalah keberpihakan kepada kebenaran. Masalahnya adalah bagaimana seseorang bisa berpihak kepada kebenaran jika eksisitensi kebenaran itu sendiri masih diragukan ?

Meneladani Muhammad saw, sang Insan kamil, dengan demikian adalah cara yang paling jitu dan strategis untuk mencetak individu-individu yang beradab. Lebih jauh, pengaturan administrasi pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam sistem pendidikan Islam haruslah merefleksikan Manusia Sempurna (insan kamil )tersebut.

Jadi, Surah al-Qalam mendorong orang Islam untuk berakhlak sebagaimana akhlak Rasulullah saw dalam melaksanakan prinsip-prinsip umum dienul Islam, seperti 1) khiththah hidup berqur’an, 2) konsep benar salah, 3) konsep masa depan, 4) ahklak Islam

Surah AL-MUZZAMMIL : 1-10 Tujuan pendidikan menurut Islam bukanlah untuk menghasilkan warga negara dan pekerja yang baik ( atau pendidikan yang bersifat utiliter, yang merupakan ciri khas pendidikan Barat ). Sebaliknya, tujuannya adalah untuk menciptakan manusia yang baik. Manusia yang baik sudah pasti seorang pekerja dan warga negara yang baik, tapi tidak sebaliknya. Sikap meremehkan pendidikan yang berusaha membina dan mengembangkan manusia secara fundamental dan komprehensif akan menimbulkan serentetan permasalahan keruhanian, kejiwaan dan kesehatan dan aneka krisis kemanusiaan lainnya yang sangat menyedihkan. Surah al-Muzzammil mengupas masalah tazkiyah dan ibadah, yaitu bekal mental dan spiritual untuk menjadi seorang muslim yang baik : (1) qiyamul-lail, (2) tartil al-Qur'an, (3) dzikrullah, (4) tabattul (total di jalan Allah), (5) tawakkal, (6) sabar, (7) hijrah. Fokus utamanya adalah pencerahan spiritual dan internalisasi nilai-nilai Al-Qur'an. Menjadikan ibadah dan taqarrub kepada Allah sebagai tradisi, baik melalui ibadah wajib maupun nafilah. Tidak ada cara yang paling jitu untuk menguatkan aqidah dan membentuk karakter-karakter terpuji sebagaimana yang dicontohkan Rasullah kecuali dengan melazimkan diri dengan tazkiyah an-nafs dan ibadah.

Surah AL-MUDDATSTSIR : 1-10. Seorang individu tidak memilki arti apa-apa dalam keadaan terisolasi, sebab dalam keadaan itu ia tidak lagi menjadi individu, ia adalah segala sesuatu. Oleh karena itu manusia yang beradab ( insan adabi ) adalah individu yang sadar sepenuhnya akan individualitasnya dan hubungan yang tepat dengan diri, Tuhan, masyarakat, dan alam yang tampak maupun yang gaib. Ia harus mengetahui kedudukan dirinya di tengah-tengah pelbagi tingkatan manusia, yang harus dipahami sebagai sesuatu yang telah disusun secara hierarkis dan logis ke dalam tingkatan-tingkatan(derajat) kebaikan yang berdasarkan kriteria al-Qur’an mengenai kecerdasan, keilmuan, dan kebaikan (ihsan), dan harus berbuat selaras dengan ilmu pengetahuan itu secara posistif, terpercaya dan terpuji. Dengan pernyataan ini, dapat dikatakan bahwa tidak ada seorang muslim yang memahami pandangan hidup al-Qur’an akan menegasikan atau mengabaikan kewajiban sosialnya. Ia mengetahui bahwa meskipun di akhirat nanti bersifat individual, hukuman Tuhan dalam sejarahnya juga bersifat sosial. Hukuman Tuhan juga dikenakan pada dirinya jika ia tidak melaksanakan tugas dan kewajiban yang diperintahkan.

Surah al-Muddatstsir membahas tentang konsep perubahan atau prinsip-prinsip dasar tarbiyah dan dakwah, yaitu: (1) berfokus kepada akhirat, (2) hanya membesarkan nama Allah, (3) menyucikan "pakaian" (kepribadian, keluarga, dsb), (4) menghindari dosa, berhala, dan najis, (5) ketulusan dalam memberi, berdakwah tanpa pamrih, (6) bersabar. Fokus utamanya adalah transformasi nilai-nilai Al-Qur'an ke dalam kehidupan. Mulailah mencari teman, dengan mengajak orang untuk berubah menjadi lebih baik, yakni: menjadi bagian dari penggerak perubahan (agent of change).

Surah AL-FATIHAH : 1-7. Surah ini merangkum visi peradaban Islam, yakni peradaban yang berakar kepada tauhid dan semata-mata untuk mengabdi kepada Allah ta'ala. Al-Fatihah artinya Pembuka, semacam kunci yang akan menjadi pemandu untuk memahami bangunan peradaban yang akan ingin ditegakkan, yakni seluruh nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Qur’an.
Dengan menganalisis kata Din ( dal-ya’-nun) dengan pelbagai derivasinya, seperti dana (berhutang), dai’n ( pemberi hutang ), dain (kewajiban), dainunah (hukuman/pengadilan), dan idanah (keyakinan) dan merangkumnya menjadi satu, maka akan terbentuklaah satu organisasi masyarakat kosmopolitan dan beradab yang ditunjukkan dengan istilah madinah (kota), maddana (berbudaya) dan tamaddun ( peradaban dan kebudayaan sosial).

Dengan menekankan pada hubungan yang sangat erat antara konsep din dan madinah, umat islam pertama dengan sadar telah mengubah nama kota Yastrib dengan nama Madinah al-Nabi setelah peristiwa hijrah. Peradaban yang ingin kita raih adalah peradaban yang dulu pernah diperagakan di kota Madinah. Al-Madinah telah dinamakan dan disebut demikian, sebab di sana telah terdapat agama yang benar bagi kemanusiaan. Di sana, orang beriman telah menyerahkan dirinya pada kekuasaan Nabi Muhammaad saw sebagai dayyan-nya ; di sana, realisasi rasa berutang kepada Tuhan mengejawantah dalam bentuk yang jelas, cara-cara dan metode pembayaran yang dibenarkan mulai di jelaskan. Kota ini, bagi masyarakat muslim menjadi lambang struktur sosial-politik Islam ; dan bagi individu-individu yang beriman, secara analogis menjadi simbul tubuh dan wujud fisik orang-orang beriman, ketika jiwa rasionalnya, dalam mencontoh suri teladan Nabi, melaksanakan kekuasaan dan pemerintahan yang adil. Tiga prinsip dasar peradaban Islam yang diulang kembali dalam surah al-Fatihah, yang merupakan rangkuman dan penegasan dari 4 surah sebelumnya, adalah :

• Berpijak pada tauhid dan berfokus pada akhirat. Prinsip aqidah dan berfokus pada akhirat ini pada dasarnya mengulang isi surah al-Alaq dan juga sebagian surah al-Muddatstsir
• Menekankan pada tradisi ibadah. Ini adalah penegasan dari surah al-Muzammil.
• Jalan lurus, yang tidak ekstrim materialis ( Yahudi ) dan ekstrim spiritualis (Nashara). Jalan lurus adalah jalan al-Qur’an seperti yang dijelaskan dalam surah al-Qalam. Secara mendasar, sebenarnya Islam, Yahudi dan Nasrani tidak mungkin disatukan. Ketiganya memiliki arah yang sangat berlainan dalam menanggapi realitas dunia.Yahudi memandang kejayaan dunia adalah segalanya, dan tidak peduli pada akhirat. Materialisme dan kapitalisme hanya mungkin subur di dalam masyarakat Yahudi, atau masyarakat yang sudah tertransformasi untuk menerima dan menjalankan tradisi maupun pemikiran Yahudi. Nashara memandang dunia ini kecil dan tidak penting, sebab Kerajaan Tuhan adalah kerajaan surga. Sementara Islam mengarahkan pemeluknya agar memakmurkan bumi demi mencapai kebahagiaan akhirat.

Jadi surah al-fatihah memberikan kita visi atau gambaran masa depan yang kita cita-citakan, sedang surah al-alaq, al-Qalam, al-muzzammil, dan surah al-Muddatstsir memberikan kita gambaran tentang misi atau cara untuk merealisasikan visi tersebut.

VISI
Visi Hidayatullah adalah membangun sebuah peradaban Islam yang akan melahirkan generasi-generasi tauhid yang dapat menegakkan kalimat tauhid La ilaha illallaha. Visi ini adalah turunan dari visi Nabi Ibrahim ketika pertama kali membangun Ka'bah – yang kemudian dihidupkan kembali oleh Rasullulah saw ketika pertama kali membangun dakwah islam di kota Makkah – sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an :

Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata : " Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini ( Makkah), negeri yang aman, jauhkanlah aku beserta keturunanku dari menyembah berhala.
Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan kebanyakan kebanyakan manusia, maka barangsiapa mengikutiku, maka sesungguhnya ia termasuk golonganku, dan barangsiapa yang mendurhakai aku, maka sesungguhnya Engkau Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan keturunanku di lembah yang tidak memiliki tanam-tanaman di dekat Baitul Muharram ( Ka'bah ) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah hati manusia condong kepada mereka dan berilah mereka rizki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.
( Qs. Ibrahim : 35-37)

Dengan visi seperti itulah kemudian Pesantren Hidayatullah membuat kampus-kampus di seluruh Indonesia. Mengapa harus ada kampus ? Karena suatu falsafah, manhaj atau framework pendidikan itu hanya bisa diterapkan bila ia memilki lahan atau wadah yang tepat. Wadah itu adalah lingkungan, masyarakat atau kampus yang memang kondusif untuk menempatkan framework tersebut. Ibarat benih, agar tumbuh subur dan sehat, maka ia harus di letakkan di lahan yang tepat dan kemudian dipelihara, dijaga dan dikontrol dengan hati-hati.

Dari kampus-kampus inilah diharapkan akan lahir para agent of change yang dapat mewujudkan misi penciptaan manusia di atas bumi ini menurut al-Qur’an, yaitu menciptakan masyarakat yang bermoral di atas bumi.

MISI
adalah upaya-upaya yang diperlukan untuk mewujudkan visi di atas. Diyakini bahwa upaya yang paling strategis untuk mewujudkan tegaknya peradaban Islam itu adalah lewat pendidikan. Banyak umat Islam yang beranggapan bahwa permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi sekarang bersumber dari ketertinggalan dalam bidang ekonomi, sains dan teknologi. Walaupun sekilas benar, permasalahan inti yang menjadi sebab semua permasalahan lainnya adalah permasalahan ilmu. Tantangan terbesar pada zaman ini adalah tantangan ilmu pengetahuan, terutama ilmu yang dipahami dan disebarkan oleh peradaban Barat. Mengapa ?

Kita harus mengetahui dan menyadari bahwa sebenarnya ilmu pengetahuan tidak bersifat netral ; bahwa sertiap kebudayaan memiliki pemahaman yang berbeda-beda mengenainya – meskipun di antaranya terdapat beberapa persamaan. Antara Islam dan kebudayaan Barat terbentang pemahaman yang berbeda mengenai ilmu, dan perbedaan itu begitu mendalam sehingga tidak bisa dipertemukan.

Ilmu tidak bebas nilai karena ilmu adalah sifat manusia. Segala sesuatu yang berada di luar akal pikiran bukanlah ilmu pengetahuan, melainkan fakta dan informasi yang kesemuanya adalah objek ilmu pengetahuan.

Konsekuensinya, kita perlu melakukan pembenahan masalah konsepsi ilmu yang benar dan kemudian menyebarkannya. Karena itu misi lembaga ini adalah ISLAMISASI ILMU.. Islamisasi ilmu ini meliputi dua proses :

 The De-Westernization of Knowledge adalah pemisahan elemen-elemen dan konsep-konsep kunci yang membentuk kebudayaan dan peradaban Barat dari setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini, khususnya ilmu-ilmu humaniora

 The Islamization of Knowledge, ini terjadi setelah proses pertama selesai, yaitu pemasukan elemen-elemen Islam dan konsep-konsep kunci Islam ke setiap cabang ilmu pengetahuan masa kini yang relevan.

Proses islamisasi ilmu ini adalah kerja-kerja kognitif dan spiritual yang terjadi secara bersamaan dan simultan tanpa ada celah waktu sebagaimana proses lahirnya kalimat tauhid La ilaha illallahu. Al-Qur’an telah menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim as dan Rasulullah saw telah melakukan proses Islamisasi ini sejak semula lewat proses Tilawah,Tazkiyah dan Ta’limah.

Ya Allah, jadikanlah kami berdua ( Ibrahim dan Ismail ) orang yang berserah diri kepada-MU dan demikian pula anak keturunanku ( generasi sesudahku). Dan tunjukilah cara manasik kami, dan terimalah tobat kami. Sesungguhnya engkau Maha Penerima Tobat.

Ya Tuhan Kami, utuslah kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan men-TILAWAH-kan kepada mereka ayat-ayat-Mu, men-TAZKIYAH mereka, dan men-TA'LIM-kan kepada mereka Al-Kitab dan Hikmah. Sesunguhnya Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.(Qs........)

"Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunnah). dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." QS Al-Jumu'ah: 2-3.


Makna tiga kata kunci tilawah, tazkiyah, dan ta'limah adalah sbb :.

 Tilawah. , yaitu membacakan “ayat-ayat” atau “pertanda-pertanda” Allah. Ayat-ayat atau pertanda-pertanda Allah itu ada di alam semesta dan diri manusia sendiri. Fungsi dari pertanda adalah mengantarkan kepada yang membuat dan memilki ayat atau pertanda tersebut, yaitu Allah swt. Jadi tujuan tilawah ini adalah mengenalkan manusia kepada Allah swt sebagai Rabb dan Ilah. Inilah tujuan utama dari upaya pencarian ilmu, yaitu mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dari proses tilawah inilah kemudian akan lahir kalimat tauhid Laa ilaha illallaha, yang mana seluruh bangunan peradaban Islam di bangun di atasnya.

Pendidikan berbasis tauhid adalah pendidikan yang seluruh bangunan ilmu dan peradabannya islam berdiri dan berkembang di atas konsep tauhid (pemahaman Ketuhanan) ini.

 Tazkiyah, dalam pengertian dasarnya berarti tumbuh, berkembang, bersih. Artinya, dengan mengenal Allah, menaati hukum-hukum dan tuntunan-Nya Allah atau bertauhid , seseorang akan tumbuh, berkembang, bersih jiwa dan kehidupannya dari hal-hal yang dapat merusak. Cara yang paling efektif untuk melakukan proses tazkiyah ini adalah dengan menyibukkan diri dengan banyak beribadah kepada Allah swt lewat metode tafakkur - untuk menajamkan aql/intelek - dan dzikrullah - untuk memperkokoh qalbu/hati. Hanya setelah melalui proses tazkiyah ini seseorang kemudian baru dapat memasuki fase berikutnya, yaitu fase ta’limah. Sebab tidak ada ilmu yang dapat diterima dan diajarkan tanpa didahului kebersihan intelek dan hati.
 Ta'limah, pada prinsipnya adalah proses pembekalan ilmu, yakni memberikan landasan rasional terhadap apa yang dipercaya, diamalkan, direncanakan, dll, yakni dengan cara mengajarkan nilai-nilai Qur'ani dan Sunnah ( Islam ).

Pendidikan berbasis tauhid ini bertujuan menanamkan keyakinan beragama dan pembentukan manusia islami yang sejati, yang cinta dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang berbeda. Pendidikan ini sukses memadukan subyek-subyek sekuler , baik yang berakar dari Barat atau Timur, kepada persetujuan religius dan teologis yang berakar pada al-Quran dan Sunnah Nabi.

Hal ini tidak akan mungkin terjadi, tanpa didahului oleh pendidikan yang mencetak manusia-manusia Qur’ani yang pemikirannya berkisar pada sentralitas Allah swt serta kebenaran mutlak Al-Qur’an al-Karim dan berbagai Hadits Nabi saw yang shahih. Karenanya dalam pendidikan ini yang pertama kali diajarkan adalah ajaran-ajaran dasar yang tertanam dalam al-Qur’an. Hasil dari sistem pendidikan ini adalah pembentukan weltanschaung Qur’ani dan tidak lepas dari ajaran kitab suci. Hasil yang sangat nyata dari upaya sistem tersebut adalah sentralitas Allah swt sebagai Tuhan dalam pemikiran seorang muslim atau yang disebut dengan Tauhid. Karena itulah kemudian pendidikan ini kita sebut dengan PENDIDIKAN BERBASIS TAUHID.

Urutan ini jika dibaca dari belakang akan bermakna: ta'limah tidak mungkin berhasil maksimal (yakni: ajaran al-Qur'an dan Sunnah tidak mungkin diterima akal dan hati seseorang) tanpa didasari kebersihan intelek dan hati (yakni: jiwa yang siap untuk menerima, jiwa yang beriman dan taat), dan kebersihan jiwa tidak akan muncul jika tidak didahului dengan ma’rifatullah (mengenal Allah )

KARAKTERISTIK

Berdasarkan manhaj di atas, kita dapat menentukan karakteristik Pendidikan Berbasis Tauhid ini :

Pertama, mengutamakan adab sebelum ilmu. Surah al-Alaq mengatakan bahwa ilmu itu datangnya dari Allah. Ilmu adalah cahaya yang diberikan oleh Allah kepada orang yang layak untuk menerimanya. Ini bermakna bahwa ada sifat spiritual yang mendasar dalam pendidikan. Penuntut ilmu dan pengajar harus melakukan internalisasi adab dan mengaplikasikan sikap tersebut. Dengan kata lain, peserta didik dan guru wajib mengembangkan adab yang sempurna dalam ilmu pengetahuan karena pengetahuan tidak bisa diajarkan kepada siapa pun tanpa adab. Para ahli hikmah menyarankan bahwa mereka ( guru dan peserta didik) “harus” dijinakkan dan disucikan jiwanya melalui ta’dib.

Ilmu pengetahuan harus dikuasai dengan pendekatan yang berlandaskan sikap ikhlas, hormat, dan sederhana terhadapnya. Pengetahuan tidak dapat dikuasai dengan tergesa-gesa seakan-akan pengetahuan adalah sesuatu yang terbuka bagi siapa saja untuk menguasainya tanpa terlebih dahulu menilik pada arah dan tujuan, kemampuan dan persiapan.

Dalam ilmu pengetahuan peserta didik harus mengembangkan dua karakter berikut :

Istiqomah,yaitu upaya untuk meluruskan pemikiran dan prilaku seseorang untuk satu tujuan tertentu.Dengannya pemikiran dan prilakunya tidak terbelokkan dari tujuan tersebut (focus). Dengan demikian istiqomah juga berarti membersihkan prilaku dan ruh dari kotoran atau hal-hal yang dapat membelokkan seseorang dari tujuannya. Istiqomah akan mencegah seseorang jatuh pada kondisi thugyan/thaga atau keluar dari jalur. Istiqomah membutuhkan keikhlasan atau kemurnian niat/motivasi/tujuan, yaitu semata-mata untuk menemui Allah SWT. Istiqomah ini selanjutnya akan mengantarkan pada karakter kedua , yaitu :

Tuma’ninah ( ketenangan hati, tidak tergesa-gesa). Seseorang yang memiliki sifat ini akan menyadari bahwa jalan yang jauh dan panjang tidak jadi masalah, asal jelas dapat menyampaikannya pada tujuan. Ia akan sanggup menyusuri jalan tersebut betapa pun statis dan monotonnya hingga sampai ke tujuannya. Ilmu adalah pemberian Allah, ketergesa-hesaan hanya akan menutupi kejernihan pikiran dan merusak konsentrasi. Tuma’ninah akan mencegah pencari ilmu dari futur atau berhenti di tengah jalan.Tuma’ninah berarti mengandung kesabaran. Tingkatan kesabaran : 1) kesabaran dalam menjalankan segala yang diperintahkan Allah dalam kehidupan sehari-hari ; 2) Kesabaran dalam meninggalkan yang dilarang Allah dan menahan nafsu ; 3) kesabaran dalam menjalankan kegiatan-kegiatan spiritual dan amal ketaqwaan untuk mencapai kesempurnaan di dunia ; 4) Kesabaran dalam menerima kebenaran dari sumber mana pun.

Bagi guru, ia harus otoritatif di cabang ilmu dan pengetahuan yang ia geluti., karena pendidikan dalam Islam berlandaskan sumber-sumber yang jelas dan mapan, yang pemahaman, penafsiran dan penjelasannya membutuhkan ilmu pengetahuan yang otoritatif.. Al-Qur'an memerintahkan umat islam untuk mengembalikan amanah kepada yang berhak. Al-Qur'an juga menyeru untuk bertanya mengenai kebenaran kepada orang yang otoritatif di bidangnya (ahl al-dzikri) jika tidak mengetahui. Hal yang perlu diperhatikan ketika berhadapan dengan otoritas ini adalah sifat rendah hati, hormat, ikhlas, dalam menerima sikap intelektual mereka, memilki kemampuan menafsirkan dan menjelaskan, disamping juga dapat mencurahkan rasa kasih sayang terhadap mereka.

Pandangan guru yang otoritatif adalah sbb :

- peserta didik harus menyelesaikan masa belajarnya di bawah pengajar khusus dan selayaknya untuk tidak menyalurkan ilmunya sebelum menyelesaikan bidang yang ia pelajari
- peserta didik sebaiknya tidak bergantung pada kuantitas buku yang terlalu banyak, tetapi hanya bertumpu pada buku yang sudah disyahkan. Karena membaca buku yang terlalu banyak tentang suatu subyek akan memusingkan peserta didik.
- Peserta didik harus menghormati dan dan percaya kepada guru ; harus sabar dengan kekurangannya dan menempatkannya pada perspektif yang wajar
- Peserta didik sebaiknya tidak menyibukkan diri pada opini yang bermacam-macam. Sebaiknya ia menguasai teori sebaik penguasaannya dalam praktik. Tingkat ilmu yang bisa dibanggakan adalah yang memuaskan seorang guru.
- Guru pun seharusnya tidak menafikkan nasihat yang datang dari peserta didik dan harus membiarkannya berproses sesuai dengan kemampuannya.
- Guru juga harus menghargai kemampuan murid dan mengoreksinya dengan penuh rasa simpati. Peranan guru dan otoritas dalam Islam yang berpengaruh dan sangat penting ini tidak berarti menekan individualitas peserta didik, kebebasannya, atau kreativitasnya.
- Seorang guru harus mengoreksi kelemahan spiritual, intelektual. sikap dan tingkah laku mereka yang berada di bawah bimbingannya. Dalam konteks ini, guru harus menunjukkan rasa tidak senang atau bahkan kemarahan ketika murid melakukan kesalahan yang patut mendapatkan respon seperti itu, walaupun jiwa guru tersebut harus tetap dalam pengendalian.

Penghormatan kepada guru hanya bisa menjadi kenyataan jika para guru tidak hanya memiliki otoritas secara akademik dalm bidang mereka, tetapi juga memberikan contoh moral secara konsisten.

Kedua, memenuhi aspek jasad dan ruh. Pendidikan yang integral adalah pendidikan yang dapat memenuhi dengan baik dua aspek kebutuhan manusia , yaitu jasad dan ruh. Jasad adalah sangat penting dalam turunnya ilmu karena jasad adalah rumah panca indera kita. Tanpanya kita tidak akan bisa membaca data dan informasi yang terkandung dalam ayat-ayat kebesaran Allah di alam semesta. Untuk itu, jasad adalah receiver yang bergesekan langsung dengan alam semesta. Ruh, atas perintah Allah, ditiupkan ke dalam jasad manusia, sehingga pada pertemuan kedua unsur ini (ruh dan jasad) hiduplah seorang manusia. Selama ruh itu masih berada dalam tubuh, maka jasad itu akan tetap hidup. Merujuk kepada kondisi (ahwal) Ruh kita akan menemui terminologi-terminologi sbb :

• Pada saat ruh sedang bergelut dengan sesuatu yang berkaitan dengan intelektual dan pemahaman / proses berpikir ia disebut aql/intelek
• Pada saat ruh sedang mengatur tubuh jasmaninya ia disebut nafs/jiwa
• Pada saat ia bertindak sebagi organ kognitif yang dapat menerima iluminasi intuitif maupun pemberian-pemberian ilahiyah yang lain ia disebut qalb/hati
• Pada saat ruh menghadap pada dirinya sendiri ( alam entitas abstrak) ia disebut ruh/spirit.

Adanya akumulasi informasi yang sedemikian rupa banyaknya dan tanpa tahu validitasnya akan menyebabkan seseorang pada kondisi dhall (kebingungan). Tafakkur dan Dzikir akan mengantarkan ruh seseorang menjemput hidayah. Hidayah adalah sebuah posisi dimana seseorang yang sebelumnya dalam posisi kebingungan dan kesesatan (dhall), tiba-tiba menemukan jalan yang benar. Hidayah adalah pemberian yang diberikan oleh Allah kepada seseorang karena kemurahan-Nya, sehingga ia dapat mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Tafakkur dan dzikir yang akan melahirkan orang-orang Ulil Albab (Qs.Ali Imron :191)

Tafakkur adalah sebuah metode mempelajari alam semesta dengan diiringi kesadaran spiritual. Pada saat kita memikirkan alam semesta kita akan selalu mencoba menyambungkannya dengan keberadaan Allah ta’ala. Dengan demikian , tafakkur akan menyampaikan seorang pencari ilmu pada Sang Pencipta karena pencariannya akan realitas di balik benda material hanya akan berakhir pada sang Pencipta

Dzikir adalah sebuah kegiatan dimana seseorang mencurahkan segala konsentrasi dan pemikirannya untuk mengingat, memikirkan . mengagumi dan merasakan keberadaan Allah swt. Seorang ahli dzikir akan merasakan kesan nyata di dalam hatinya , sehingga bekas-bekas keagungan Allah akan terlihat jelas.

Jadi tafakkur akan mempersiapkan ketajaman akal (ruh) seseorang sedangkan dzikir memperuncing cita rasa (dzawq) sehingga ia merasakan pengalaman transrasional Lebih jauh tafakkur dan dzikir ini akan mempersiapkan seseorang guna meraih pengalaman intuisi ( intuitive Experience).

Melalui disiplin inilah seorang pencari ilmu akan mencapai tingkat syuhud dimana ia telah mencapai tingkat konsentrasi tertinggi dan oleh karenanya ia akan mengalami fenomena isra’ yang membawa ruhnya ke tingkat lebih tinggi , mendekati al-Haqq (Kebenaran). Pengetahuan yang dia peroleh bukan lagi bersifat anthroposentris (berpusat pada diri manusia) yang merupakan ciri utama pendidikan Barat, namun sudah teosentris (berpusat kepada Tuhan).


Ketiga, menyeluruh dan selaras. Dalam pendidikan ini, doktrin tauhid dimplementasikan dengan menghasilkan individu-individu yang Universal. Universal berarti individu yang menguasai semua disiplin ilmu dan tidak hanya memilki spesialisasi dalam satu atau dua disiplin ilmu. Jelas berbeda dengan pendidikan Barat yang mengkotak-kotakkan ilmu sehingga menjadi terpisah-pisah dengan spesialinya di setiap bidang. Akibat dari sistem seperti ini adalah individu-individu yang hanya menguasai sebagian kecil dari ilmu yang begitu luas, tanpa ada upaya menyatukan semua disiplin. Hasilnya adalah terbentuknya sudut pandang-sudut pandang yang berbeda dan tidak jarang berbentrokan satu-sama lain, seperti sudut pandang religius, ekonomi, historis, sosiologis, dst.

Kemudian, kategorisasi pendidikan yang terbagi menjadi aspek-aspek formal, informal, dan non formal, tidak pernah terjadi dalam sejarah pendidikan islam. Ini bukan saja tidak dapat diterima, melainkan juga sangat berbahaya. Sebenarnya, pendidikan sebagai ta'dib bersifat formal secara terus-menerus : niat-perbuatan, yang diharapkan dari murid dan guru, serta status spiritual kegiatan-kegiatan pendidikan itu sama dimana saja. Keseriusan perintah Al-Qur'an yang dilaksanakan oleh seorang ibu kepada anak-anaknya di rumah sendiri adalah sama dengan keseriusan seorang guru yang profesional di masjid/kelas dengan puluhan/ratusan murid. Ini juga berati bahwa dalam ta’dib harus ada kesatuan pendidikan antara di sekolah dan di rumah.

Dalam hal metode, Pendidikan Berbasis Tauhid tidak mengenal dikotomi. Islam telah mengaplikasikan pelbagai metode di dalam pendidikannya, seperti religius dan ilmiah, empiris dan rasional, deduktif dan induktif, subyektif dan obyektif, teori dan praktek, tanpa menjadikan salah satu metode lebih dominan dari yang lain

Jadi, Keseluruhan dan Keselarasan merupakan krakteristik utama pendidikan tauhid ini

Ketiga, kembali kepada fitrah. Dengan memperkenalkan dan mengajarkan manusia tentang adab adalah agar ia dapat kembali pada fitrahnya. Firah adalah status/kondisi manusia sebagaimana janji primordial yang pernah ia ucapkan (Qs. Al-A’raf : 172). Ini berarti bahwa manusia lahir dengan ilmu dan pengetahuan tentang kondisi ideal ( Ini berbeda dengan pandangan Aristoteles dan John Locke). Tapi kemudian dalam kehidupan di dunia manusia lupa dengan janji primordialnya dan merusak fitrahnya. Manusia keluar dari posisi idealnya dalam kesatuan alam semesta ini (thughyan), sehingga disadari atau tidak ia telah merusak tatanan alam semesta itu Jika alam semesta rusak, maka manusia juga akan hancur.

Mengarahkan kembali seseorang pada kondisi ideal yang awal atau fitrah inilah di dalam Islam yang disebut dengan Tajdid (pembaharuan). Jadi konsep pembaharuan di dalam Islam jelas berbeda dengan konsep pembaharuan di Barat yang bersifat dekonstruktif.

Pada saat seseorang telah kembali kepada posisi fitrahnya, maka ia akan dapat merasakan kebahagiaan (sa’adah) yang hakiki. Ia telah kembali mengenal Tuhannya dan mengetahui posisinya yang asli, menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang hamba Allah, sehingga tujuan hidupnya serta kebahagiaannya adalah bekerja dan mengabdi sebagai seorang hamba.

DIMENSI-DIMENDI PENUNJANG

Menggunakan Metafora dan Cerita. Ini adalah sebuah metode yang banyak digunakan di dalam Al-Qur'an. Efektifitas metode ini tidak diragukan lagi, pun di dalam sejarah pendidikan Barat, sebagai bagian integral dari pedagogi. Sebenarnya, fungsi kognitif lebih tepat melalui penggunaan metafora dan cerita ini. Guru-guru di sekolah ini mesti pandai menggunakan alam sekitarnya sebagai metafora untuk menjelaskan dan menanamkan nilai-nilai yang diinginkan.

Menggunakan bahasa yang benar . Bahasa merupakan produk sekaligus pembentuk peradaban. Penguasaan bahasa Indonesia, Bahasa Arab dan Bahasa Inggris dengan baik adalah kunci untuk memahami khazanah intelektual islam dan Barat sekaligus untuk mencegah distorsi makna konsep-konsep kunci kedua peradaban tersebut..

Mendesain Lingkungan yang Islami. Dalam pembentukan lingkungan belajar dalam pendidikan Berbasis Tauhid berarti lingkungan juga harus ditata dan didesain dengan tepat sehingga dapat mengembangkan dua aspek imajinatif kepada murid-murid, yaitu : sensitive dan kognitif.













































BAB II

STRUKTUR DAN MUATAN KURIKULUM

STRUKTUR
Struktur kurikulum dan muatannya yang diimplementasikan pada tiap tingkat satuan pendidikan harus menggambarkan manusia dan hakekatnya. Secara alami, kurikulum ini diambil dari hakikat manusia yang bersifat ganda ; aspek fisikalnya yang lebih berhubungan dengan pengetahuannya mengenai ilmu-ilmu fisikal dan teknikal atau fardlu kifayah ; sedang keadaan spiritualnya ( ruh, nafs, qalb dan aql) berhubungan dengan ilmu inti atau fardlu ’ain.
Kategorisasi ini (fardlu ain dan fardlu kifayah) dilakukan karena :
1. pertama, kewajiban manusia untuk menuntut ilmu. Kehidupan manusia terbatas, sedangkan ilmu tidak terbatas. Karenanya dalam menuntut ilmu seseorang harus mendahulukan yang pokok daripada yang cabang, yang inti daripada yang pelengkap.
2. kedua, kewajiban manusia untuk mengembangkan adab. Mengakui adanya adab berarti mengakui adanya hirarki dalam semua domain, termasuk jiwa, ilmu pengetahuan, kemampuan manusia dan alam; mengakui bahwasannya fardlu ain adalah jauh lebih tinggi daripada fardlu kifayah.
Fardlu ain. Ini bukanlah sebuah kumpulan ilmu pengetahuan yang kaku dan tertutup. Cakupan fardlu ain ini sangat luas sesuai dengan perkembangan dan tanggung jawab spiritual, sosial dan profesional seseorang. Ia menjadi petunjuk pendidikan yang memiliki tujuan yang mendalam, praktis dan komprehensif jika dilengkapi prinsip-prinsip dasar hukum dan pendidikan yang lain bahwa ” segala sesuatu yang menjadikan sesuatu itu wajib, maka ia dengan sendirinya menjadi wajib.” Hal ini berarti bahwa karena mencari ilmu tingkat tinggi secara keagamaan adalah wajib dan sarana yang lebih baik untuk memperolehnya merupakan sesuatu yang disyaratkan, maka muslim diwajibkan menguasai ilmu-ilmu yang membantu memperoleh ilmu-ilmu yang lebih tinggi, seperti ilmu ketrampilan membaca, menulis dan menghitung.
Fardlu kifayah. Pengetahuan fardlu kifayah tidak diwajibkan kepada setiap muslim untuk mempelajarinya, tetapi seluruh masyarakat muslim akan bertanggung jawab jika tidak ada seorangpun dari masyarakat tersebut yang mempelajarinya, karena masyarakat itu akan merasakan akibatnya. Sudah tentu kategorisasi ini sangat penting karena memberikan landasan teoritis dan motivasi keagamaan kepada umat islam untuk mempelajari dan mengembangkan segala ilmu ataupun teknologi yang diperlukan untuk kemakmuran masyarakat. Ilmu pengetahuan dalam kategori fardlu kifayah seharusnya menggambarkan keperluan yang selalu berubah pada zaman ini dan keperluan yang diharapkan pada masa depan, masyarakat muslim dan dunia seluruhnya.

Struktur Kurikulum SMP Boarding school Ar-Rohmah Putri Malang

KOMPONEN

KELAS / ALOKASI WAKTU
VII VIII IX
Masa Persiapan
( 3 bulan )
A. MATA PELAJARAN
01. Adab Islam 1 1 1 1
02. Aqidah 1 1 1 1
03. Al-Qur’an :
- Membaca
- menulis
- menghafal
- menerjemah
8
2


3
1


3
1


3
04. Hadits 2 2 2
05. Sirah/tarikh Islam 1 1
06. Fiqh 3 2 2 1
07. Bahasa Arab :
- Nahwu
- Tashrif
- Durushul lughah
1
1
3
1
1
3
1
1
3
Subtotal 15 16 16 15
08. Pendidikan Agama Islam 2
09. Pendidikan kewarganegaraan 2 2 2 2
10. Bahasa Indonesia 4 4 4 4
11. Matematika 5 5 5 5
12. Ilmu Pengetahuan Alam 5 5 5 5
12. Bahasa Inggris 4 4 4 6
13. Ilmu Pengetahuan Sosial 4 4 4 4
14. Penjas-Orkes 2 2 2 2
15. Teknologi Infokom 2 2 2 2
B. MUATAN LOKAL
16. Ketrampilan Kewanitaan
- Fashion design
- Smart Cooking
2
2

2
C. PENGEMBANGAN DIRI
17. Melejitkan Potensi Diri 2 2 2 -
Sub total 32 32 32 32
TOTAL JUMLAH JAM 47 48 48 47
Ket :
Struktur kurikulum di atas terdiri dari tiga komponen yaitu mata pelajaran, muatan lokal, dan pengembangan diri. Untuk mata pelajaran,menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, menyatakan bahwa kurikulum untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas :
1. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlaq mulia;
2. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian;
3. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi;
4. Kelompok mata pelajaran estetika;
5. Kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan.

Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak menjadi bagian dari mata pelajaran lain dan atau terlalu banyak sehingga harus menjadi mata pelajaran tersendiri. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, pengembangan karier peserta didik serta kegiatan kepramukaan dan kepemimpinan.
Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari struktur pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

MUATAN

Muatan pendidikan itu sangat penting dan karena itu merupakan prioritas tertinggi dibandingkan metodenya. Metode adalah alat yang berguna, tapi bukan inti dari kandungan yang sebenarnya. Bahkan pendidikan sebagai ta’dib (penanaman adab) adalah sebuah proses yang sebenarnya tidak dapat diperoleh kecuali melalui sebuah metode khusus.

Kajian mengenai muatan pendidikan Islam ini berangkat dari pandangan bahwa karena manusia itu bersifat dualistis, ilmu pengetahuan yang dapat memenuhi kebutuhannya dengan baik adalah yang memilki dua aspek. Pertama, yang memenuhi kebutuhannya yang bersifat dimensi permanen dan spiritual ; dan yang kedua, yang memenuhi kebutuhan material dan emosional.

A. Mata Pelajaran

Diniyah/Kepesantrenan
Bisa dilihat dalam Konsep Marhalah SMP AR-ROHMAH Putri Hidayatullah Malang

Pendidikan Kewarganegaraan
Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan
• Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab; bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi
Pendidikan kewarganegaraan diberikan dalam bentuk kuliah umum sesuai dengan tingkatan kelasnya.

Bahasa
Bahasa merupakan materi pokok terpenting – setelah agama – yang harus diberikan kepada murid. Pendidikan adalah produk bahasa dan bergantung pada bahasa. Pendidikan melibatkan komunikasi, interpretasi, analisis, sintesis, internalisasi, dan aplikasi konsep-konsep, ide-ide, sekaligus merefleksikan realitas, yang kesemuanya memerlukan peranan bahasa.

Bahasa Indonesia adalah kunci pertama untuk memahami bahasa-bahasa yang lain. Karenanya menguasai Bahasa Indonesia bersifat fardlu ain. Mustahil bisa memahami bahasa asing dengan baik bila peguasaan terhadap bahasa ibu ini tidak baik. Mata pelajaran Bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis
• Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara
• Memahami bahasa Indonesia dan menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan
• Menggunakan bahasa Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, serta kematangan emosional dan sosial
• Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa
• Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia.

Untuk pelajaran bahasa Arab dan Bahasa Inggris tujuannya adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
o Mengembangkan kompetensi berkomunikasi dalam bentuk lisan dan tulisan untuk mengiringi tindakan (language accompanying action) dalam konteks sekolah
o Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya bahasa Arab dan Bahasa Inggris untuk meningkatkan kejayaan Islam

Pada Pelajaran Bahasa Arab dan Bahasa Inggris siswa dikelompokkan berdasarkan kemampuannya. Cara ini ditempuh agar siswa menjadi skilled performer dalam Bahasa Arab atau Inggris, baik secara lisan maupun tulisan Setiap kelompok maksimal beranggotakan 15 siswa dengan satu guru pembimbing dari Tim Bahasa. Tim Bahasa Arab dan Tim Bahasa Inggris masing-masing memiliki satu koordinator. Para Koordinator ini bertanggung jawab kepada Waka Kurikulum. ( Biaya untuk melaksanakan ini diambilkan dari uang kegiatan siswa )

Matematika
Pengajaran matematika dimaksudkan agar murid terlatih untuk mengkomunikasikan konsep-konsep abstrak ke dalam bentuk operasional. Rumus-rumus yag ada pada matematika bersifat pasti, namun penerjemahannya dalam bentuk penyelesaian soal-soal membutuhkan pemahaman yag komprehensif. Seseorang yang mengetahui rumus matematika tidak dengan sendirinya dapat menyelesaikan soal-soal dengan tepat. Sifat matematika yang sepeti ini mendorong murid untuk jeli, cermat, mempercayai bahwa realitas alam dan sosial memilki kepastian hukum. Hukum mengikat apa pun yang ada dalam wilayahnya menurut kaidah yang telah ditentukan. Hukum ada yang bersifat sederhana, ada yang bersifat kompleks. Keduanya bukan berlawanan. Yang sederhana merupakan penyusun yang kompleks. Yang kompleks tidak bisa terbangun tanpa sederhana. Matematika sendiri adalah unsur yang diperlukan untuk memahami dan menguasai ilmu-ilmu kealaman lanjut (fisika dan kimia,misalnya)

Pengajaran matematika berorientasi memberikan pemahaman yang kuat terhadap konsep-konsep dasar matematika. Para siswa harus memiliki bangunan konsep matematika yang kuat sebelum memperoleh pembelajaran operasi matematika (integral, misalnya). Pengajaran yang langsung berorientasi pada operasi matematika memiliki beberapa kerugian :
• Pertama, mereka tidak memilki basis pemahaman untuk kelak mengembangkan matematika dan ilmu-ilmu lain – karena masing-masing ilmu bukan disiplin yang berdiri sendiri dan terpisah.
• Kedua, sebagai konsekuensi, murid kurang mampu mengkomunikasikan rumusan matematika ke dalam realitas psikis, sejarah, dan sosial.
• Ketiga, murid yang menyukai matematika akan cenderung memiliki pola berpikir yang rigid
• Keempat, cara ini cenderung membuat murid tidak dapat berkomunikasi dengan rumus-rumus matematika yang mereka hadapi. Ini menimbulkan jarak psikis antara murid dan matematika, sehingga murid sulit untuk menyukai matematika. Bahkan ketidaksukaan pada matematika ini bisa berimbas pada ilmu-ilmu kealaman yang memilki unsur matematika dalam kadar yang tinggi ( Fisika, misalnya)

Selama mengajarkan konsep-konsep dasar matematika, guru juga perlu memberikan wawasan kepada murid tentang ”penggunaan” hukum matematika dalam menjawab persoalan sehari-hari. Guru juga perlu mengkomunikasikan muatan tauhid dari hukum matematika, misalnya menjelaskan tentang sejarah angka 0 (nol). Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma
• Menggunakan penalaran pada pola dan sifat
• Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh
• Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah
• Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sains
Demikian strategisya penyingkapan realitas kealaman untuk menjadi pendorong religius dan akhlak karimah bagi manusia, sehingga al-Qur’an memuat banyak sekali ayat tentang seruan untuk mengamati dan memikirkan rahasia realitas kealaman.

Pemberian materi sains ini harus berpijak pada pandangan dunia tauhid, sehingga ilmu yang diperoleh benar-benar mengantarkan murid kepada pengenalan terhadap Allah. Pemberian meteri sains dengan berpijak pada pandangan dunia bukan tauhid, justru dapat menjauhkan murid dari iman kepada Allah. Bertambahnya ilmu tentang alam, justru menjadikan hati murid tertutupi oleh kebenaran. Kondisi inilah yang saat ini terjadi di Barat, yang disebabkan oleh tradisi keilmuannya yang bersumber pada filsafat materialisme ( salah satu produknya, misalnya, teori evolusi Darwin).

Pandangan dunia tauhid dalam hubungan dengan ilmu ini sejak semula telah ditanamkan dalam wahyu pertama, yaitu surah al-Alaq 1-5. Dengan pelajaran IPA yang berpijak pada pandangan dunia tauhid ini, ilmu yang turun kepada siswa diharapkan bisa sampai pada tingkatan hati, bukan hanya sampai pada tingkatan mata/ indra dan akal. Contoh:

Pada tingkatan mata/indra : orang akan mengatakan bahwa bintang di langit itu kecil, karena ia tidak memiliki pengetahuan

Pada tingkatan akal : orang akan mengatakan bahwa sebenarnya bintang di langit itu besar, karena ia memiliki pengetahuan

Pada tingkatan hati : orang akan mengatakan bahwa bintang di langit itu kecil, meskipun ia tahu bahwa sebenarnya bintang itu besar. Karena ia tahu bahwa bila dibanding dengan kebesaran Allah SWT kecil, bintang itu amat kecil.

Jika sampainya ilmu itu pada murid hanya berhenti pada tingkatan indra dan akal – yang merupakan basis metode ilmiah pada saat ini, maka siswa akan jatuh pada paham atheis dan materialisme yang merupakan syirik terbesar abad ini. Yang kita inginkan adalah dari pelajaran IPA ini akan lahir para generasi ulil albab seperti yang tercermin pada surah Ali-Imron : 190-191.

Pengajaran sains ditekankan pada penguasaan konsep-konsep dasar. Ini sangat penting bagi murid, kelak ketika mereka mulai mempelajari ilmu-ilmu kealaman lanjut. Lemahnya konsep-konsep dasar dan titik berat pengajaran yang hanya berorientasi pada penghafalan, bukan pemahaman, menyulitkan murid untuk menarik keterkaitan hubungan antar hal secara memadai. Pada kondisi yang demikian, pola berpikir yang inovatif sulit tumbuh pada murid. Mata Pelajaran sains bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya
• Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
• Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positip dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat
• Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan
• Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam
• Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan
• Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya.

Ilmu Pengetahuan Sosial
Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya
• Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
• Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan yang diajarkan oleh Islam
• Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan
Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Mengembangkan keterampilan pengelolaan diri dalam upaya pengembangan dan pemeliharaan kebugaran jasmani serta pola hidup sehat melalui berbagai aktivitas jasmani dan olahraga yang terpilih
• Meningkatkan pertumbuhan fisik dan pengembangan psikis yang lebih baik.
• Meningkatkan kemampuan dan keterampilan gerak dasar
• Meletakkan landasan karakter moral yang kuat
• Mengembangkan sikap sportif, jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis
• Mengembangkan keterampilan untuk menjaga keselamatan diri sendiri, orang lain dan lingkungan
• Memahami konsep aktivitas jasmani dan olahraga di lingkungan yang bersih sebagai informasi untuk mencapai pertumbuhan fisik yang sempurna, pola hidup sehat dan kebugaran, terampil, serta memiliki sikap yang positif.

Komputer
Materi komputer dan IT bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Memiliki kesadaran tentang hakikat dan pentingnya teknologi untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam masyarakat global
• Mengembangkan kompetensi untuk dapat berinteraksi dengan bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi

Ketrampilan ( Menjahit dan desain, Tata Boga )
Materi ini bertujuan memberi bekal kepada siswa untuk menjadi muslimah yang terampil, mengelola rumah dan bisa memperoleh sumber penghasilan secara mandiri.

Pengembangan Diri ( MPD = Melejitkan Potensi Diri )
Pengembangan diri di sekolah AR-ROHMAH Putri disalurkan melalui kegiatan ekstrakurikuler yang disebut dengan MPD ( Melejitkan Potensi Diri ). Adapun jenis-jenis kegiatan MPD itu antara lain : Science Club, Math Club, Sebastra (seni-bahasa-satra), Art Club, Art Defence .
Para siswa bebas memilih program ekstra ini sesuai dengan bakat dan minatnya masing-masing. Ekstra ini dilaksanakan di hari Sabtu. Tujuan dari MPD ini adalah agar siswa :
• Mencintai ilmu yang ia tekuni sesuai dengan bakat dan minatnya
• Berprestasi di bidang itu ( menghasilkan karya yang hebat dan bermanfaat bagi manusia dan alam semesta. Menang dalam lomba-lomba bukanlah suatu tujuan, namun merupakan konsekuensi yang logis dari karya yang hebat tersebut )
• Dengan ilmu yang ia tekuni semakin tawadhlu' dan mendekatkan diri kepada Allah SWT

Muhadharah
Muhadharah adalah sarana bagi siswa untuk :
• Mempelajari dan mengekspresikan bakat seni dan budayanya Memahami konsep dan pentingnya seni budaya dan keterampilan
• Menampilkan sikap apresiasi terhadap seni budaya dan keterampilan
• Menampilkan kreativitas melalui seni budaya dan keterampilan
• Menampilkan peran serta dalam seni budaya dan keterampilan dalam tingkat
• lokal, regional, maupun global.

Adapun bentuk kegiatannya adalah sebagai berikut :

Nasyid. Dengan Nasyid ini diharapkan peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dasar dalam olah vokal
• Meletakkan landasan karakter moral yang kuat
• Mengembangkan sikap jujur, disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, percaya diri dan demokratis

Seni Lukis
Tujuan ektrakurikuler Seni Lukis adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Meningkatkan pengembangan psikis yang lebih baik.
• Mengapresiasikan kreatifitas dalam seni
• Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dasar dalam seni lukis
• Meletakkan landasan karakter moral yang kuat
• Mengembangkan sikap disiplin, bertanggungjawab, kerjasama, dan percaya diri

Qiro’ah
Tujuan ektrakurikuler qiro’ah adalah agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut :
• Meningkatkan kemampuan dan keterampilan dasar dalam membaca Al-Qur’an yang baik
• Meletakkan landasan karakter moral dan spiritual yang kuat














BAB III
REGULASI

A. Pengaturan Beban Belajar dan Alokasi Waktu Belajar

Pengaturan Beban Belajar
Pengaturan beban belajar di SMP AR-ROHMAH Putri disesuaikan dengan kondisi di sekolah. Hal ini dilakukan mengingat SMP AR-ROHMAH Putri merupakan sekolah Islam boarding school yang waktu belajarnya lebih lama daripada ketentuan. Adapun pengaturan beban belajar akan ditampilkan di tabel berikut.

Tabel Pengaturan Beban Belajar
Kelas Satu Pembelajaran tatap muka (menit) Jumlah jam pembelajaran per minggu Minggu efektif per tahun ajaran Waktu pembelajaran/ jam per tahun
VII 40 49 34 – 38 1666 - 1862
VIII 40 49 34 – 38 1666 - 1862
IX 40 49 34 – 38 1666 - 1862

Pengaturan Alokasi Waktu Belajar.

Jam KELAS VII – IX
Senin – Jum’at Sabtu
Ahad
03.15 – 04.00 Shalat Tahajud Shalat Tahajud Shalat Tahajud
04.00 – 04.15 Istirahat sejenak Istirahat sejenak Istirahat sejenak
04.15 – 04.45 Shalat subuh, Wirid Shalat subuh, Wirid Shalat subuh, Wirid
04.45 – 05.30 Pelajaran Diniyah Pelajaran Diniyah New Spirit u/ kelas IX
05.30 – 06.00 Piket Kampus Piket Kampus Piket Kampus
06.00 – 07.00 Mandi,Mufrodat,Makan Mandi,Mufrodat,Makan Mandi,Mufrodat,Makan
07.00 – 07.40 Pelajaran I MPD Rihlah *
07.40 – 08.20 Pelajaran II MPD -
08.20 – 08.40 Reading Time Osis Program -
08.40 – 09.20 Pelajaran III - -
09.20 – 10.00 Pelajaran IV - -
10.00 – 10.20 Istirahat - -
10.20 – 11.00 Pelajaran V - -
11.00 – 11.40 Pelajaran VI - -
11.40 – 12.00 Shalat Dhuhur Shalat dhuhur Shalat Dhuhur
12.00 – 13.00 Makan,Istirahat Makan,Istirahat Makan,Istirahat-
13.00 – 14.15 Diniyah - -
14.15 – 15.00 Waktu pribadi Waktu pribadi Waktu pribadi
15.00 – 16.15 Bersih diri dan lingkungan Bersih diri dan lingkungan Bersih diri dan lingkungan
16.15 – 17.20 Pelajaran Diniyah New Spirit u/ kelas VIII New Spirit u/ kelas VII
17.20 – 17.30 Persiapan Shalat Magrib Persiapan Shalat Magrib Persiapan Shalat Magrib
17.30 – 17.50 Shalat Magrib Shalat Magrib Shalat Magrib
17.50 – 19.20 Makan malam, shalat Isya, Wirid Malam Makan malam, shalat Isya, Wirid Malam Makan malam, shalat Isya, Wirid Malam
19.20 – 21.30 Waktu Pribadi/ Belajar mandiri/kelompok terbimbing Muhadharah *
21.00 – 03.00 Istirahat Istirahat Istirahat

Keterangan :
Reading time : waktu yang khusus disediakan bagi siswa untuk membaca buku yang disukai. Program ini bertujuan untuk menumbuhkan budaya baca pada siswa. Sekolah juga bisa bekerja sama dengan perpustakaan keliling atau perpustakaan kota/daerah bila dirasa perpustakaan yang dimilki oleh sekolah belum memadai.
Rihlah : kegiatan yang bersifat bebas, rekreatif dan educatif seperti outbond, tadabbur alam, lomba-lomba dll.
New Spirit : kegiatan untuk menjaga dan membangkitkan motivasi siswa dalam menghadapi persoalan hidup sehari-hari

Pengaturan kegiatan/waktu belajar siswa adalah sbb :
1. Reguler
Adalah waktu belajar yang ditentukan secara umum oleh sekolah seperti tabel di atas

2. Tambahan
Jam tambahan ini masih dalam lingkup jam sekolah. Jam tambahan ini khusus untuk :Remidi, Pengayaan, atau Akselerasi. Remidi, pengayaan atau akselarasi ini dilakukan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan, dan dikoordinasikan dengan Waka Kurikulum

3. Insidentil
Kegiatan belajar yang sewaktu-waktu diperlukan untuk mendukung pembelajaran di sekolah, pengajar mendapatkan hak insentif di luar jam kerja. Untuk pengaturan insentif diatur dibagian keuangan sekolah.

Kalender akademik
Kegiatan akademik harus terjadual sesuai dengan aspek-aspek berikut :
Kegiatan per satuan waktu
a. Mingguan, yaitu terjadual mulai hari Senin hingga Sabtu.
b. Bulanan, yaitu terhitung mulau bulan Juli hingga Juni.
c. Semesteran, yaitu Semester I mulai bulan Juli hingga Januari dan Semester II mulai bulan Januari hingga Juni.
d. Tahunan, sesuai dengan tahun ajaran yang telah ditetapkan.
Jumlah hari efektif
Yaitu jumlah hari yang dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar. Di dalamnya tidak termasuk hari libur umum maupun libur khusus. Pembagian jumlah hari efektif berdasarkan ketentuan dari Departemen Pendidikan Nasional yaitu antara 204 hingga 228 hari dalam satu tahun. Sedangkan hari efektif belajar di SMP AR-ROHMAH Putri berjumlah .....(221) hari, yang terbagi menjadi dua semester. Semester I berjumlah ...(105) hari dan semeter II berjumlah ....(116) hari.

Hari Libur
Yaitu waktu tidak ada kegiatan belajar di sekolah. Penentuan hari libur diatur oleh Departemen Pendidikan Nasional .

Tabel Penentuan Hari Libur SMP AR-ROHMAH Putri
No Kegiatan Alokasi Waktu Keterangan
1. Jeda antar semester 1 minggu Antara semester I dan II
2. Libur akhir tahun pelajaran 2 minggu Digunakan untuk penyiapan kegiatan dan administrasi akhir dan awal tahun pelajaran
3. Hari libur keagamaan 2 minggu Hari libur yang berkaitan dengan agama lain dapat digeser ke hari lain disesuaikan dengan kebijakan LPI.
4. Hari libur umum/nasional 1 minggu Disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah
5. Hari Libur Ramadhan 3 minggu Dilaksanakan sepuluh hari sebelum dan sesudah Hari Raya Idul Fitri

1. KALENDER PENDIDIKAN
Kurikulum satuan pendidikan pada setiap jenis dan jenjang diselenggarakan dengan mengikuti kalender pendidikan. Kalender pendidikan adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran peserta didik selama satu tahun ajaran yang mencakup permulaan tahun pelajaran, minggu efektif belajar, waktu pembelajaran efektif dan hari libur.
A. Permulaan tahun pelajaran adalah waktu dimulainya kegiatan pembelajaran pada awal tahun pelajaran. Permulaan tahun pelajaran akan diawali setiap bulan Juli dan berakhir bulan Juni.
B. Minggu efektif belajar adalah jumlah minggu kegiatan pembelajaran untuk setiap tahun pelajaran.
C. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran untuk seluruh mata pelajaran termasuk muatan lokal, ditambah jumlah jam untuk kegiatan pengembangan diri.
D. Waktu libur adalah waktu yang ditetapkan untuk tidak diadakan kegiatan pembelajaran terjadual. Waktu libur dapat berbentuk jeda tengah semester, jeda antar semester, libur akhir tahun pelajaran, hari libur keagamaan, hari libur umum termasuk hari-hari besar nasional, dan hari libur khusus. Kalender Pendidikan SMP AR-ROHMAH Putri terlampir.

B. Pengaturan beban mengajar
Pengaturan beban mengajar bertujuan untuk memberikan batasan beban mengajar dari seorang guru dengan memperhatikan karakteristik mata pelajaran, jumlah jam mata pelajaran, dan status berdasarkan jabatannya. Adapun pengaturannya akan disajikan dalam tabel berikut.

Pengaturan Beban Mengajar per Minggu
No. Jabatan Jumlah Jam Keterangan
1. Kepala Sekolah
2. Wakil Kepala Sekolah 12 – 18
3. Guru Wali Kelas 12 – 18
4. Guru Partner 12 – 18
5. Guru Diniyah 18 – 24
6. Guru Mata Pelajaran 18 – 24

Jika terdapat kelebihan jam mengajar, maka yang bersangkutan akan mendapatkan insentif dari pihak sekolah.
C. Status Guru
Status guru dibedakan menjadi empat yaitu :
1. Guru Tetap
a. Guru yang sudah diangkat oleh pihak yayasan.
b. Jam kerja sesuai dengan jam kantor.
2. Guru Capeg
a. Guru yang belum diangkat oleh pihak yayasan dan sedang dalam masa uji coba.
b. Jam kerja sesuai dengan jam kantor.
3. Guru Kontrak
a. Guru yang diangkat oleh pihak sekolah dengan batas waktu yang telah ditentukan oleh pihak sekolah.
b. Jam kerja sesuai dengan jam kantor.
4. Guru Honorer
a. Guru yang diangkat oleh pihak sekolah dengan batasan waktu yang ditentukan
b. Jam kerja sesuai dengan jadual mengajarnya.

D. Jabatan Guru
Berdasarkan jabatannya, guru dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. Wali Kelas
a. Guru yang ditempatkan pihak sekolah untuk bertanggung jawab dalam hal kewalikelasan antara lain :
(1) Melakukan pembinaan kelas
(2) Melakukan pendampingan
(3) Mengawasi kelancaran pelaksanaan PBM
(4) Melakukan koordinasi dengan pengelola sekolah
(5) Memfasilitasi kegiatan forum silaturrahim dengan orang tua/wali siswa
(6) Menjembatani komunikasi antara pihak orang tua dengan pihak sekolah
(7) Mengerjakan tugas administrasi wali kelas antara lain :
(a) Menandatangani dan mengisi Teacher Kit
(b) Mengisi rekap nilai siswa
(c) Mengisi raport siswa
(d) Mengklasifikasikan portofolio siswa

2. Guru Partner
a. Guru yang ditempatkan oleh pihak sekolah untuk mendampingi guru kelas/wali kelas dalam tugas kewalikelasan.
b. Guru partner dalam proses belajar mengajar mempunyai tugas yang sama dengan wali kelas dan harus saling bekerja sama.

3. Guru Mata Pelajaran
a. Guru yang ditugaskan oleh pihak sekolah untuk mengajar mata pelajaran tertentu.

4. Guru Diniyah
a. Guru yang ditugaskan oleh pihak sekolah untuk mengajar mata pelajaran diniyah sekaligus menjadi pengasuh asrama.

E. Tugas Guru
Yang dimaksud guru di sini adalah seluruh guru dalam lingkungan SMP AR-ROHMAH Putri baik yang berstatus guru tetap, guru capeg, guru kontrak, maupun guru honorer. Guru mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Membuat perangkat pembelajaran dan mengevaluasinya sesuai dengan mata pelajaran yang diamanahkan yang meliputi :
a. Program tahunan
b. Program semester
c. Silabus
d. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
2. Mengajukan dan membuat alat peraga yang sudah disusun berdasarkan perangkat pembelajaran kepada Pusat Sumber Belajar (PSB)
3. Membuat alat evaluasi yang terdiri dari :
a. Paper and pencil test
b. Portofolio
c. Penilaian sikap/Adab
d. Penilaian diri/ My daily Evaluation
e. Unjuk kerja
f. Produk
g. Proyek
4. Membuat laporan tertulis terhadap hasil evaluasi
5. Mengembangkan mata pelajaran yang diajarkan



BAB IV
KEBIJAKAN INTEGRATED LEARNING KTSP
SMP AR-ROHMAH Putri MALANG


A. Kurikulum Sekolah
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Kurikulum Diniyyah oleh Pesantren Hidayatullah.
1. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ( KTSP )
 Rumusan standar minimal yang harus dikuasai siswa
 Mata pelajaran
 Sains
 IPS
 Matematika
 Bahasa Indonesia
 Bahasa Inggris
 Penjaskes
 Komputer
 Pendidikan kewarganegaraan
 PAI
2. Kurikulum Pesantren Hidayatullah
 Kurikulum yang mengembangkan materi pembelajaran diniyah
 Al-Qur'an
 Sirah Nabi / Tarikh
 Hadits
 Fiqh
 Aqidah
 Adab Islam
 Bahasa Arab

B. Materi Belajar

1. Selama 3 bulan pertama/ Masa persiapan, materi yang diajarkan adalah :
• Materi Metodologi : yaitu tentang bagaimana materi itu diajarkan dan bagaimana cara mempelajari materi/ pelajaran tersebut
• Materi Prasayarat : yaitu materi dasar yang harus dikuasai siswa, karena itu merupakan syarat untuk dapat menguasai materi berikutnya dengan baik.

2. Program unggulan :
• Outdoor Activity : Kunjungan ke berbagai tempat umum seperti stasiun, pelabuhan, bandara, supermarket, kantor pos, dll. Kunjungan ke taman kota, BPPT, pengolahan sampah, PDAM, BMG, dll
• Out bound
• Pemanggilan Narasumber

C. Guru Pengajar
1. Datang 10 menit sebelum pelajaran dimulai
2. Mengawali dan mengakhiri pelajaran dengan doa
3. Membawa " Teacher Kit " sebagai bekal mengajar yang berisi : jurnal, RPP, Penilian Adab dll.
4. Membawa alat peraga dan alat pembelajaran yang dibutuhkan agar proses belajar mengajar menjadi lebih menarik, mudah dipahami, dan berkesan.

D. Pengelolaan kelas
• Pada 3 bulan pertama/masa persiapan, siswa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok/Kelas ( Misalnya, Kelompok/kelas VII A, VII B dst. ) berdasarkan hasil test kemampuan siswa pada awal penerimaan siswa baru. Hal ini berlaku pula untuk pelajaran diniyah.
• Setelah masa 3 bulan ini selesai, hasil capaian siswa dievaluasi dan siswa dikelompokkan lagi menjadi beberapa kelas berdasarkan hasil pencapaian kemampuannya selama 3 bulan tersebut.
• Ruang-ruang belajar dibagi dan diberi nama : Ruang Fatimah ; Ruang Khadijah, Ruang Aisyah, Ruang Hafsah, Ruang Khansah dst.
• Model belajar yang digunakan adalah model Teacher Centrum. Artinya, yang menjadi pusat adalah guru, bukan ruang kelas. Dalam belajar satu mata pelajaran masing-masing kelas/kelompok siswa mendatangi atau mengikuti guru. Guru bisa mengajar dimana saja, asalkan kondusif untuk kegiatan belajar mengajar.
• Pada hari dimana guru mengajar, ia mengajar dari mulai jam pertama sampai terakhir dengan kelompok siswa/kelas yang berganti-ganti
• Model belajar teacher centrum ini berlangsung 4 hari, selebihnya adalah model kelas tetap dan kuliah umum. Hari Sabtu untuk kegiatan MPD/ekstrakurikuler.

E. Prinsip-prinsip Pembelajaran

o Kedekatan Hubungan. Ada kedekatan hubungan antara murid dan guru. Guru tahu betul kondisi masing-masing murid dengan lebih spesifik dan membantunya bila ada kesulitan, menyayangi dan membimbingnya. Inilah yang disebut dengan fun learning yang sesungguhnya
o Menanamkan Adab . Pengelompokan siswa berdasarkan levelnya dan model belajar teacher centrum ini akan mengajarkan murid tentang konsep Adab. Yaitu bahwa ia harus memahami dan mengakui bahwa setiap orang itu dikarunia oleh Allah kemampuan dan bakat dengan tingkat yang berbeda-beda. Dan kepada orang yang lebih tinggi ilmunya ia mesti bersikap tawadhu dan menghormati
o Adil. Setiap siswa memiliki bakat dan kemampuan yang berbeda. Siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Dengan mengelompokkan siswa berdasarkan level kemampuannya, maka siswa yang mampu dengan cepat menguasai suatu kompetensi dapat difasilitasi, sedangkan siswa yang agak lambat dapat ditangani dengan lebih intens. Ini akan memudahkan baik bagi guru dan murid dalam proses belajar mengajar.
o Belajar tuntas. Siswa tidak akan belajar tentang kompetensi yang lebih tinggi bila ia belum menguasai kompetensi yang lebih awal dengan baik. Ini untuk menghindari kebingungan dan kelambatan siswa dalam belajar nantinya. Proses ini akan bersifat evolusioner, namun hasilnya bersifat revolutioner..

F. Metode dan Kegiatan di kelas
Beberapa metode yang dianggap sesuai dan dapat digunakan dalam pembelajaran diantaranya adalah :

• Metode Pemberian Tugas
Metode ini memberikan kesempatan kepada anak untuk melaksanakan tugas berdasarkan petunjuk langsung yang telah dipersiapkan oleh guru sehingga anak dapat mengalami secara nyata dan melaksanakan secara tuntas. Tugas dapat diberikan secara berkelompok maupun individual.

• Metode Proyek
Metode Proyek memberikan kesempatan kepada anak untuk menggunakan alam sekitar atau kegiatan sehari-hari anak sebagai bahan pembahasan melalui berbagai kegiatan.

• Metode Karya Wisata
Dalam metode ini diadakan kunjungan secara langsung ke obyek-obyek yang sesuai dengan bahan kegiatan yang sedang dibahas di lingkungan kehidupan anak.

• Metode Bermain Peran
Melalui permainan yang memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda sekitar anak sehingga dapat mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan penghayatan terhadap bahan kegiatan yang dilaksanakan.

• Metode Demonstrasi
Metode ini dilakukan dengan cara mempertunjukkan/memperagakan suatu obyek atau proses dari suatu kejadian atau peristiwa.

• Metode Sosiodrama
Metode Sosiodrama merupakan suatu cara memerankan beberapa peran dalam suatu cerita tertentu yang menuntut integrasi di antara para pemerannya. Metode ini mengutamakan pengembangan kemampuan berekspresi sehingga anak dapat menghayati berbagai bentuk perasaan

Kegiatan yang akan dilaksanakan
Kegiatan pembelajaran yang direncanakan oleh guru sehari-hari dapat berbentuk berbagai kegiatan seperti kegiatan klasikal, kelompok ataupun invidual
• Kegiatan klasikal
Artinya kegiatan yang dilakukan oleh seluruh anak dalam satu satuan waktu dengan kegiatan yang sama. Misalnya, makan bersama, outbond dll

• Kegiatan kelompok
Artinya dalam satu satuan waktu tertentu terdapat beberapa kelompok anak melakukan kegiatan yang berbeda-beda. Misalnya, kelompok lingkar ilmu, penugasan proyek dll.

• Kegiatan Individual
Artinya tiap anak dimungkinkan memilih kegiatan sesuai dengan minat dan kemampuan masing-masing. Biasanya dalam kegiatan individual anak memilih kegiatan yang dilakukan sesuai dengan keinginannya ataupun guru memberikan tugas yang berbeda pada setiap anak. Misalnya kegiatan pengayaan dan percepatan, penelitian dll.

G. Pengelolaan Waktu/Jadwal
1. Model belajar teacher centrum berlangsung 4 hari, kelas tetap 1 hari. Pengaturan jam pelajaran mengikuti jam pelajaran harian. Siswa pulang pukul 11.40 WIB.
2. Jadual harian mata pelajaran harus mencantumkan waktu dan tempat belajar untuk menghindari kebingungan siswa dalam mencari guru mata pelajaran.
3. Khusus untuk mata pelajaran PKn diberikan dalam bentuk kuliah umum.

H. Buku Pelajaran
1. hanya bersifat sebagai pendukung belajar siswa, bukan satu-satunya sumber belajar. Kelak guru harus mampu membuat modul dan LKs yang bersumber dari beberapa buku pelajaran yang sejenis atau buku rujukan lainnya
2. Buku-buku pelajaran tidak diletakkan di kelas atau dibawa pulang ke asrama, kecuali buku untuk perpustakaan kelas.
3. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk melatih kemandirian dan tanggung jawab diri siswa.

I. Bina Prestasi Siswa
1. Program khusus bagi siswa kelas VII yang masih belum tuntas dalam menguasai materi prasyarat.
2. Dilaksanakan setelah jam sekolah atau dalam jam kegiatan sekolah oleh guru yang bersangkutan
3. Alokasi waktu maksimal sampai akhir semester 1

J. Pendampingan
1. Program khusus bagi siswa yang terintegrasi dalam proses pembelajaran remedial, pengayaan dan akselerasi.
2. Dilaksanakan dalam jam kegiatan sekolah oleh guru mata pelajaran.

K. Laporan Pembelajaran
1. Buku Harian/ My Daily Evalution
Sarana evaluasi diri harian bagi siswa, sekaligus laporan perkembangan siswa bagi orang tua dan guru
2. Progress Report
Pemantau kemajuan kemampuan siswa untuk orang tua dan guru
3. Buku Reading Record
a. Bagi siswa kelas VII sebagai monitoring perkembangan kemampuan membaca siswa dengan target minimal 1 buku bahasa Indonesia dan 1 buku bahasa Inggris/Arab per minggu.
b. Untuk siswa kelas VIII dan IX, selain sebagai monitoring kemampuan membaca sekaligus juga digunakan sebagai pantauan kemampuan menuliskan ringkasan sebuah bacaan. Target membaca dan menulis ringkasan untuk kelas VIII minimal 2 buku perbulan, 1buku bahasa Indonesia, 1buku Bahasa Inggris/Arab.
c. Program ini adalah bagian dari pelajaran bahasa ( Indonesia, Inggris, Arab )
4. Rapor Adab
a. Laporan perkembangan siswa tentang Adab belajar di sekolah
b. Sebagai rekapan monitoring wali kelas terhadap aktivitas harian siswa
c. Dibagikan pada orang tua setiap akhir semester
5. Assembly
a. Laporan perkembangan siswa dalam bentuk aktivitas kongkret
b. Sebagai ruang pengembangan kepercayaan diri siswa
c. Ajang seni dan kreativitas siswa yang menampilkan potensi dan kompetensi yang telah dipelajari siswa. Tampilan dapat meliputi aspek kognitif maupun aspek psikomotorik siswa, sehingga diusahakan setiap siswa dapat tampil minimal satu kali dalam satu tahun ajaran
d. Assembly diadakan minimal satu kali per semester
6. Hand Book Creative Writing
a. Laporan perkembangan kemampuan menulis siswa selama satu tahun
b. Berupa kumpulan karya tulis terbaik siswa, baik individual ataupun seluruh siswa dalam kelas tersebut
7. Portofolio
a. Laporan perkembangan kemampuan siswa dalam satu semester atau satu tahun
b. Merupakan kumpulan karya-karya siswa untuk tiap-tiap mata pelajaran yang dinilai oleh guru dan siswa sendiri
8. Rapor Bidang Studi
Laporan perkembangan kemampuan siswa untuk tiap bidang studi dalam satu semester.
9. Rapor Tengah dan Akhir Semester
Laporan perkembangan kemampuan siswa untuk semua bidang studi per tengah dan akhir semester.

L. Forum Silaturahim
• Forum Silaturrahim dengan Orang tua/Wali Santri
Diadakan 6 bulan sekali, bersamaan dengan penerimaan rapor akhir semester
• Forum Silaturrahim dengan Tokoh Pendidikan
Diadakan 3 bulan sekali, sekaligus untuk meningkatkan wawasan para guru dan pengasuh







BAB V
METODE PEMBELAJARAN

Dalam konsep pendidikan sebagai ta’dib, keberhasilan pendidikan banyak ditentukan oleh adanya hubungan kasih sayang dan kecintaan antara guru dan murid, baik saat mengajar atau hubungan sosial. Hubungan ini menjamin murid untuk merasa aman-tenteram berdampingan dengan gurunya, sehingga tidak merasa takut dengannya atau lari dari ilmunya .

ADAB GURU

Pertama, Guru sebagai Pengajar dan Pembimbing
Berkaitan dengan tugas ini, sifat terpenting yang harus dimiliki seorang guru adalah lemah lembut dan kasih sayang. Apabila murid diperlakukan dengan lemah lembut dan kasih sayang oleh gurunya, ia akan merasa percaya diri dan tentram ( ada rasa aman ) berdampingan bersamanya. Perasaan inilah yang akan menunjang tercapainya ilmu dengan mudah. Jiwa seorang guru dalam mendidik siswa-siswanya, hendaklah seperti yang dicontohkan Rasulullah saw dalam Qs. 9 : 128 :

”Sungguh telah datang seorang rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan ( keimanan dan keselamatan ) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Guru adalah orang yang menunjukkan jalan untuk mendekatkan diri murid kepada Allah SWT. Jika tujuan mengajar adalah mendekatkan murid-muridnya kepada Allah SWT, maka dia harus menyatukan dirinya dengan kalbu-kalbu mereka dengan ikatan kecintaan (beridentifikasi dengan mereka ). Dan jika beberapa manusia mengarah pada satu tujuan yang sama, niscaya mereka akan tolong-menolong dalam mencapai tujuan itu.

Kedua, Guru sebagai Pengkaji Sejarah
Sepanjang sejarah, guru yang mengajar untuk mendapatkan imbalan, pujian, balas jasa atau ucapan terima kasih dari murid-muridnya, tidak akan mendapatkan penghormatan yang layak dalam masyarakat
Mengajar adalah kewajiban orang berilmu demi mencapai ridla Allah SWT. Dengan demikian, guru akan dekat dengan Rabb-Nya dan menerima pahala yang besar di sisi-Nya.
Guru ibarat orang yang menanam tumbuhan yang baik di ladang orang lain. Dalam hal ini manfaatnya akan kembali kepada orang yang menanamnya, bukan pada si pemilik ladang. Kalau begitu, lantas mengapa pula guru mesti meminta imbalan kepada muridnya, padahal ia sendiri yang akan menerima manfaatnya ?

Al-Ghazali mengatakan : “ Barangsiapa berilmu dan mengamalkan ilmunya, maka dialah yang disebut agung di kerajaan langit. Dia bagaikan matahari yang menerangi dirinya sendiri dan diri orang lain. Dia bagaikan kesturi yang harum dan memercikan keharuman kepada orang yang berpapasan dengannya. Barangsiapa yang menyibukkan diri dengan mengajar, berarti dia telah meraih perkara yang agung..”

Ketiga, Guru sebagai Pembimbing Kehidupan Din (agama) murid
Guru hendaknya bersikap sebagai seorang yang berjalan di jalan yang benar, bisa dipercaya muridnya dan mengingatkan murid agar mencari ilmu demi untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk mencari prestise, mencari pekerjaan atau kepentingan-kepentingan dunia lainnya.
Guru hendaknya juga tidak memulai pelajaran yang lebih tinggi, sebelum pelajaran yang sebelumnya dikuasai oleh murid dengan baik.

Keempat, Guru sebagai Panutan murid
Dalam membimbing murid, guru hendaknya menerapkan metode kasih sayang, bukan celaan. Tidak perlu membesar-besarkan kesalahan murid meskipun dengan tujuan agar murid merasa bersalah.
Apabila murid melakukan akhlak yang buruk, sedapat mungkin guru menggunakan kalimat kiasan atau lemah-lembut, jangan terang-terangan atau celaan. Jika guru selalu menggunakan celaan, maka secara tidak langsung ia telah mengajar anak untuk berani melawan dan menentang, serta lari dan takut kepada guru.

Kelima, Guru sebagai Teladan
Guru adalah orang yang diteladani dan ditiru oleh murid. Karena itu, kemuliaan jiwa dan kemampuan untuk memahami orang lain hendaknya menjadi karakternya yang paling utama. Diantara tanda dari karakter ini adalah menghormati kedudukan ilmu-ilmu lain yang bukan bidang studinya, dan tidak memandang bidang studi lain lebih rendah dibanding bidang studinya. Hendaknya ia memotivasi dan melapangkan jalan bagi siswa untuk mempelajari ilmu lain.
Pandangan ini dilandasi oleh pemikiran bahwa seorang guru hendaknya mengembangkan hubungan bermasyarakat yang saling menghormati, menghargai dan bertoleransi.

Keenam, Guru sebagai Orang Yang Memahami Perbedaan Individual
Guru hendaknya menyelaraskan pengajarannya dengan tingkat pemahaman siswa. Dia hendaknya tidak menyampaikan ilmu yang mungkin menyebabkan murid menjauhinya atau terkena gangguan mental.
Guru adalah penjaga dan pengaman ilmu. Diantara kewajibannya adalah tidak kikir dengan ilmunya kepada muridnya dan tidak pula berlebihan dalam memberikan ilmunya, baik murid itu pandai atau bodoh.
Memberikan ilmu secara sembarangan kepada murid dapat menimbulkan bahaya besar bagi murid, seperti menjadi sombong dan dusta, lebih-lebih jika si murid termasuk orang yang lemah.

Ketujuh, Guru sebagai Orang Yang Mengenali Pribadi Murid
Pembinaan ilmiah hendaknya didasarkan pada kualitas psikis murid. Dengan mengkaji kehidupan psikis murid, guru akan mengetahui bagaimana ia harus memperlakukan muridnya, sehingga ia dapat menghindarkan keraguan dan kegelisahan dalam menjalankan tugasnya.
1. Guru hendaknya tidak memberitahukan dulu kepada murid bahwa di belakang ilmu yang diajarkannya ada segi-segi yang lebih mendalam yang belum disingkapkannya.
2. Guru hendaknya tidak mengacaukan pikiran murid dengan mengajarkan pandangan-pandangan yang saling bertentangan.
Atas dasar ini, guru hendaknya mengajarkan kepada murid yang masih terbatas jangkauannya dengan pengajaran yang jelas, sederhana dan sesuai dengan usianya.

Kedelapan, Guru sebagai Pemegang Prinsip-Prinsip Dasar
Guru hendaknya tidak menyerukan prinsip tertentu, akan tetapi ia sendiri menyalahi prinsip tersebut. Sebab itu akan menghilangkan wibawanya dan menjadikannya bahan cemoohan. Akhirnya, ia akan kehilangan kemampuan untuk memimpin dan mengarahkan murid-muridnya.
Sesungguhnya perumpamaan pembimbing dengan orang yang dibimbingnya adalah bagaikan tongkat dengan bayangannya. Bagaimana mungkin bayangan akan lurus jika tongkatnya bengkok ?

ADAB MURID
Bila guru telah melaksanakan adab dan tugas-tugasnya mengajar dengan baik, maka murid pun harus menyambutnya dengan melaksanakan adab dan tugas-tugasnya dalam belajar. Hanya dengan cara seperti inilah proses belajar mengajar itu dapat berlangsung dengan efektif dan penuh berkah dan mengundang hidayah Allah SWT. Oleh karena itu murid hendaklah memperhatikan adab dan tugas-tugasnya.

Pertama, Belajar adalah Ibadah
Belajar adalah ibadah, karena tujuannya adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Karena merupakan ibadah, seperti halnya shalat, maka pencapaian ilmu tidak akan sah tanpa mensucikan kalbu dari kotoran dan sifat-sifat buruk. Jadi, proses tazkiyah harus mendahului proses ta’limah.

Kedua, berfokus pada ilmu dan mengurangi urusan-urusan dunia
Ilmu tidak akan memberikan sebagiannya kepada seseorang, sebelum seluruh dirinya ia berikan kepadanya. Pikiran yang terbagi kepada berbagai perkara yang bermacam-macam,ibarat sungai yang airnya terbagi-bagi. Sebagian diserap ke tanah,sebagian menguap ke udara, sehingga petani tidak mendaptakan sisanya. Jadi, yang diperlukan adalah istiqomah dan tuma’ninah.

Ketiga, percaya dan hormat kepada guru
Ketaatan murid kepada guru merupakan suatu kemuliaan dan patut diupayakan oleh setiap murid. Allah akan memberikan pahala kepada murid yang mentaati gurunya, menjaga rahasianya, tidak menjelek-jelekkannya, melainkan memuliakannya, menghormatinya, memberikan imbalan yang sederajat dengan amalnya, serta memaafkan segala kekurangannya.
Terhadap guru, hendaknya murid bersikap seperti tanah tandus yang mendapatkan hujan lebat. Seluruh tanah itu menyerap dan dengan segala potensinya, ia menerima hujan itu. Adapun yang diisyaratkan guru kepada muridnya sehubungan dengan studinya, hendaklah ia mengikutinya.”

Keempat, memantapkan pandangan dasar sebelum diskusi
Hendaknya murid menghindarkan diri diri dari mendengarkan berbagai macam aliran atau melibatkan diri dalam suatu perdebatan atau diskusi antar berbagai ulama, sebab ilmunya belum memadai. Sebaliknya, ia hendaknya lebih dulu mengkaji dan memperkokoh pandangan dasar yang benar, yang dridhai oleh gurunya. Setelah memiliki pandangan dasar yang mantap, barulah ia boleh bertukar pandangan atau berdiskusi dan menyanggah aliran-aliran yang kontroversial.
Adalah tindakan bodoh, jika orang yang masih kekurangan pengetahuan yang benar dan mendalam, ikut campur dalam perdebatan dan diskusi para ahli ilmu. Sudah tentu ia tidak akan mendapatkan apa-apa, kecuali kegagalan.

Kelima, mempertautkan antara berbagai macam ilmu
Berbagai macam ilmu itu bertautan antara satu dengan yang lain. Jika ada kesempatan hendaknya murid memperdalam ilmu-ilmu itu, dimulai dengan mengkaji yang paling penting.
Mengkaji berbagai macam ilmu itu lebih utama daripada hanya dengan memilki pengetahuan yang terbatas. Berbagai disiplin ilmu akan saling menunjang. Pengkususan ilmu secara sempit dapat menimbulkan kefanatikan terhadap ilmu lain. Bukankah manusia itu cenderung memusuhi apa yang tidak diketahuinya ?

Keenam, belajar secara bertahap
Jangan sekali-kali murid mempelajari ilmu secara serempak, melainkan hendaknya ia memperhatikan urutan (sequence) secara tertib dan dimulai dengan mengkaji ilmu yang paling penting. Jika usia tidak memungkinkannya untuk menuntut seluruh ilmu, maka hendaknya ia mengambil yang paling baik saja serta mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memetik ilmu yang paling mudah dicapai guna menyempurnakan ilmu yang paling mulia, yaitu ilmu akhirat (agama ).”
Jadi, tahap pertama, murid harus mempelajari ilmu agama secara sungguh-sungguh. Selanjutnya, barulah ia mempelajari ilmu-ilmu lainnya sesuai dengan derajat kepentingannya.

Ketujuh, memperhatikan masalah urutan (sequence) dalam mengkaji suatu ilmu
Hendaknya murid tidak memperdalam suatu ilmu, sebelum menguasai prinsip-prinsip dasarnya. Ilmu-ilmu itu telah tersusun sedemikian rupa, sehingga sebagiannya menjadi jalan untuk mencapai sebagian yang lainnya.”
Hendaknya murid menghormati hakikat ilmu tanpa melihat perselisihan dan kekeliruan yang terjadi di antara orang-orang yang mengkajinya.
Janganlah engkau mengenal kebenaran dengan jalan mengenal orang-orangnya, namun kenali kebenaran hingga engkau dapat mengenal orangnya !

Kedelapan, menyadari nilai berbagi ilmu
Nilai ilmu itu ditentukan oleh dua hal : ditinjau dari sudut mulianya dan ditinjau dari buah/ hasil belajar ilmu tersebut
Kemuliaan buah/hasil belajar yang dihasilkan dari ilmu lebih kuat daripada kemuliaan dalil dan keterangan yang menjadi dasar tegaknya hakikat ilmu yang bersangkutan. Misalnya, buah ilmu agama lebih kuat daripada kedokteran, karena buah ilmu agama bermanfaat untuk di akhirat, sedang kedokteran untuk keduniaan. Namun ilmu kedokteran lebih utama daripada ilmu aritmatik.

Kesembilan, mengarahkan tujuan belajar
Hendaknya murid mengarahkan tujuan belajarnya pada dua hal : Tujuan yang dekat, yaitu mendidik, memperindah pribadi, dan memperhalus budi. Tujuan yang jauh, yaitu mendekatkan diri kepada Allah SWT .
Ini berarti, ilmu agama dan pendidikan akhlak hendaknya dijadikan ilmu yang paling penting bagi murid dan paling bermanfaat baginya, tanpa mengabaikan ilmu-ilmu terpuji lainnya.

Kesepuluh, memperhatikan manfaat ilmu yang dikaji
Murid hendaknya memperhatikan nilai ilmu itu dari manfaat yang dihasilkannya.
Kemudiannya hendaknya ia memulai dari ilmu yang paling penting.










































BAB VI
PEDOMAN PENILAIAN/EVALUASI


Penilaian di dalam pendidikan berbasis tauhid adalah penilaian yang dilandasi oleh filosofi istighfar. Beristighfar berarti :
• pertama, mengevaluasi amal/perbuatan atau pencapaian yang selama ini sudah dilakukan.
• Kedua, mengakui dan menerima kekurangan yang ada dalam pencapaian itu.
• Ketiga, berjanji dan bertekad untuk tidak mengulangi kesalahan/kekurangan kemarin.
• Keempat, berupaya untuk melakukan perbaikan (islah) atau berupaya untuk menjadi lebih baik.

Dalam istilah agama ini disebut dengan taubatan nasuhah. Syarat utama dari istighfar ini adalah kejujuran pada diri sendiri atau tidak melakukan ghurur ( menipu diri sendiri ). Ghurur ini adalah penyakit terbesar manusia. Sebab ketika seseorang telah melakukan ghurur maka ia tidak akan pernah mengalami kemajuan dan menjadi lebih baik. Oleh karena itu syarat penilaian yang paling utama dan dapat dipertanggung jawabkan dalam pandangan islam adalah kejujuran. Berdasarkan kejujuran inilah akan dapat diperoleh data-data sebagai informasi yang dapat diandalkan (valid) sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat atau adil.

Data yang diperoleh dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi atau indikator yang dinilai. Dari proses ini, diperoleh potret/profil kemampuan peserta didik dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dirumuskan.

Penilaian ini merupakan suatu proses yang dijalankan melalui langkah-langkah perencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian peserta didik. Penilaian dilaksanakan melalui berbagai teknik/cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), sikap, tertulis (paper and pencil test), proyek, produk, kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portofolio), dan penilaian diri.

Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana yang menyenangkan, bersahabat dan kondusif sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan apa yang dipahami dan mampu dikerjakan. Hasil belajar seorang peserta didik dalam periode waktu tertentu dibandingkan dengan hasil sebelumnya dan tidak dianjurkan untuk dibandingkan dengan peserta didik lainnya. Dengan demikian peserta didik tidak merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai kompetensi atau indikator yang diharapkan.

Dengan spirit penilaian seperti ini diharapkan ,dalam pendidikan berbasis tauhid, keberhasilan bukan hanya ditentukan oleh penguasaan siswa terhadap materi yang diajarkan, namun juga bagaimana materi pelajaran yang telah dikuasai itu berdampak pada perubahan perilaku siswa sehari-hari. Paradigma ini tentu saja berimplikasi kepada bentuk penilaian/evaluasi yang akan digunakan.

Dari penjelasan di atas, ada dua hal penting yang harus dipahami tentang evaluasi/penilaian dalam pendidikan berbasis tauhid ini:
1. evaluasi/penilaian merupakan kegiatan integral dalam suatu proses pendidikan. Karenanya orientasi penilaian ini bukan hanya pada hasil ( product oriented ) akan tetapi juga pada proses pembelajaran ( process oriented ), sebagai upaya memantau perkembangan siswa, baik jasad maupun ruh.
2. karena evaluasi ini merupakan kebutuhan setiap orang untuk meningkatkan kualitas dirinya, maka penilaian ini bukan hanya tanggung jawab guru, akan tetapi juga menjadi tanggung jawab siswa. Artinya dalam proses evaluasi siswa dilibatkan oleh guru, sehingga mereka memilki kesadaran pentingnya evaluasi untuk memantau keberhasilannya sendiri dalam proses pendidikan ( self evaluation ). Dengan demikian siswa tidak lagi menganggap bahwa evaluasi/penilaian merupakan suatu beban yang kadang-kadang mengganggu sikap mentalnya.

B. FUNGSI
Secara umum fungsi penilaian/evaluasi ini adalah sbb :

1. fungsi formatif.
Yaitu penilaian yang berfungsi sebagai umpan balik untuk perbaikan proses belajar-mengajar. Evaluasi formatif berhubungan dengan perbaikan bagian-bagian dalam suatu proses agar program yang dilaksanakan mencapai hasil yang maksimal. Oleh karena itu , evaluasi formatif digunakan selama proses pelaksanaan berlangsung. Dalam Islam, adab adalah cara/metode agar proses belajar-mengajar berjalan dengan benar dan baik. Islam menekankan bahwa niat atau tujuan yang baik itu juga harus ditempuh atau diraih dengan cara yang baik pula. Oleh karena itu guru memperhatikan adab siswa dalam belajar, sebab tidak ada ilmu yang dapat dicapai kecuali dengan penerapan adab yang benar.
Penilaian adab siswa ini terdiri dari 4 aspek, yaitu :
1. Adab pada guru
2. Adab pada materi pembelajaran
3. Adab pada proses pembelajaran
4. Adab Pribadi.
Keempat aspek Adab ini meliputi penilaian di sekolah, asrama dan kehidupan sehari-hari siswa. Penilaian adab ini dilakukan oleh setiap guru bidang studi sebulan sekali dengan mengisi lembar Catatan Penilaian Adab Siswa Per Bulan (formatnya ada di bagian Lampiran )

2. fungsi sumatif.
Yaitu evaluasi yang berfungsi untuk menilai hasil belajar siswa dalam pencapaian kompetensi. Dilihat dari fungsinya , Ulangan Harian dan UAS ( Ujian Akhir Semeseter ), dinamakan tes sumatif. Hal ini disebabkan hasil dari tes itu digunakan untuk menilai keberhasilan siswa dalam penguasaan suatu kompetensi untuk mengisi buku kemajuan siswa ( nilai raport ).

Melalui dua fungsi ini minimal ada dua tujuan pokok : pertama, sebagai laporan kepada orang tua siswa yang telah mempercayakan anaknya kepada sekolah kita. Kedua, sebagai pertanggungjawaban ( akuntabilitas ) penyelenggaraan pendidikan kepada masyarakat

C. MANFAAT
Manfaat penilaian kelas antara lain untuk :
1. Mengetahui tingkat pencapaian kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung.
2. Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi.
3. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial
4. Umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan.
5. Memberikan pilihan alternatif penilaian kepada guru.
6. Memberikan informasi kepada orang tua dan komite sekolah tentang efektivitas pendidikan.
7. Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi.
8. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan)
9. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik.
10. Alat diagnosis guru untuk menentukan siswa mengikuti remedial atau pengayaan.
11. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya.
12. Sebagai kontrol bagi guru dan sekolah tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

D. JENIS EVALUASI
Penilaian dapat dikelompokkan dalam dua jenis :
1. Tes
Tes ini biasanya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam pencapaian kompetensi tertentu. Hasil tes biasanya diolah secara kuantitatif, oleh karena itu hasil dari suatu tes berbentuk angka. Berdasarkan angka itulah selanjutkan ditafsirkan tingkat penguasaan kompetensi siswa.

Teknik penilaian yang digunakan dalam evaluasi jenis tes ini adalah penilaian pencil and paper tes atau tes tulis.

Sebagai alat ukur, tes harus memiliki dua kreteria : validitas dan realibilitas. Valid berarti bila alat ukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur atau dengan kata lain ada kesesuaian antara alat ukur dengan apa yang hendak diukur. Misalnya, guru ingin mengukur tingkat pemahaman siswa tentang materi pelajaran "A", maka soal-soal tes harus berisikan item-item tentang "A" bukan tentang "B". Jika guru ingin mengukur ketrampilan siswa dalam mengoperasikan komputer, maka harus dengan praktek bukan tes tertulis dsb.
Reliable berarti alat ukur tersebut dapat menghasilkan informasi yang konsisten. Misalnya, jika suatu tes diberikan pada sekelompok siswa, kemudian diberikan lagi kepada sekelompok siswa yang sama pada saat yang berbeda, maka hasilnya akan relatif sama.

2. Non Tes
Adalah alat evaluasi yang biasanya digunakan untuk menilai aspek tingkah laku termasuk sikap, minat, dan motivasi. Teknik yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk evaluasi jenis ini/non tes adalah :
1) penilaian unjuk kerja
2) penilaian sikap
3) penilaian proyek
4) penilaian produk
5) penilaian diri
6) penilaian portofolio

PENJELASAN KHUSUS TENTANG PENILAIAN PORTOFOLIO
Penilaian portofolio adalah penilaian yang didasari oleh pemikiran bahwa setiap aktivitas , termasuk karya yang dihasilkan dari suatu proses pembelajaran, perlu dimonitor, diberi komentar, dikritik, dan diberi catatan perbaikan oleh setiap guru secara kontinyu. Melalui proses monitoring yang terus-menerus itulah pengalaman belajar siswa akan terus disempurnakan, hingga pada akhirnya akan menghasilkan sesuatu yang lebih baik dan lebih sempurna.

Penilaian portofolio ini memilki beberapa manfaat diantaranya :
• dapat memberikan gambaran yang utuh tentang perkembangan kemampuan siswa. Artinya, informasi yang didapat tentang siswa bukan hanya sekedar pengetahuan saja, akan tetapi juga sikap dan ketrampilan.
• merupakan penilaian yang autentik. Portofolio adalah dokumen asli yang berisi tentang kumpulan karya siswa ( evidence ) . Melalui evidence inilah tergambarkan kemampuan siswa yang sesungguhnya.
• Karena dilakukan secara kontinyu teknik penilaian portofolio dapat mendorong siswa pada pencapaian hasil yang lebih baik dan lebih sempurna, optimal dan tanpa merasa tertekan. Setiap hasil kerja siswa dimonitor dan diberi komentar.
• dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa, karena setiap respon siswa diberikan reinforcement. Dengan demikian siswa segera mengetahui kekurangan dan kelebihan dari proses pembelajaran yang dilakukan.
• mendorong orang tua untuk trelibat aktif dalam proses pendidikan siswa, karena dalam setiap perkembangan siswa yang digambarkan melalui hasil kerja siswa, orang tua dimintai komentar.

Perbedaan Tes dan portofolio

TES PORTOFOLIO
Tes biasanya dilakukan untuk menilai kemampuan inteletual siswa melalui penguasaan materi pembelajaran Penilaian portofolio menilai seluruh aspek perkembangan siswa baik inteletual, minat, sikap, dan ketrampilan
Guru berperan sangat dominan dalam proses penilaian sedangkan siswa berperan sebagai orang yang dinilai Peserta didik terlibat dalam proses penilaian dengan menilai dirinya sendiri mengenai kemampuan serta dalam perkembangannya
Kriteria penilaian ditentukan satu untuk semua Kriteria penilaian ditentukan sesuai dengan karakteristik siswa
Keputusan berdasarkan penilaian ditentukan sendiri oleh guru Proses penilaian beserta pengambilan keputusan dilakukan dengan cara kolaboratif antara guru,siswa, dan orang tua
Penilaian dilakukan dengan berorientasi pada pencapaian hasil belajar Penilaian berorientasi pada kemajuan, usaha yang dilakukan siswa termasuk pencapaian hasil belajar
Penilaian merupakan kegiatan yang terpisah dari proses pembelajaran Penilaian merupakan bagian integral dari proses pembelajaran
Penilaian melalui tes biasanya dilakukan pada akhir program pembelajaran Penilaian portofolio dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung

Penilaian Portofolio dan Konsekuensinya

KEUNGGULAN KONSEKUENSI
Dapat menilaian kemampaun siswa secara menyeluruh, yaitu sisi proses dan hasil belajar Memerlukan waktu dan kerja keras bagi guru
Dapat menjamin penilaian yang terbuka dan akuntabilitas / pertanggungjawaban terhadap siswa, orang tua, dan masyarakat. Sebab kemampuan siswa dapat lebih teruji dengan melihat setiap perkembangan siswa Memerlukan perubahan cara pandang tentang penilaian siswa, baik dari siswa, sendiri, guru, masyarakat dan orang tua. Mengubah cara pandang itu bukanlah sesuatu yang mudah, akan tetapi memerlukan kerja keras.
Penilaian portofoplio merupakan penilaian yang bersifat individual. Kekhasan penilaian portofolio adalah memungkinkan guru untuk melihat peserta didik sebagai individu yang masing-masing memiliki perbedaan, baik perbedaan dalam segi kemampuan, minat atau bakat, ternasuk dalam perbedaan cara belajar. Dengan perbedaan itu, guru dapat menyesuaikan diri dalam pengelolaan proses pembelajaran sesuai dengan kebutuhan. Penilaian portofolio memerlukan perubahan gaya belajar. Bagi guru, prinsipnya adalah mendisplinkan murid, bukan menghukum. Mendiplinkan berarti mengajari dan membimbing sehingga siswa dapat mengatasi masalah-masalah belajarnya secara lebih mandiri. Sedang bagi siswa, prinsipnya adalah mencari dan mencintai ilmu pengetahuan untuk semakin dekat dan mencintai Allah. Ini memerlukan karakter istiqomah dan tuma'ninah baik dari guru dan murid.
Bersifat self evaluation. Setiap siswa dapat menilai dirinya sendiri dan dapat melakukan refleksi sehingga mereka dapat menentukan kompetensi mana yang belum tercapai atau penyempurnaan dan kompetensi mana yang sudah tercapai. Melalui self evaluation dapat menumbuhkan tanggung jawab bagi dirinya sendiri Memerlukan perubahan sistem pembelajaran. Rombongan belajar tidak boleh terlalu banyak. Sistem pembelajaran yang demikian, akan sulit untuk penilaian portofolio, belum lagi setiap guru harus mengajar banyak kelas.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa penilaian yang dilakukan di SMP AR-Rohmah Putri, Pesantren Hidayatullah Malang adalah penilaian portofolio, karenanya penilaiannya meliputi penilaian Adab dan penilaian Akademis yang bersifat utuh, menyeluruh dan dilakukan secara kontinyu.


Prinsip-prinsip penilaian Portofolio

1. SALING PERCAYA

Antara guru sebagai evaluator dan siswa sebagai pihak yang dievaluasi harus saling percaya. Siswa harus memiliki kepercayaan bahwa evaluasi yang dilakukan oleh guru bukan semata-mata untuk menilai hasil pekerjaannya, akan tetapi sebagai upaya pemberian umpan balik untuk meningkatkan hasil belajar.

2. KETERBUKAAN

Artinya, guru sebagai evaluator bukan hanya berperan sebagai orang yang memberikan nilai atau kritik, akan tetapi siswa yang dievaluasi perlu memahami mengapa kritik itu muncul, oleh sebab itu guru harus terbuka melalui argumentasi yang tepat dalam setiap memberikan penilaian. Untuk menciptakan keterbukaan, dalam setiap proses pembelajaran guru harus menciptakan iklim belajar yang menyenangkan ( ikhlas, sabar, lemah-lembut), sehingga setiap siswa dapat menunjukkan kemampuannya tanpa ada perasaan atau takut.

3. KERAHASIAAN

Kerahasiaan dokumen ( evidence ) setiap siswa perlu dijaga. Hal ini untuk menumbuhkan kepercayaan setiap siwa. Berbagai komentar yang diberikan guru terhadap proses pembelajaran dan hasil karya siswa, bira siswa yang bersangkutan yang tahu. Hal ini juga untuk menjaga perasaan siswa, jangan sampai ada kesan siswa merasa direndahkan dan dipermalukan di depan teman-temannya, apalagi kalau itu menyangkut kemampuan dan pribadi siswa yang bersangkutan. Demikian juga komentar untuk siswa yang dianggap baik, tidak perlu diinformasikan pada yang lain. Hal itu untuk menjaga agar siswa yang bersangkutan tidak merasa paling hebat di antara teman-teman lainnya.

4. MILIK BERSAMA

Guru dan siswa harus merasa bahwa evidence portofolio adalah milik bersama, oleh sebab itu semua pihak harus menjaganya secara baik. Guru dan siswa perlu sepakat dimana evidence itu disimpan. Hal ini mempermudah manakala siswa atau guru memerlukannya.

5. KEPUASAN DAN KESESUAIAN

Hasil akhir portofolio adalah ketercapaian kompetensi seperti yang dirumuskan dalam kurikulum. Ketercapaian itu selanjutnya dapat dilihat dari evidence yang diorganisasikan oleh guru dan siswa. Guru dan siswa akan merasa puas manakala kompetensi itu telah tercapai. Oleh karena itu , terkumpulnya evidence merupakan kepuasan baik bagi guru maupun bagi siswa.

6. BUDAYA PEMBELAJARAN

Penilaian portofolio harus dapat mengembangkan budaya belajar. Sebab penilaian portofolio itu sendiri pada dasarnya mengandung proses pembelajaran. Melalui portofolio, guru tidak hanya menuntut siswa untuk menghafal sejumlah fakta atau pengetahuan, tetapi harus membelajarkan siswa pada taraf yang lebih tinggi, misalnya mengembangkan pembelajaran berfikir melalui penelaan kasus atau pengumpulan dan penafsiran data.

7. REFLEKSI

Penilaian portofolio harus memberikan kesempatan yang luas kepada siswa untuk melakukan refleksi tentang proses pembelajaran yang telah dilakukannya. Melalui refleksi, siswa dapat menghayati tentang proses berfikir mereka sendiri, kemampuan yang telah mereka peroleh, serta pemahaman mereka tentang kompetensi yang telah dimilikinya.

8. BERORIENTASI PADA PROSES DAN HASIL

Penilaian portofolio bertumpu pada dua sisi yang sama pentingnya, yakni sisi proses dan hasil belajar siswa secara seimbang. Penilaian portofolio mengikuti setiap aspek perkembngan siswa, bagaimana cara belajar siswa, bagaimana motivasi belajar, sikap, minat, kebiasaan, dan lain sebagainya dan pada akhirnya bagaimana hasil belajar yang diperoleh siswa. Dengan demikian penilaian portofolio tidak hanya sekedar menilai hasil akhir yang dimiliki siswa tapi juga menilai proses pembelajaran yang dilakukan siswa.


E. PENILAIAN HASIL BELAJAR MASING-MASING MATA PELAJARAN

Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran agama dan akhlaq mulia serta kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilakukan melalui :
• Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan kepribadian peserta didik.
• Ujian, ulangan dan/atau penugasan untuk mengukur aspek kognitif peserta didik.

Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi diukur melalui ulangan, penugasan dan/atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik materi yang dinilai.
Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran estetika dilakukan melalui pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan afeksi dan ekspresi psikomotorik peserta didik.

Penilaian hasil belajar kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan dilakukan melalui :
• Pengamatan terhadap perubahan perilaku dan sikap untuk menilai perkembangan psikomotorik dan afeksi peserta didik
• Ulangan dan/atau penugasan aspek kognitif peserta didik

F. RAMBU-RAMBU PENILAIAN
Dalam melaksanakan penilaian, guru sebaiknya :
1. Memandang penilaian dan kegiatan belajar mengajar secara terpadu.
2. Mengembangkan strategi yang mendorong dan memperkuat penilaian sebagai cermin diri.
3. Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pengajaran untuk menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar peserta didik.
4. Mempertimbangkan berbagai kebutuhan khusus peserta didik.
5. Mengembangkan dan menyediakan sistem pencatatan yang bervariasi dalam pengamatan kegiatan belajar peserta didik.
6. Menggunakan cara dan alat penilaian yang bervariasi. Penilaian kelas dapat dilakukan dengan cara unjuk kerja, sikap, tertulis, proyek, produk, portofolio, dan penilaian diri.
7. Mendidik dan meningkatkan mutu proses pembelajaran seefektif mungkin.

G. RANAH PENILAIAN

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan penjabaran dari standar isi dan standar kompetensi lulusan. Di dalamnya memuat kompetensi secara utuh yang merefleksikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai karakteristik masing-masing mata pelajaran.
Muatan dari standar isi pendidikan adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar. Satu standar kompetensi terdiri dari beberapa kompetensi dasar, dan setiap kompetensi dasar dijabarkan ke dalam indikator-indikator pencapaian hasil belajar yang dirumuskan atau dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi sekolah/daerah masing-masing. Indikator-indikator yang dikembangkan tersebut merupakan acuan untuk menilai pencapaian kompetensi dasar bersangkutan.

Teknik penilaian yang digunakan harus sesuai dengan karakteristik indikator, standar kompetensi dasar dan kompetensi dasar yang diajarkan oleh guru. Tidak menutup kemungkinan bahwa satu indikator dapat diukur dengan berbagai teknik penilaian, hal ini karena memuat domain jasad dan ruh.

H. TEKNIK PENILAIAN

Untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar peserta didik, dapat dilakukan beragam teknik, baik berhubungan dengan proses belajar maupun hasil belajar. Teknik mengumpulkan informasi tersebut pada prinsipnya adalah cara penilaian kemajuan belajar peserta didik terhadap pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Penilaian satu kompetensi dasar dilakukan berdasarkan indikator-indikator pencapaian hasil belajar, baik berupa domain jasad dan ruh . Ada 6 teknik penilaian yang termasuk portofolio yang dapat digunakan yaitu
1) unjuk kerja
2) sikap
3) tertulis
4) proyek
5) produk
6) penilaian diri.

1. Penilaian Unjuk Kerja
Penilaian unjuk kerja merupakan penilaian yang dilakukan dengan mengamati kegiatan peserta didik dalam melakukan sesuatu. Penilaian ini cocok digunakan untuk ketercapaian kompetensi yang menuntut peserta didik melakukan tugas tertentu seperti : praktik di laboratorium, praktik sholat, praktik olah raga, bermain peran, memainkan alat musik, bernyanyi, membaca puisi/deklamasi, dan lain-lain.
Penilaian unjuk kerja perlu mempertimbangkan hal-hal berikut :
a. Langkah-langkah kinerja yang diharapkan dapat dilakukan oleh peserta didik untuk menunjukkan kinerja dari suatu kompetensi.
b. Kelengkapan dan aspek yang akan dinilai dalam kinerja tersebut.
c. Kemampuan-kemampuan khusus yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas.
d. Upayakan kemampuan yang akan dinilai tidak terlalu banyak sehingga semua dapat diamati.
e. Kemampuan yang akan dinilai diurutkan berdasarkan urutan pengamatan

Teknik Penilaian
Pengamatan unjuk kerja perlu dilakukan dalam berbagai konteks untuk menetapkan tingkat pencapaian kemampuan tertentu. Untuk menilai kemampuan loncat jauh peserta didik, misalnya dilakukan pengamatan atau observasi beragam, seperti : teknik mengambil awalan, teknik tumpuan, sikap/posisi tubuh saat di udara, teknik mendarat. Dengan demikian, gambaran kemampuan peserta didik akan lebih utuh. Untuk mengamati unjuk kerja peserta didik dapat menggunakan alat atau instrumen berikut :
• Daftar Cek (Check-list)
Penilaian unjuk kerja dapat dilakukan dengan mengunakan daftar cek (ya-tidak). Penilaian unjuk kerja yang menggunakan daftar cek, peserta didik mendapat nilai bila kriteria kinerja penguasaan kompetensi tertentu dapat diamati oleh penilai. Jika tidak dapat diamati, peserta didik tidak memperoleh nilai. Kelemahan cara ini adalah penilai hanya mempunyai dua pilihan mutlak, misalnya benar-salah, dapat diamati-tidak dapat diamati. Dengan demikian tidak terdapat nilai tengah, namun daftar cek lebih praktis digunakan untuk mengamati subyek dalam jumlah besar. Di bawah ini adalah contoh penilaian dengan menggunakan daftar cek.

Penilaian Lompat Jauh Gaya Menggantung
(Mengunakan Daftar tanda Cek)
Nama peserta didik: ......... Kelas : .............
No. Aspek Yang Dinilai Baik Tidak baik
1. Teknik awalan
2. Teknik tumpuan
3. Sikap/posisi tubuh saat di udara
4. Teknik mendarat
Skor yang dicapai
Skor maksimum

• Skala Sikap (Rating Scale)
Penilaian unjuk kerja yang menggunakan skala penilaian memungkinkan penilai memberi nilai tengah terhadap penguasaan kompetensi tertentu, karena pemberian nilai secara kontinyu dimana pilihan kategori nilai lebih dari dua. Skala penilaian terentang dari tidak sempurna sampai sempurna. Misalnya: 1 = tidak kompeten, 2 = cukup kompeten, 3 = kompeten dan 4 = sangat kompeten. Berikut ini contoh penilaian skala sikap.
Penilaian Lompat Jauh Gaya Menggantung
(Mengunakan Skala Penilaian )
Nama peserta didik: ......... Kelas : .............
No Aspek Yang Dinilai Nilai
1 2 3 4
1. Teknik awalan
2. Teknik tumpuan
3. Sikap/posisi tubuh saat di udara
4. Teknik mendarat
Jumlah
Skor maksimum 16
Keterangan Penilaian :
1 = tidak kompeten; 2 = cukup kompeten; 3 = kompeten; 4 = sangat kompeten

2. Penilaian Sikap ( Adab)
Sikap bermula dari perasaan yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon sesuatu/obyek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadinya perilaku atau tindakan yang diinginkan.
Sikap terdiri dari tiga komponen, yaitu afektif, kognitif, dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki seseorang atau penilaian terhadap suatu obyek. Komponen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai obyek. Adapun komponen konatif adalah kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran obyek sikap.
Secara umum, obyek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran berbagai mata pelajaran adalah sebagai berikut :
• Sikap terhadap materi pelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri peserta didik akan tumbuh dan berkembang minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah menyerap materi pelajaran yang diajarkan.
• Sikap terhadap guru/pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan. Dengan demikian, peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru/pengajar akan sukar menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
• Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik juga perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman, dan menyenang-kan dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat men-capai hasil belajar yang maksimal.
• Sikap yang berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran. Misalnya kasus atau masalah lingkungan hidup, berkaitan dengan materi biologi atau geografi. Peserta didik juga perlu memiliki sifat yang tepat, dengan dilandasi oleh nilai-nilai positif terhadap kasus lingkungan tertentu (kegiatan pelestarian/kasus perusakan lingkungan hidup). Misalnya peserta didik memiliki sikap positif terhadap program perlindungan satwa liar. Dalam kasus lain, peserta didik memiliki sikap negatif terhadap kegiatan ekspor kayu glondongan ke luar negeri.

Teknik Penilaian
Penilaian sikap dapat dilakukan dengan berbagai cara atau teknik, antara lain : observasi perilaku, pertanyaan langsung, dan laporan pribadi. Teknik-teknik tersebut secara ringkas dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Observasi perilaku
Perilaku seseorang pada umumnya menunjukkan kecenderungan seseorang dalam suatu hal. Oleh karena itu, guru dapat melakukan observasi terhadap peserta didik yang dibinanya. Hasil observasi dapat dijadikan sebagai umpan balik dalam pembinaan.
Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik selama di sekolah.

2. Pertanyaan langsung
Kita juga dapat menanyakan secara langsung tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal. Misalnya, bagaimana tanggapan peserta didik tentang kebijakan baru yang diberlakukan di sekolah mengenai ”Peningkatan Ketertiban”.
Berdasarkan jawaban dari reaksi lain yang tampil dalam memberi jawaban dapat dipahami sikap peserta didik itu terhadap obyek sikap. Dalam penilaian sikap peserta didik di sekolah, guru juga dapat menggunakan teknik ini dalam menilai sikap dan membina peserta didik.
Contoh : Guru melemparkan pertanyaan kepada murid-murid, ”Apa yang harus kalian lakukan untuk menjaga ketertiban kelas kita ?”
Dari pertanyaan tersebut masing-masing peserta didik akan memberikan jawaban yang bervariasi baik dari segi jumlah maupun kualitas jawabannya.
Contoh penilaiannya:
1) Jika jawaban lebih dari 5 dan berbobot diberi nilai 61-100
2) Jika jawaban 3-4 diberi nilai 71 - 80
3) Jika jawaban 2-3 diberi nilai 50-70
4) Jika tidak menjawab sama sekali diberi nilai 0

3. Laporan pribadi
Melalui penggunaan teknik ini di sekolah, peserta didik diminta membuat ulasan yang berisi pandangannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi obyek sikap. Misalnya peserta didik diminta menulis pandangannya tentang ”Kerusuhan Antar Etnis” yang terjadi akhir-akhir ini di Indonesia. Dari ulasan yang dibuat oleh peserta didik tersebut dapat dibaca dan dipahami kecenderungan sikap yang dimilikinya.

3. Penilaian Tertulis
Penilaian secara tertulis dilakukan dengan tes tertulis. Tes tertulis merupakan tes dimana soal dan jawaban yang diberikan kepada peserta didik dalam bentuk tulisan. Dalam menjawab soal peserta didik tidak selalu merespon dalam bentuk menulis jawaban tetapi dapat juga dalam bentuk lain seperti memberi tanda, mewarnai, menggambar, dan lain-lain.

Teknik Penilaian
Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu :
1) Soal dengan memilih jawaban
a) pilihan ganda
b) dua pilihan (benar-salah, ya-tidak )
c) menjodohklan

2) Soal dengan menyuplai jawaban
a) isian singkat atau melengkapi
b) uraian terbatas
c) uraian obyektif/non obyektif
d) uraian terstruktur/non terstruktur

Dari berbagai alat penilaian tertulis, tes memilih jawaban benar-salah, isian singkat, dan menjodohkan merupakan alat untuk menilai kemampuan mengingat (pengetahuan). Tes pilihan ganda dapat digunakan untuk menilai kemampuan mengingat dan memahami. Pilihan ganda mempunyai kelemahan, yaitu peserta didik tidak mengembangkan sendiri jawabannya tetapi cenderung hanya memilih jawaban yang benar dan jika peserta didik tidak mengetahui jawaban yang benar, maka peserta didik akan menerka. Hal ini menimbulkan kecenderungan peserta didik tidak belajar untuk memahami pelajaran tetapi menghafal soal dan jawabannya. Selain itu pilihan ganda kurang mampu memberikan informasi yang cukup untuk dijadikan umpan balik guna mendiagnosis atau memodifikasi pengalaman belajar. Karena itu kurang dianjurkan pemakaiannya dalam penilaian kelas.

Tes tertulis bentuk uraian (essay) adalah alat penilaian yang menuntut peserta didik untuk mengingat, memahami, dan mengorganisasikan gagasannya atau hal-hal yang sudah dipelajari. Peserta didik mengemukakan atau mengekspresi-kan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Alat ini dapat menilai berbagai jenis kompetensi, misalnya mengemukakan pendapat, berfikir logis, dan menyimpulkan. Kelemahan alat ini antara lain cakupan materi yang ditanyakan terbatas. Dalam melakukan pemeriksaan soal uraian perlu diperhatikan hal-hal berikut :
1) Siapkan pedoman penilaian atau penskoran segera setelah menulis soal untuk memeriksa jawaban siswa kelak.
2) Bacalah jawaban siswa lalu bandingkan dengan jawaban yang ada pada pedoman.
3) Berikan skor sesuai tingkat kelengkapan dan kesempurnaan jawaban siswa. Semakin lengkap jawabannya semakin tinggi skornya dan sebaliknya semakin kurang lengkap jawabannya semakin kecil skornya.
4) Periksalah seluruh jawaban siswa pada nomor yang sama, baru kemudian dilanjutkan memeriksa jawaban nomor berikutnya. Hal ini perlu dilakukan untuk menjaga konsistensi dan obyektivitas pemberian skor.
5) Hindari faktor-faktor yang tidak relevan dalam pemberian skor, seperti bagus tidaknya tulisan, kedekatan hubungan guru dengan siswa, dan perilaku siswa yang menyenangkan dan menjengkelkan.
6) Dalam menyusun instrumen penilaian tertulis perlu dipertimbangkan hal-hal berikut :
• Materi, misalnya kesesuaian soal dengan kompetensi dasar dan indikator pencapaian pada kurikulum tingkat satuan pendidikan.
• Konstruksi, misalnya rumusan soal atau pertanyaan harus jelas dan tegas.
• Bahasa, misalnya rumusan soal tidak menggunakan kata/kalimat yang menim-bulkan penafsiran ganda.
• Kaidah penulisan, harus berpedoman pada kaidah penulisan soal yang baku dari berbagai bentuk soal penilaian.

4. Penilaian Proyek
Penilaian proyek merupakan penilaian terhadap suatu tugas yang harus diselesai-kan dalam periode/waktu tertentu. Tugas tersebut berupa suatu investigasi sejak dari perencanaan, pengumpulan data, pengorganisasian, pengolahan, dan penyaji-an data.
Penilain proyek dapat digunakan untuk mengetahui pemahaman, kemampuan mengaplikasikan, kemampuan penyelidikan, dan kemampuan menginformasikan peserta didik pada mata pelajaran tertentu secara jelas.
Dalam penilaian proyek setidaknya ada 3 hal yang perlu dipertimbangkan yaitu :
1) Kemampuan pengelolaan
Kemampuan peserta didik dalam memilih topik, mencari informasi dan mengelola waktu pengumpulan data serta penulisan laporan.
2) Relevansi
Kesesuaian mata pelajaran, dengan mempertimbangkan tahap pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan dalam pembelajaran.
3) Keaslian
Proyek yang dilakukan peserta didik harus merupakan hasil karyanya, dengan mempertimbangkan kontribusi guru berupa petunjuk dan dukungan terhadap proyek peserta didik.

Teknik Penilaian
Penilaian proyek dilakukan mulai dari perencanaan, proses pengerjaan, sampai hasil akhir proyek. Untuk itu, guru perlu menetapkan hal-hal berikut atau tahapan yang perlu dinilai, seperti penyusunan disain, pengumpulan data, analisis data, dan penyiapan laporan tertulis. Laporan tugas atau hasil penelitian juga dapat disajikan dalam bentuk poster. Pelaksanaan penilaian dapat menggunakan alat/instrumen penilaian berupa daftar cek ataupun skala penilaian. Berikut ini contoh penilaian proyek.

Penilaian Kinerja Ilmiah Sains
Aspek yang diamati Skor
B C K
Keterampilan
1. Merencanakan penelitian
2. Aktivitas pengamatan
3. Menggambar hasil pengamatan
4. Pembuatan catatan hasil
pengamatan.
5. Pelaporan

Sikap
1. Mampu bekerjasama
2. Sistematis dalam mengerjakan tugas
3. Mengerjakan tugas dengan serius
Keterangan :
B : skor 5; C : skor 3; K : skor 1

5. Penilaian Produk
Penilaian produk adalah penilaian terhadap proses pembuatan dan kualitas suatu produk. Penilaian produk meliputi penilaian kemampuan peserta didik membuat produk-produk teknologi dan seni, seperti : makanan, pakaian, hasil karya seni (lukisan, gambar), barang-barang terbuat dari kayu, keramik, plastik, dan logam.
Pengembangan produk meliputi 3 tahap dan setiap tahap perlu diadakan penilaian yaitu :
• Tahap persiapan, meliputi : penilaian kemampuan peserta didik dan mendesain produk.
• Tahap pembuatan produk (proses), meliputi : penilaian kemampuan peserta didik dalam menyeleksi dan menggunakan bahan, alat, dan teknik.
• Tahap penilaian produk (appraisal), meliputi penilaian produk yang dihasilkan peserta didik sesuai kriteria yang ditetapkan.

Teknik Penilaian
Penilaian produk biasanya menggunakan cara holistik dan analistik.
Cara holistik, yaitu berdasarkan kesan keseluruhan dari produk, biasanya dilakukan pada tahap appraisal.
Cara analistik, yaitu berdasarkan aspek-aspek produk, biasanya dilakukan terhadap semua kriteria yang terdapat pada semua tahap proses pengembangan.

6. Penilaian Diri (Self Assesment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.
Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penilaian kompetensi kognitif di kelas, misalnya : peserta didik diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan berfikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Penilaian dirinya didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Penilaian kompetensi afektif misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu obyek tertentu. Selanjutnya peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik, peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian diri di kelas antara lain:
• Dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri
• Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan yang dimilikinya
• Dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan obyektif dalam melakukan penilaian.

Teknik Penilaian
Penilaian diri dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan obyektif. Oleh karena itu, penilaian diri oleh peserta didik perlu dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai.
2) Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
3) Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda cek, atau skala penilaian.
4) Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri
5) Guru mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan obyektif.
6) Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian terhadap sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.

LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PENILAIAN

A. Penetapan Indikator Pencapaian Hasil Belajar
Indikator merupakan ukuran, karakteristik, ciri-ciri, pembuatan atau proses yang berkontribusi/menunjukkan ketercapaian suatu kompetensi dasar. Indikator dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diukur, seperti : mengidentifikasi, menghitung, membedakan, menyimpulkan, menceritakan kembali, mempraktekkan, mendemonstrasikan, dan mendeskripsikan.

Indikator pencapaian hasil belajar dikembangkan oleh guru dengan mempertimbangkan perkembangan dan kemampuan setiap peserta didik. Setiap kompetensi dasar dapat dikembangkan menjadi dua atau lebih indikator pencapaian hasil belajar, hal ini sesuai dengan keluasan dan kedalaman kompetensi dasar tersebut. Indikator-indikator pencapaian hasil belajar dari setiap kompetensi dasar merupakan acuan yang digunakan untuk melakukan penilaian. Berikut ini adalah salah satu contoh penetapan SK, KD, dan indikator pada mata pelajaran IPS,


Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator *
Memahami identitas diri dan keluarga, serta sikap saling menghormati dalam kemajemukan keluarga. 1.1 Mengidentifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat.
1.2 Menceritakan pengalaman diri • Siswa dapat menyebutkan identitas diri secara lisan di hadapan teman-temannya.
• Siswa dapat menceritakan pengalamannya dalam bentuk karangan sederhana
* Indikator dikembangkan oleh guru sekolah sesuai dengan kondisi daerah dan sekolah masing-masing. Satu KD dapat dikembangkan menjadi satu atau lebih indikator.

B. Penetapan SKBM (Standar Ketuntasan Belajar Minimal)/KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal)
Standar ketuntasan belajar minimal adalah batas ketuntasan yang harus dicapai oleh siswa untuk setiap kompetensi dasar pada semua mata pelajaran. Standar ketuntasan minimal pada tiap kompetensi dasar ditentukan oleh guru berdasarkan beberapa pertimbangan antara lain :
• Kompleksitas materi
• Intake ( daya serap) siswa
• Sarana dan prasarana yang tersedia di sekolah
Memperhatikan ketiga hal di atas, berarti antara satu kompetensi dasar dengan lainnya sangat mungkin berbeda-beda. Dengan demikian SKBM tiap mata pelajaran diperoleh dari rata-rata SKBM semua kompetensi dasar pada mata pelajaran tersebut. Misalnya Matematika kelas VII semester I mempunyai 4 KD, berarti SKBM Matematika kelas VII semester I adalah :
SKBM =
Setelah memperhatikan ketentuan-ketentuan penentuan SKBM, para guru mendiskusikan dan menentukan besarnya SKBM tiap KD serta SKBM tiap mata pelajaran. Adapun besarnya SKBM tiap aspek mata pelajaran seperti tabel di bawah ini.

Penetapan SKBM SMP Boarding school Ar-Rohmah Putri Malang
Tahun Pelajaran......
KOMPONEN Aspek yang dinilai SKBM Tiap Kelas
MATA PELAJARAN VII VIII IX
Al-Qur’an Membaca
Menulis
Menghafal
Menerjemah
Pemahaman Konsep
Hadits Pemahaman Konsep
Menghafal
Sirah Pemahaman konsep
Fiqh Pemahaman Konsep
Praktik
Aqidah Pemahaman Konsep
Bahasa Arab Mendengar
Berbicara
Membaca
Menulis
Adab Islam Pemahaman Konsep
PAI Pemahaman Konsep
Bahasa Indonesia Mendengar
Berbicara
Membaca
Menulis
Matematika Pemahaman Konsep
Penalaran dan Komunikasi
Penyelesaian masalah
PKN Pemahaman konsep
Penerapan
Ilmu Pengetahuan Alam Pemahaman Konsep
Praktik
Bahasa Inggris Listening
Speaking
Reading
Writing
Ilmu Pengetahuan Sosial Pemahaman Konsep
Penerapan
Penjas-Orkes Permainan & Olah Raga
Uji diri/Senam
Teknologi Infokom Pemahaman Konsep
Praktik
MUATAN LOKAL
Ketrampilan Kewanitaan Praktik
Pemahaman Konsep
PENGEMBANGAN DIRI
Melejitkan Potensi Diri Praktik

C. Pemetaan Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, Indikator dan Teknik Penilaian
Pemetaan standar kompetensi dilakukan untuk memudahkan guru dalam menentukan teknik penilaian. Berikut ini contoh pemetaan SK, KD dan indikator dengan teknik penilaian.














Mata pelajaran : IPS
Kelas / semester : I/1

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Indikator Aspek Teknik Penilaian
Tes Unjuk Kerja Produk Sikap Porto
Folio
Memahami identitas diri dan keluarga, serta sikap saling menghormati dalam kemajemuk-an keluarga 1.1. Mengidentifikasi identitas diri, keluarga, dan kerabat.

1.2. Menceri-takan pengala-man sendiri
1.3. Siswa memprak-tekkan hidup rukun dengan sesama anggota keluarga. • Siswa dapat menyebut-kan identitas diri secara lisan di depan teman-temannya.
• Mencerita-
kan penga
laman sen-
diri.
• Siswa memprak-tekkan hidup rukun dengan sesama anggota keluarga  Penguasaan konsep







 Penera
Pan


 Penera
pan v









-



- v









v



- -









-



- -









-



V -









-



v

D. Penetapan Teknik Penilaian
Dalam memilih teknik penilaian guru harus mempertimbangkan ciri indikator, contoh :
• Apabila tuntutan indikator melakukan sesuatu, maka teknik penilaiannya adalah unjuk kerja (performance)
• Apabila tuntutan indikator berkaitan dengan pemahaman konsep, maka teknik penilaiannya adalah tertulis.

PRINSIP-PRINSIP PENILAIAN KELAS

Beberapa prinsip penilaian kelas antara lain :
1. Prinsip integral dan komprehensif yakni penilaian dilakukan secara utuh dan menyeluruh terhadap semua aspek pembelajaran baik pengetahuan, keterampilan maupun sikap/nilai.
2. Prinsip kesinambungan yakni penilaian dilakukan secara terencana, terus menerus, dan bertahap untuk memperoleh gambaran tentang perkembangan tingkah laku siswa sebagai hasil dari kegiatan belajar. Untuk memenuhi prinsip ini, kegiatan penilaian harus sudah direncanakan bersamaan dengan kegiatan penyusunan program semester dan dilaksanakan sesuai dengan program yang telah disusun.
3. Prinsip obyektif yakni penilaian dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang handal dan dilaksanakan secara obyektif, sehingga dapat menggambarkan kemampuan yang diukur.
4. Penilaian dilakukan dengan mengacu pada indikator-indikator dari masing-masing kompetensi dasar dari setiap mata pelajaran.
5. Penilaian pembelajaran mencakup penilaian terhadap proses dan hasil belajar siswa. Penilaian proses belajar adalah upaya pemberian nilai terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan siswa, sedangkan penilaian hasil belajar adalah proses pemberian nilai terhadap hasil-hasil belajar yang dicapai dengan menggunakan kriteria tertentu. Hasil belajar tersebut pada hakekatnya merupakan kompetensi-kompetensi yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai. Kompetensi tersebut dapat dikenali melalui sejumlah indikatornya yang dapat diukur dan diamati.
6. Hasil karya/kerja peserta didik dapat digunakan sebagai bahan masukan guru dalam mengambil keputusan.

Perlu dicatat bahwa satu jenis penilaian tidak dapat mengumpulkan informasi hasil dan kemajuan belajar peserta didik secara lengkap. Penilaian tunggal tidak cukup untuk memberi gambaran/informasi tentang kemampuan, keterampilan, pengetahuan, dan sikap seseorang. Lagi pula, interpretasi hasil tes tidak mutlak dan abadi karena anak terus berkembang sesuai dengan pengalaman belajar yang dialami. Untuk itu dalam pelaksanaan penilaian kelas guru diharapkan menggunakan beragam jenis penilaian untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik.

JENIS PENILAIAN

Try out
Tujuan
• Mengukur daya serap siswa dari hasil pembelajaran setiap topik.
• Sebagai acuan untuk menentukan siswa yang remidial atau pengayaan
• Sebagai acuan untuk penanganan siswa berkebutuhan khusus (special needs).
• Sebagai acuan untuk memperbaiki proses pembelajaran topik tersebut
• Sebagai pengantar untuk ulangan harian
• Sebagai salah satu acuan untuk nilai tugas

Pelaksanaan
• Materi try out disesuaikan dengan topik yang sudah diajarkan oleh guru bersangkutan
• Untuk kelas paralel, soal yang diberikan harus sama walaupun guru pengajarnya berbeda
• Jika siswa mendapatkan nilai try out kurang dari SKBM, harus dilakukan perbaikan/remedial sedangkan yang lebih diberikan pengayaan.

Bentuk soal
• Soal dapat berbentuk paper and pencil test (tulis), produk, observasi, unjuk kerja, portofolio, penilaian diri, dan sikap.
• Jika soal try out harian berbentuk paper dan pencil test (tulis) maka bentuk soal berupa pilihan ganda, isian singkat dan uraian terbatas yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan masing-masing MGMP.

Ulangan Harian
Tujuan
• Mengukur daya serap siswa dari hasil pembelajaran setiap topik.
• Salah satu bahan acuan untuk menentukan nilai rapor

Pelaksanaan
• Materi ulangan disesuaikan dengan topik yang sudah diajarkan oleh guru bersangkutan
• Untuk kelas paralel, soal yang diberikan harus sama walaupun guru pengajarnya berbeda
• Ada perbaikan untuk nilai Ulangan harian.

Bentuk soal
• Soal dapat berbentuk paper and pencil test (tulis), produk, observasi, unjuk kerja, portofolio, penilaian diri, dan sikap.
• Jika soal ulangan harian berbentuk paper dan pencil test (tulis) maka bentuk soal berupa pilihan ganda, isian singkat dan uraian terbatas yang jumlahnya sesuai dengan kesepakatan masing-masing MGMP.

Ulangan Tengah/ Akhir Semester (UTS/ UAS)
Tujuan
• Mengukur daya serap hasil pembelajaran secara komulatif di setiap tengah/ akhir semester
• Sebagai salah satu elemen dalam pengisian nilai rapor

Pelaksanaan
• Dilaksanakan pada tengah/ akhir semester berdasarkan jadual sekolah.
• Soal yang diujikan dalam UAS harus melalui verifikasi tiap-tiap MGMP.
• Untuk UAS tidak ada ulangan perbaikan.
• UAS susulan diberikan kepada siswa saat dan atau setelah pelaksanaan UAS yang merupakan tanggung jawab panitia UAS.
• pengoreksian menjadi tanggung jawab korektor. Korektor adalah guru bidang studi masing-masing.
• Soal UAS tidak boleh hampir sama atau sama persis dengan ulangan harian.
• Nilai UAS dari korektor harus disertakan ke wali kelas jika format nilai dibuat sendiri atau diganti.

Bentuk Soal
 Bentuk soal UAS meliputi isian singkat dan uraian terbatas, pilihan ganda, dan uraian.
 Komposisi soal dan skor ditentukan oleh masing-masing MGMP
 Khusus untuk bidang studi yang bersifat praktikum : Penjaskes, Al-Qur’an, Praktek Ibadah, dan Komputer, UAS dilaksanakan sebelum jadual UAS tulis berlangsung.


Penilaian Tugas dan Pekerjaan Rumah (PR)
Tujuan
o menumbuhkan minat baca
o menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa
o meningkatkan prestasi akademik siswa

Pelaksanaan
• Tiap semester, pemberian tugas minimal 2 kali untuk bidang studi yang jumlah pelajarannya lebih dari 6 jp per minggu dan minimal 1 kali untuk bidang studi yang jumlah pelajarannya kurang dari 6 jp per minggu.
• Dalam memberikan PR, setiap guru harus memperhatikan :
• Banyak soal yang diberikan hendaknya seminimal mungkin, mengingat model sekolah boarding
• Tenggat waktu dalam pemberian PR harus proporsional dengan jumlah yang diberikan
• Papan info di masing-masing kelas


Pengayaan, Remidi, dan Try Out
Esensi lain dari pembelajaran setelah adanya penetapan SKBM adalah diterapkannya pengayaan, remidi ( pembelajaran ulang ) dan Try out ( Percobaan ). Pengayaan untuk siswa yang sudah mencapai nilai SKBM atau lebih atau disebut sudah tuntas, sedang remidi untuk siswa yang belum mencapai nilai SKBM atau disebut belum tuntas.

Fungsi pengayaan adalah memperluas dan/atau memperdalam materi pelajaran. Sedang fungsi remidi adalah untuk memastikan bahwa siswa telah mencapai ketuntasan dalam menguasai pelajaran. Ulangan harian hanya dapat dilaksanakan bila guru telah mengetahui dan dapat memastikan bahwa mayoritas siswanya telah menguasai pelajaran yang diajarkan. Darimana guru dapat mengetahui dan memastikan hal ini ? Dari ulangan percobaan (try out) yang diberikan sebelum Ulangan harian dilaksanakan. Dari hasil try out inilah guru dapat memastikan apakah seorang siswa memerlukan remidi atau tidak. Namun try out maksimal dilakukan 2 kali. Dan try out ini termasuk dalam kategori tugas, sehingga bobot nilainya adalah ½ dari nilai Ulangan harian. Jika dari 2 kali try out ternyata hasil belajar siswa belum mencapai SKBM, maka ia harus berusaha keras untuk mendapatkan nilai yang baik pada saat Ulangan Harian. Dan jika hasil nilai ulangan hariannya juga tidak bagus, maka dianggap kemampuan siswa, untuk sementara ini, memang hanya sampai di situ. Mungkin ia harus mendapatkan tambahan waktu belajar khusus.

Dengan cara seperti ini, maka yang diperoleh siswa adalah nilai murni. Penetapan sistem nilai murni ini diharapkan menimbulkan efek psikologis positif pada siswa, yaitu mereka serius dan memberi perhatian besar dalam setiap proses belajar mengajar, dan bukan melulu mengejar hasil belajar.

Perlu dicatat, bahwa sistem nilai murni ini hanya dapat efektif bila sejak awal siswa telah dikelompokan berdasarkan tingkat kemampuan intelektualnya secara adil.


Kenaikan Kelas
Siswa dinyatakan naik kelas jika :
• Menyelesaikan seluruh program pembelajaran pada dua semester di kelas yang diikuti;
• Tidak terdapat nilai di bawah SKBM maksimal 3 mata pelajaran pada tiap semester yang diikuti;
• Memiliki nilai minimal baik untuk komponen Pengembangan Diri.
• Ketidakhadiran tanpa keterangan (Alpha) maksimal 10% dari jumlah hari efektif dalam satu tahun ajaran.
Keputusan kenaikan kelas ditetapkan bersama dalam rapat kenaikan kelas yang dihadiri oleh seluruh guru dan dipimpin oleh kepala sekolah dengan memperhatikan berbagai pertimbangan, misalnya : prestasi non akademik, kepribadian dan absensi.

Pindah Sekolah
Sekolah akan memfasilitasi adanya siswa yang berkeinginan pindah sekolah dengan ketentuan :
• Tidak memiliki tanggungan keuangan ataupun administrasi dengan pihak sekolah;
• Alasan dinas orang tua yang berpindah tempat;
• Kondisi yang tidak memungkinkan
• Sekolah yang menjadi tujuan pindah menggunakan kurikulum yang sesuai dengan sekolah asal;
• Untuk pelaksanaan pindah sekolah lintas provinsi/kabupaten/kota dikoordinasikan dengan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota tujuan.
• Sekolah dapat menentukan persyaratan pindah/mutasi siswa sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah, antara lain mencakup hal-hal berikut :
• Menyesuaikan bentuk laporan hasil belajar siswa (rapor) dari sekolah asal sesuai dengan bentuk rapor yang digunakan di sekolah tujuan;
• Melakukan tes atau matrikulasi bagi siswa pindahan

Kriteria Kelulusan
Siswa dinyatakan lulus apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. Memperoleh nilai minimal SKL pada penilaian akhir untuk kelompok mata pelajaran :
 Agama dan akhlaq mulia
 Kewarganegaraan dan kepribadian
 Estetika
 Jasmani, olahraga, dan kesehatan
c. Lulus Ujian Sekolah
d. Lulus Ujian Nasional bila diselenggarkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Pendidikan Kecakapan Hidup

Pendidikan kecakapan hidup dilaksanakan sesuai dengan jenjang kelas masing-masing. Pendidikan ini dilaksanakan mengikuti Program Unggulan masing-masing kelas.

Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal dan Global
1. Keunggulan Lokal
Karena SMP AR-ROHMAH Putri merupakan sekolah yang berbasis tauhid, maka lulusannya diharapkan mempunyai target yang berbeda dengan sekolah umum. Adapun ketentuannya sebagai berikut:
 Setiap siswa mempunyai tanggungan berupa menghafal Al Qur’an Juz ke-30 atau Juz 29 dan ayat-ayat pilihan.
 Raport dapat diterima jika siswa tidak punya tanggungan hafalan;
 Siswa yang masih punya tanggungan tagihan, dapat menerima raport jika membuat surat pernyataan berisi kesanggupan melunasi tagihan yang diketahui orang tua;
2. Keunggulan Global
Lulusan siswa mempunyai keunggulan global yaitu mampu mencapai test TOEFL ….., sedangkan guru pengajarnya ……



















BAB VII
PENGELOLAAN HASIL PENILAIAN BELAJAR


A. Pengolahan Hasil Penilaian

1. Data Penilaian Unjuk Kerja
Data penilaian unjuk kerja adalah skor yang diperoleh dari pengamatan yang dilakukan terhadap penampilan peserta didik dari suatu kompetensi. Skor diperoleh dengan cara mengisi format penilaian unjuk kerja yang berupa daftar cek atau skala penilaian.
Nilai yang dicapai oleh peserta didik dalam suatu kegiatan unjuk kerja adalah skor pencapaian dibagi skor maksimum dikali 10 (untuk skala 0 – 10) atau dikali 100 (untuk skala 0 –100). Misalnya, dalam suatu penilaian unjuk kerja pidato, ada 8 aspek yang dinilai antara lain : berdiri tegak, menatap kepada hadirin, penyampaian gagasan jelas, sistematis dan sebagainya. Apabila seseorang mendapar skor 6, skor maksimumnya 8, maka nilai yang diperoleh adalah sebagai berikut :

Nilai 7,5 yang dicapai peserta didik mempunyai arti bahwa peserta didik telah mencapai 75% maka untuk mencapai kompetensi tersebut dapat dikatakan peserta didik telah mencapai ketuntasan belajar. Dengan demikian, peserta didik tersebut dapat melanjutkan ke kompetensi berikutnya.

2. Data Penilaian ADAB
Data penilaian adab bersumber dari catatan harian peserta didik berdasarkan pengamatan/observasi guru mata pelajaran. Data hasil pengamatan guru dapat dilengkapi dengan hasil penilaian berdasarkan pertanyaan langsung dan laporan pribadi.
Seperti telah diutarakan sebelumnya, hal yang harus dicatat dalam peniliaian adab peserta didik adalah kejadian-kejadian menonjol yang berkaitan dengan sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta didik, baik positif maupun negatif. Yang dimaksud dengan kejadian-kejadian menonjol adalah kejadian-kejadian yang perlu mendapat perhatian, atau perlu diberi peringatan dan penghargaan dalam rangka pembinaan peserta didik.
Pada akhir semester, guru mata pelajaran merupakan sintesis, sebagai deskripsi dari sikap, perilaku, dan unjuk kerja peserta didik dalam semester tersebut untuk mata pelajaran yang bersangkutan. Deskripsi tersebut menjadi bahan atau pernyataan untuk diisi dalam kolom catatan guru pada rapor peserta didik untuk semester dan mata pelajaran yang berkaitan. Selain itu berdasarkan catatan-catatan tentang peserta didik yang dimilikinya, guru mata pelajaran dapat memberi masukan pula kepada guru Bimbingan Konseling maupun wali kelas untuk merumuskan catatan, baik peringatan atau rekomendasi.

3. Data Penilaian Tertulis
Data penilaian tertulis adalah skor yang diperoleh peserta didik dari hasil berbagai tes tertulis yang diikuti peserta didik. Soal tes tertulis dapat berbentuk pilihan ganda, benar salah, menjodohkan, uraian, dan jawaban singkat.
Saat bentuk pilihan ganda diskor dengan angka 1 (satu) bagi setiap butir jawaban yang benar dan angka 0 (nol) bagi setiap butir soal yang salah. Skor yang diperoleh peserta didik untuk suatu perangkat tes pilihan ganda dihitung dengan prosedur :

Prosedur ini juga dapat digunakan dalam menghitung skor perolehan peserta didik untuk soal berbentuk benar-salah, menjodohkan, dan jawaban singkat. Keempat bentuk soal terakhir ini juga dapat dilakukan penskoran secara obyektif dan dapat diberi skor 1 untuk setiap jawaban yang benar.
Soal bentuk uraian dibedakan dalam dua kategori, uraian obyektif dan uraian non obyektif. Uraian obyektif dapat diskor secara obyektif berdasarkan konsep atau kata kunci sebagai jawaban yang benar. Setiap konsep atau kunci yang benar dapat dijawab peserta didik diberi skor 1. Skor maksimal butir soal adalah sama dengan jumlah konsep kunci yang dituntut untuk dijawab oleh peserta didik. Skor capaian peserta didik untuk satu butir soal kategori ini adalah jumlah konsep kunci yang dapat dijawab benar, dibagi skor maksimal, dikali 10.
Soal bentuk uraian non obyektif tidak dapat diskor secara obyektif, karena jawaban yang dinilai dapat berupa opini atau pendapat peserta didik sendiri, bukan berupa konsep kunci yang sudah pasti. Pedoman penilaiannya berupa kriteria-kriteria jawaban. Setiap kriteria jawaban diberikan rentang nilai tertentu, misalnya 0 – 5. Tidak ada jawaban untuk suatu kriteria diberi skor 0. Besar kecilnya yang diperoleh peserta didik untuk suatu kriteria ditentukan berdasarkan tingkat kesempurnaan jawaban dibandingkan dengan kriteria jawaban tersebut.
Skor penilaian yang diperoleh dengan menggunakan berbagai bentuk tes tertulis perlu digabung menjadi satu kesatuan nilai penguasaan kompetensi dasar dan standar kompetensi mata pelajaran. Dalam proses penggabungan dan penyatuan nilai, data yang diperoleh dengan masing-masing bentuk soal tersebut juga perlu diberi bobot, dengan mempertimbangkan tingkat kesukaran dan kompleksitas jawaban. Nilai akhir semester ditulis dalam rentang 0 sampai 10 dengan dua angka dibelakang koma. Nilai akhir semester yang diperoleh oleh peserta didik merupakan deskripsi tentang tingkat atau prosentase penguasaan kompetensi dasar dalam semester tersebut. Misalnya, nilai 6,50 dapat dintepretasikan peserta didik telah menguasai 65% unjuk kerja berkaitan dengan kompentensi dasar mata pelajaran dalam semester tersebut.

4. Data Penilaian Proyek
Data penilaian proyek meliputi skor yang diperoleh dari tahap-tahap : perencanaan/ persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, dan penyajian data/laporan. Dalam menilai setiap tahap, guru dapat menggunakan skor yang terentang dari 1 sampai 4. Skor 1 merupakan skor terendah dan skor 4 merupakan skor tertinggi untuk setiap tahap. Jadi total skor terendah untuk keseluruhan tahap adalah 4 dan total skor tertinggi adalah 16. Berikut tabel yang memuat contoh deskripsi dan penskoran untuk masing-masing tahap.
Tahap Deskripsi Skor
Perencanaan/persiapan Memuat :
Topik, tujuan, bahan/alat, langkah-langkah kerja, jadwal, waktu, perkiraan data yang diperoleh, tempat penelitian, daftar pertanyaan atau format pengamatan yang sesuai dengan tujuan. 1-4
Pengumpulan data Data tercatat dengan rapi, jelas dan lengkap.
Ketepatan menggunakan alat/bahan 1 – 4

Pengolahan data Ada pengklasifikasian data, penafsiran data sesuai dengan tujuan penelitian 1 – 4
Penyajian data/laporan Merumuskan topik, merumuskan tujuan penelitian, menuliskan alat dan bahan, menguraikan cara kerja (langkah-langkah kegiatan).
Penulisan laporan sistematis, menggunakan bahasa yang komunikatif. Penyajian data lengkap, memuat kesimpulan dan saran. 1 - 4
Keterangan :
Semakin lengkap dan sesuai informasi pada setiap tahap semakin tinggi skor yang diperoleh.

5. Data Penilaian Produk
Data penilaian produk diperoleh dari tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pembuatan (produk), dan tahap penilaian (appraisal). Informasi tentang data penilaian produk diperoleh dengan menggunakan cara holistik atau cara analitik. Dengan cara holistik, guru menilai hasil produk peserta didik berdasarkan kesan keseluruhan produk dengan menggunakan kriteria keindahan dan kegunaan produk tersebut pada skala 0 – 10 atau 0 – 100. Cara penilaian analitik, guru menilai hasil produk berdasarkan tahap proses pengembangan, yaitu mulai dari tahap pembuatan dan tahap penilaian.
Contoh tabel penilaian analitik dan penskorannya
Tahap Deskripsi Skor
Persiapan Kemampuan merencanakan seperti :
• Menggali dan mengembangkan gagasan
• Mendesain produk, menentukan alat, dan bahan 1- 10
Pembuatan produk • Kemampuan menyeleksi dan menggunakan bahan
• Kemampuan menyeleksi dan menggunakan alat
• Kemampuan menyeleksi dan menggunakan teknik 1- 10
Penilaian produk • Kemampuan peserta didik membuat produk sesuai kegunaan dan fungsinya.
• Produk memenuhi kriteria keindahan 1- 10
Kriteria penskoran :
Menggunakan skala skor 1 – 10 atau 1 – 100
Semakin baik kemampuan yang ditampilkan, semakin tinggi skor yang diperoleh.

6. Data Penilaian Portofolio
Data penilaian portofolio peserta didik didasarkan dari hasil kumpulan informasi yang telah dilakukan oleh peserta didik selama pembelajaran berlangsung. Komponen penilaian portofolio meliputi : (1) catatan guru, (2) hasil pekerjaan peserta didik, dan (3) profil perkembangan peserta didik. Hasil penilaian guru mampu memberi penilaian terhadap sikap peserta didik dalam melakukan kegiatan portofolio. Hasil pekerjaan peserta didik mampu memberi skor berdasarkan kriteria (1) rangkuman isi portofolio, (2) dokumentasi/data dalam folder, (3) perkembangan dokumen, (4) ringkasan setiap dokumen, (5) presentasi, dan (6) penampilan. Hasil profil perkembangan peserta didik mampu memberi skor berdasarkan gambaran perkembangan pencapaian kompetensi peserta didik pada selang waktu tertentu. Ketiga komponen ini dijadikan suatu informasi tentang tingkat kemajuan atau penguasaan kompetensi peserta didik sebagai hasil dari proses pembelajaran.
Berdasarkan ketiga komponen penilaian tersebut, guru menilai peserta didik menggunakan acuan patokan kriteria yang artinya apakah peserta didik telah mencapai kompetensi yang diharapkan dalam bentuk prosentase (%) pencapaian atau menggunakan skala 0 – 10 atau 0 – 100 dengan patokan jumlah skor pencapaian dibagi skor maksimum yang dapat dicapai dikali 10 atau 100. Dengan demikian akan diperoleh skor peserta didik berdasarkan portofolio masing-masing

7. Data Penilaian Diri
Data penilaian diri adalah data yang diperoleh dari hasil penilaian tentang kemampuan, kecakapan, atau penguasaan kompetensi tertentu, yang dilakukan oleh peserta didik sendiri, sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan.
Pada taraf awal, hasil penilaian diri yang dilakukan oleh peserta didik tidak dapat langsung dipercayai dan digunakan, karena dua alasan utama. Pertama, karena peserta didik belum terbiasa dan terlatih, sangat terbuka kemungkinan bahwa peserta didik banyak melakukan kesalahan dalam penilaian. Kedua, ada kemungkinan peserta didik sangat subyektif dalam melakukan penilaian, karena terdorong oleh keinginan untuk mendapatkan nilai yang baik. Oleh karena itu, pada taraf awal, guru perlu melakukan langkah-langkah telaah terhadap hasil penilaian diri peserta didik. Guru perlu mengambil sampel antara 10% - 20% untuk ditelaah, dikoreksi dan dilakukan penilaian ulang. Apabila hasil koreksi ulang yang dilakukan oleh guru menunjukkan bahwa peserta didik banyak melakukan kesalahan-kesalahan dalam melakukan koreksi, guru dapat mengembalikan seluruh hasil pekerjaan kepada peserta didik untuk dikoreksi kembali, dengan menunjukkan catatan tentang kelemahan-kelemahan yang telah mereka lakukan dalam koreksian pertama. Dua atau tiga guru melakukan langkah-langkah koreksi dan telaah seperti ini, para peserta didik menjadi terlatih dalam melakukan penilaian diri secara baik, obyektif, dan jujur.
Apabila peserta didik telah terlatih dalam melakukan penilaian diri dengan jujur. Hasil penilaian diri yang dilakukan peserta didik juga dapat dipercaya serta dapat dipahami,, diintepretasikan, dan dapat digunakan seperti hasil penilaian yang dilakukan guru.

B. Intepretasi Hasil Penilaian dalan Menetapkan Ketuntasan Belajar
Penilaian dilakukan untuk menentukan apakah peserta didik telah berhasil menguasai suatu kompetensi mengacu ke indikator. Penilaian dilakukan saat pembelajaran atau setelah pembelajaran berlangsung. Sebuah indikator dapat dijaring dengan beberapa soal/tugas.
Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator dalam suatu kompetensi dasar ditetapkan antara 0% - 100%. Kriteria ideal untuk masing-masing indikator lebih besar dari 60%. Namun sekolah dapat menetapkan kriteria atau tingkat pencapaian indikator, apakah 50%, 60%, atau 70%. Penetapan itu disesuaikan dengan kondisi sekolah, seperti tingkat kemampuan akademis peserta didik, kompleksitas indikator, dan daya dukung guru serta ketersediaan sarana dan prasarana. Namun, kualitas sekolah akan dinilai oleh pihak luar secara berkala, misalnya melalui ujian nasional. Hasil penilaian ini akan menunjukkan peringkat suatu sekolah dibandingkan dengan sekolah lain (benchmarking). Melalui peringkat ini diharapkan sekolah terpacu untuk meningkatkan kualitasnya, dalam hal ini meningkatkan kriteria pencapaian indikator semakin mendekati 100%.
Apabila nilai peserta didik untuk indikator pencapaian sama atau lebih besar dari kriteria ketuntasan, dapat dikatakan bahwa peserta didik telah menuntaskan indikator itu. Apabila semua indikator telah tuntas, dapat dikatakan peserta didik telah menguasai KD bersangkutan. Dengan demikian, peserta didik dapat diinterpretasikan telah menguasai SK dan mata pelajaran. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang telah tuntas lebih dari 50% peserta didik dapat mempelajari KD berikutnya dengan mengikuti remidial untuk indikator yang belum tuntas. Sebaliknya, apabila nilai indikator dari suatu KD lebih kecil dari kriteria ketuntasan dapat dikatakan peserta didik itu belum menuntaskan indikator itu. Apabila jumlah indikator dari suatu KD yang belum tuntas sama atau lebih dari 50% peserta didik belum dapat mempelajari KD berikutnya. Berikut ini contoh perhitungan nilai kompetensi dasar dan ketuntasan belajar pada suatu mata pelajaran.
Kompetensi Dasar Indikator SKBM Nilai peserta didik Ketuntasan
Memahami ciri-ciri dan kebutuhan makhluk hidup serta hal-hal yang mempengaruhi perubahan pada makhluk hidup.







Memahami kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan, dan upaya menjaga kesehatan lngkungan. 1. Mengidentifikasi ciri-ciri dan kebutuhan makhluk hidup.
2. Menggolongkan makhluk hidup secara sederhana
3. Mendeskripsikan perubahan yang terjadi pada makhluk hidup dan hal-hal yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

1. Membedakan ciri-ciri lingkungan sehat dan lingkungan tidak sehat berdasarkan pengamatan.
2. Mendeskripsikan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap kesehatan.
3. Menjelaskan cara menjaga kesehatan lingkungan sekitar. 60


60


50







60

70


60 60


59


59







61

80


90
Tuntas


Tidak Tuntas


Tuntas







Tuntas

Tuntas


Tuntas
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa nilai indikator pada kompetensi dasar 1 cenderung 60. Jadi nilai kompetensi dasar 1 adalah 60 atau 6. Nilai indikator pada kompetensi dasar 2 bervariasi, sehinga dihitung nilai rata-rata indikator. Jadi nilai kompetensi dasar ke 2 : = 77 atau 7,7
Pada kompetensi dasar 1, indikator ke –2 belum tuntas. Jadi peserta didik perlu mengikuti remedial untuk indikator tersebut.





































BAB VIII
PEMANFAATAN DAN PELAPORAN
HASIL PENILAIAN KELAS


Penilaian kelas menghasilkan informasi pencapaian kompetensi peserta didik yang digunakan antara lain: (1) perbaikan (remedial) bagi peserta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan, (2) pengayaan bagi peserta didik yang mencapai kriteria ketuntasan lebih cepat dari waktu yang disediakan, (3) perbaikan program dan proses pembelajaran, (4) pelaporan, dan (5) penentuan kenaikan kelas.

A. Pemanfaatan Hasil Penilaian
1. Bagi pesera didik yang memerlukan remedial
Guru harus percaya bahwa setiap peserta didik dalam kelasnya mampu mencapai kriteria ketuntasan setiap kompetensi, bila peserta didik mendapat bantuan yang tepat. Misalnya, memberikan bantuan sesuai gaya belajar peserta didik pada waktu yang tepat sehingga kesulitan dan kegagalan tidak menumpuk. Dengan demikian peserta didik tidak frustasi dalam mencapai kompetensi yang harus dikuasainya.
Remedial dilakukan oleh guru mata pelajaran atau guru lain yang memiliki kemampuan memberikan bantuan dan mengetahui kekurangan peserta didik. Remedial diberikan kepada peseta didik yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar. Kegiatan dapat berupa tatap muka dengan guru atau diberi kesempatan untuk belajar sendiri, kemudian dilakukan penilaian dengan cara : menjawab pertanyaan, membuat rangkuman pelajaran, atau mengerjakan tugas mengumpulkan data. Waktu remedial diatur berdasarkan kesepakatan antara peserta didik dengan guru, dapat dilaksanakan pada atau di luar jam efektif. Remedial hanya diberikan untuk indikator yang belum tuntas.

2. Bagi peserta didik yang memerlukan pengayaan
Pengayaan dilakukan bagi peserta didik yang memiliki penguasaan lebih cepat dibandingkan peserta didik lainnya, atau peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar ketika sebagian peserta didik yang lain belum. Peserta didik yang berprestasi baik perlu mendapat pengayaan agar dapat mengembangkan potensi secara optimal. Salah satu kegiatan pengayaan yaitu memberikan materi tambahan, latihan tambahan atau tugas individual yang bertujuan untuk memperkaya kompetensi yang telah dicapainya. Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai peserta didik pada mata pelajaran yang bersangkutan. Pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat baik pada atau di luar jam efektif. Bagi peserta didik yang secara konsisten selalu mencapai kompetensi lebih cepat, dapat diberikan progam akselerasi.

3. Bagi Guru
Guru dapat memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan program dan kegiatan pembelajaran. Misalnya, guru dapat mengambil keputusan terbaik dan cepat untuk memberikan bantuan optimal kepada kelas dalam mencapai kompetensi yang telah ditargetkan kurikulum, atau guru harus mengulang pelajaran dengan mengubah strategi pembelajaran, dan memperbaiki program pembelajarannya. Oleh karena itu, program yang telah dirancang, strategi pembelajaran yang telah disiapkan, dan bahan yang telah disiapkan perlu dievaluasi, direvisi, atau mungkin diganti apabila ternyata tidak efektif membantu peserta didik dalam mencapai penguasaan kompetensi. Perbaikan program tidak perlu menunggu sampai akhir semester, karena bila dilakukan pada akhir semester bisa saja perbaikan itu akan terlambat.

4. Bagi Kepala Sekolah
Hasil penilaian dapat digunakan Kepala Sekolah untuk menilai kinerja guru dan tingkat keberhasilan siswa.

B. Pelaporan Hasil Penilaian Kelas
1. Laporan Sebagai Akuntabilitas Publik
Kurikulum berbasis kompetensi dirancang dan dilaksanakan dalam rangka kerangka manajemen berbasis sekolah, di mana peran serta masyarakat di bidang pendidikan tidak hanya terbatas pada dukungan dana saja, tetapi juga di bidang akademik. Unsur penting dalam manajemen berbasis sekolah adalah partisipasi masyarakat, transparansi dan akuntabilitas publik. Atas dasar itu, laporan kemajuan hasil belajar peserta didik dibuat sebagai pertanggungjawaban lembaga sekolah kepada orang tua/wali peserta didik, komite sekolah, masyarakat, dan instansi terkait lainnya. Laporan tersebut merupakan sarana komunikasi dan kerja sama antara sekolah, orang tua, dan masyarakat yang bermanfaat bagi kemajuan belajar peserta didik maupun pengembangan sekolah.

Pelaporan hasil belajar :
• Merinci hasil belajar peserta didik berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan dikaitkan dengan penilaian yang bermanfaat bagi pengembangan peserta didik.
• Memberikan informasi yang jelas, komprehensif, dan akurat.
• Menjamin orang tua mendapat informasi secepatnya bilamana anaknya bermasalah dalam belajar.

2. Bentuk Laporan
Laporan kemajuan belajar peserta didik dapat disajikan dalam data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuntitatif disajikan dalam angka (skor), misalnya seorang peserta didik mendapat nilai 6 pada mata pelajaran matematika. Namun, makna nilai tunggal seperti itu kurang dipahami peserta didik maupun orang tua karena terlalu umum. Hal ini membuat orang tua sulit menindaklanjuti apakah anaknya perlu dibantu dalam bidang aritmatika, aljabar, geometri, statistika, atau hal lain.
Laporan harus disajikan dalam bentuk yang lebih komunikatif dan komprehensif agar ”profil” atau tingkat kemajuan belajar peserta didik mudah terbaca dan dipahami. Dengan demikian orang tua/wali lebih mudah mengidentifikasi kompetensi yang belum dimiliki peserta didik, sehingga dapat menentukan jenis kompetensi yang belum dimiliki peserta didik, sehingga dapat menentukan jenis bantuan yang diperlukan bagi anaknya. Di pihak anak ia dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan dirinya serta aspek mana yang perlu ditingkatkan.

3. Isi Laporan
Pada umumnya orang tua menginginkan jawaban dari pertanyaan sebagai berikut :
• Bagaimana keadaan anak waktu belajar di sekolah secara akademik, fisik, sosial dan emosional ?
• Sejauh mana anak berpartisipasi dalan kegiatan di sekolah ?
• Kemampuan/kompetensi apa yang sudah dan belum dikuasai dengan baik ?
• Apa yang harus orangtua lakukan untuk membantu dan mengembangkan prestasi anak lebih lanjut ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, informasi yang diberikan kepada orang tua hendaknya :
• Menggunakan bahasa yang mudah dipahami
• Menitikberatkan kekuatan dan apa yang telah dicapai anak.
• Memberikan perhatian pada pengembangan dan pembelajaran anak
• Berkaitan erat dengan hasil belajar yang harus dicapai dalam kurikulum
• Berisi informasi tentang tingkat pencapaian hasil belajar.

4. Daftar Nilai dan Rekap Nilai
a. Pengertian
Daftar nilai merupakan alat pemantau kemajuan belajar peserta didik, yang berisi informasi tentang pencapaian kompetensi peserta didik untuk setiap KD, dalam kurun waktu 1 semester. Daftar nilai ini diperlukan sebagai alat kontrol bagi guru tentang perkembangan hasil belajar peserta didik, sehingga diketahui kapan peserta didik memerlukan remedial.
Sedangkan rekap nilai merupakan rangkuman dari daftar nilai yang dimiliki oleh wali kelas untuk memantau perkembangan siswa yang menjadi tanggung jawabnya sebai wali kelas. Rekap ini juga digunakan sebagai laporan kepada orang tua tentang perkembangan kompetensi siswa.
Nilai yang ditulis merupakan kumpulan nilai dari setiap KD dari setiap aspek penilaian. Rata-rata nilai KD dalam setiap aspek akan menjadi nilai pencapaian kompetensi untuk aspek yang bersangkutan.

b. Daftar Nilai dan Rekap Nilai
Beberapa jenis daftar nilai dan rekap nilai yang harus dipahami oleh seluruh guru mata pelajaran dan wali kelas antara lain :

1) Daftar Nilai Harian (DNH)
Daftar nilai harian digunakan oleh guru mata pelajaran untuk mencatat hasil penilaian setiap aspek bidang studi bersangkutan. Nilai setiap KD dapat diperoleh dari berbagai teknik penilaian seperti ulangan harian, hasil pengamatan selama proses pembelajaran berlangsung, nilai tugas perseorangan maupun kelompok. Daftar ini disimpan oleh guru mata pelajaran.
2) Daftar Nilai Tengah Semester (DNTS)
Daftar nilai tengah semester digunakan oleh guru mata pelajaran untuk mencatat rata-rata nilai KD selama tengah semester dari setiap aspek bidang studi bersangkutan yang diperoleh dari berbagai teknik penilaian yang tercatat sebelumnya di daftar nilai harian. Setiap tengah semester guru mata pelajaran menyerahkan copian rekap ini ke walas, sedangkan rekap asli tetap pada guru yang bersangkutan.
3) Daftar Nilai Rapor (DNR)
Daftar nilai rapor digunakan oleh guru mata pelajaran untuk mencatat rata-rata nilai KD selama satu semester dari setiap aspek bidang studi bersangkutan yang diperoleh dari berbagai teknik penilaian yang tercatat sebelumnya di daftar nilai harian. Setiap akhir semester guru mata pelajaran menyerahkan copiannya ke walas, sedangkan yang asli tetap pada guru yang bersangkutan.
4) Daftar Nilai Perilaku Belajar (DNPB)/ADAB
Daftar nilai perilaku belajar berisi penilaian perilaku belajar siswa setiap mata pelajaran yang diperoleh dari pengamatan setiap guru mata pelajaran selama satu semester. Daftar nilai ini disimpan oleh masing-masing guru mata pelajaran dan akan dilaporkan bersamaan dengan penyerahan DNR.
5) Rekap Nilai Rapor (RNR)
Rekap nilai rapor berisi nilai seluruh bidang studi yang diajarkan di kelas tersebut. Rekap nilai ini diisi oleh wali kelas berdasarkan nilai yang diperoleh dari setiap guru mata pelajaran yang mengajar di kelas itu. Rekap nilai rapor diserahkan wali kelas ke bagian Akademik setiap akhir semester.
6) Rekap Nilai UAS (RNUAS)
Rekap nilai UAS berisi nilai yang diperoleh dari Ujian Akhir Semester seluruh bidang studi yang diajarkan di kelas tersebut. Rekap nilai ini diisi oleh wali kelas berdasarkan nilai UAS yang diperoleh dari setiap guru mata pelajaran yang mengajar di kelas itu. Rekap nilai Rapor diserahkan wali kelas ke bagian Akademik setiap akhir semester.

Seluruh Jenis Rekap Nilai dapat diperoleh oleh guru mata pelajaran dan wali kelas di bagian Akademik. (Contoh masing-masing format Rekap nilai lihat lampiran)

5. Rapor
a. Pengertian
Rapor adalah laporan kemajuan peserta didik dalam kurun waktu satu semester. Laporan prestasi mata pelajaran, berisi informasi tentang pencapaian kompetensi yang telah ditetapkan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan.

b. Jenis Rapor
1) Rapor Pribadi
Rapor Pribadi dikeluarkan oleh guru Bimbingan Konseling setiap semester untuk memberikan laporan tentang perkembangan kepribadian siswa.

2) Rapor Tengah Semester
Rapor Tengah Semester dikeluarkan oleh Wali kelas berdasarkan pencapaian kompetensi siswa selama tengah semester sesuai dengan laporan nilai yang diterima dari masing-masing guru mata pelajaran.

3) Rapor Akhir Semester
Rapor Akhir Semester dikeluarkan oleh Wali kelas berdasarkan pencapaian kompetensi siswa selama satu semester berdasarkan laporan nilai yang diterima dari masing-masing guru mata pelajaran.

4) Rapor Bidang Studi
Rapor bidang studi dikeluarkan oleh guru mata pelajaran untuk setiap siswa. Isi dari rapor ini mencakup pencapaian kompetensi di setiap aspek bidang studi sekaligus penilain perilaku belajar masing-masing siswa. Rapor bidang studi dikumpulkan oleh guru mata pelajaran ke wali kelas setiap akhir semester.


































BAB IX
KEBIJAKAN KHUSUS

A. Implementasi Penilaian Kelas
Setiap guru mata pelajaran di SMP AR-ROHMAH Putri wajib menggunakan model penilaian kelas untuk mengukur pencapaian kompetensi atau hasil belajar peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran. Data hasil penilaian diperoleh oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung yang dijaring dan dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi dan indikator yang dinilai.

Guru mata pelajaran tidak diperkenankan hanya mengggunakan penilaian tertulis untuk mengukur pencapaian kompetensi, sehingga setiap guru harus memahami berbagai jenis penilaian (unjuk kerja, sikap, tertulis, proyek, produk, portopolio, dan penilaian diri) yang akan digunakan sesuai dengan kompetensi atau indikator yang akan diukur.
Perencanaan dan penyusunan alat penilaian dilakukan oleh guru mata pelajaran pada saat bersamaan dengan membuat silabus dan RPP (Rencana Program Pembelajaran) yang waktu pembuatannya ditentukan oleh bagian Akademik.

B. Remidi dan Pengayaan
1. Remidi (Perbaikan)
a. Pengertian
Kegiatan yang diberikan kepada peserta didik yang belum menguasai kompetensi atau indikator berdasarkan standar Kelulusan ( SKL ) yang telah ditentukan oleh guru. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menaikkan tingkat penguasaan peserta didik sehingga perbedaan antara yang cepat dengan yang lambat dapat diperkecil.

b. Prinsip
All can and will learn (Semua anak dapat dan akan belajar).

c. Sifat dan Bentuk Kegiatan
Program perbaikan mempunyai sifat antara lain :
• Menyederhanakan konsep yang kompleks
• Menjelaskan konsep yang kabur
• Memperbaiki konsep yang disalahtafsirkan.
Bentuk kegiatan :
• Bimbingan individual ataupun kelompok kecil
• Mengajar langsung dengan metode yang berbeda
• Memberikan tugas atau pekerjaan rumah
• Peer – Tutor (Tutor teman sebaya)
Syarat dalam memilih peserta didik yang akan menjadi tutor diantaranya dapat diterima siswa remedial, dapat menjelaskan bahan perbaikan dan tidak tinggi hati atau memiliki hubungan emosional baik, bersahabat dan menunjang situasi tutorial. Nilai positif dari peer tutor ini dapat melatih tanggung jawab, kesabaran dan kepedulian sosial siswa meskipun terkadang sulit untuk mencari peserta didik yang memenuhi kriteria sebagai peer-tutor.
Bagi guru yang akan melaksanakan peer-tutor perlu melakukan persiapan antara lain dengan melatih para tutor, membuat petunjuk secara jelas atau membentuk kelompok dan penanggungjawabnya. Pee-tutor dapat dilaksanakan pada waktu bersamaan dengan pelaksanaan remedial dan pengayaan

2. Pengayaan
a. Pengertian
Kegiatan yang diberikan kepada peserta didik kelompok cepat (mencapai ketuntasan belajar ketika sebagian peserta didik yang lain belum) sehingga peserta didik tersebut menjadi lebih kaya pengetahuan dan keterampilan atau lebih mendalami kompetensi yang sedang mereka pelajari.

b. Prinsip
Tidak ada anak yang berhenti belajarnya.

c. Sifat dan Bentuk kegiatan
Program pengayaan mempunyai sifat :
• Memperdalam ataupun memperluas konsep yang memiliki aspek-aspek ingatan, pemahaman atau aplikasi yang tedapat pada pelajaran.
• Menunjang kegiatan lain diantaranya kegiatan yang menyangkut kegiatan agama, sosial, budaya yang tidak perlu ada kaitannya dengan pelajaran pokok.
• Mendorong (motivating), menarik (interisting) dan menantang (challenging)
• Kegiatan bisa berhubungan dengan topik atau tidak berhubungan dengan topik (dalam lingkup bidang studi atau di luar lingkup bidang studi)
Bentuk kegiatan
 Pemberian materi tambahan
 Latihan tambahan
 Tugas individu

3. Pelaksanaan Remidi dan Pengayaan
a. Remidi dan pengayaan diberikan setelah dilakukan penilaian terhadap kompetensi dasar yang diukur. Setiap selesai melaksanakan ulangan harian, tugas terstruktur, dan tugas mandiri peserta didik akan terbagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pertama yang sudah mencapai ketuntasan belajar. Artinya siswa sudah mencapai nilai SKL atau lebih. Sedangkan kelompok kedua adalah peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar, artinya siswa belum mencapai nilai SKL.

b. Siswa pada kelompok pertama akan mendapatkan pengayaan, yaitu memperluas dan/atau memperdalam materi pelajaran. Siswa pada kelompok kedua akan mendapatkan remidi. Materi remidi yang diberikan pada siswa terfokus pada materi yang belum dikuasai.

c. Remidi dan pengayaan menjadi tugas dan kewajiban guru mata pelajaran, bagi mata pelajaran yang diajar lebih dari 1 orang maka menjadi tugas dan tanggung jawab bersama.

d. Waktu remedial dan pengayaan diatur berdasarkan kesepakatan antara peserta didik dengan guru, dapat dilaksanakan pada atau di luar jam efektif, tetapi tidak boleh menggunakan jam mata pelajaran lain tanpa persetujuan guru yang bersangkutan.

e. Remedial hanya diberikan untuk indikator yang belum tuntas.

f. Bagi guru mata pelajaran yang mengajar sendiri, maka perlu membuat persiapan sekaligus jika pelaksanaan remedial dan pengayaan dilakukan pada jam efektif. Untuk pengaturan, siswa dapat dibagi kelompok, kelompok lambat/remidial dipegang oleh guru dan kelompok lain/pengayaan menunjuk ketua kelompok untuk membantu mengatur teman-temannya. Demikian juga dengan tempat dapat menggunakan ruangan lain yang tidak dipergunakan.

g. Setelah siswa menjalani remidial akan mendapat ulangan harian, tugas terstruktur atau tugas mandiri yang bersifat perbaikan. Apabila siswa memperoleh nilai lebih tinggi dari SKL, nilai yang diakui sama dengan SKBM. Sedangkan siswa yang nilainya kurang dari SKL akan mengikuti pembelajaran ulang untuk kedua kalinya. Pembelajaran ulang ini merupakan kesempatan terakhir bagi siswa. Jika dari hasil pembelajaran ulang dan hasilnya belum mencapai SKBM maka siswa dianggap tidak tuntas.

C. Pekerjaan Rumah(PR)
1. Pengertian
Tugas yang diberikan oleh guru mata pelajaran untuk dikerjakan atau dilakukan di rumah oleh peserta didik untuk meningkatkan atau memperkaya penguasaan terhadap kompetensi/indikator.

2. Tujuan
a. untuk menumbuhkan minat baca dan meningkatkan penguasaan kompetensi peserta didik.
b. untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa
c. untuk meningkatkan prestasi akademik siswa.

3. Pelaksanaan
a. Pemberian PR menjadi tugas dan tanggung jawab guru mata pelajaran.
b. PR yang diberikan bukan hanya bentuk soal/tertulis tapi bisa juga peserta didik diminta untuk melakukan pengamatan, wawancara, perlakuan dan lain sebagainya.
c. Bentuk kegiatan dan banyaknya soal/tugas yang diberikan hendaknya seminimal mungkin, mengingat model sekolah boarding.
d. Tenggat waktu dalam pemberian PR harus proporsional dengan jumlah yang diberikan. Guru mata pelajaran hendaknya menuliskan PR di papan info kelas, selain itu juga memperhatikan tugas-tugas dari bidang studi lain yang sudah tertulis di papan info tersebut.

D. Buku Nilai
1. Pengertian
Buku Nilai Guru merupakan buku yang disusun oleh guru mata pelajaran yang berisi kumpulan dari berbagai rekap nilai antara lain : Daftar Nilai Harian (DNH), Daftar Nilai Tengah Semester (DNTS), Daftar Nilai Rapor (DNR), dan Daftar Penilaian Perilaku Belajar (DPPB).
Buku Rekap Nilai Wali Kelas merupakan buku yang disusun oleh wali kelas yang berisi kumpulan dari berbagai daftar nilai antara lain : Rekap Nilai Rapor (RNR), Rekap Nilai UAS (RNUAS), dan Rekap Nilai Tengah Semester (RNTS).
2. Pelaksanaan
a. Pengisian dan penyimpanan Buku Nilai Guru menjadi tugas dan tanggung jawab setiap guru mata pelajaran sebagai alat kontrol untuk mengetahui perkembangan hasil belajar peserta didik. Sedangkan untuk Buku Rekap Nilai Wali Kelas menjadi tugas dan tanggung jawab wali kelas.
b. Seluruh format rekap nilai disiapkan oleh bagian akademik.
c. Rekap Nilai yang harus diserahkan oleh guru mata pelajaran ke wali kelas adalah Daftar Nilai Tengah Semester (DNTS) pada tengah semester dan Daftar Nilai Rapor (DNR) pada akhir semester.
d. Rekap nilai yang diserahkan oleh guru mata pelajaran ke wali kelas berupa kopian sedangkan yang asli tetap harus dipegang oleh guru mata pelajaran dan sewaktu-waktu dapat diperlihatkan pada pihak-pihak yang membutuhkan, misal orang tua, wakil kepala sekolah atau kepala sekolah.
e. Rekap Nilai Tengah Semester (RNTS) digunakan oleh wali kelas sebagai dasar untuk menulis Raport Tengah Semester, sedangkan Rekap Nilai Rapor (RNR) untuk pengisian Rapor Akhir Semester.

E. Ulangan Akhir Semester (UAS)
1. Pengertian
Ulangan Akhir Semester (UAS) adalah ulangan umum yang digunakan untuk mengukur daya serap hasil pembelajaran secara komulatif di setiap akhir semester, sehingga kompetensi yang diujikan berasal dari SK, KD dan indikator bersangkutan. Hasil UAS menjadi salah satu bahan dalam menentukan nilai rapor. Karena nilai rapor merupakan gambaran kemampuan peserta didik, maka kedudukan nilai UAS tidak lebih besar dari bobot nilai harian.

2. Pelaksanaan
a. Dilaksanakan secara bersama pada akhir semester berdasarkan jadwal sekolah.
b. Bahan yang diujikan untuk semester I meliputi materi pada semester I, sedangkan untuk semester II meliputi materi semester I dan II, dengan perbandingan 1 : 5.
c. Siswa yang memperoleh nilai kurang dari SKBM pada UAS tidak ada perbaikan.
d. UAS susulan diberikan kepada siswa yang tidak dapat mengikuti UAS karena sakit atau ijin. Pelaksanaannya setelah UAS berakhir dan merupakan tanggung jawab guru bidang studi yang bersangkutan, pengoreksian tetap dilakukan oleh guru pengoreksi yang terjadwal.
e. Soal yang diujikan dalam UAS harus melalui verifikasi tiap-tiap MGMP.
f. Soal UAS tidak boleh mirip atau sama persis dengan yang diadakan sebelum UAS, termasuk soal UAS dua tahun terakhir.

3. Bentuk Soal
a. Bentuk soal UAS tulis untuk meliputi isian singkat dan uraian terbatas , dan pilihan ganda.
b. Komposisi soal dan skor ditentukan oleh masing-masing MGMP berdasarkan ketentuan umum dari bidang akademik.
c. Khusus untuk bidang studi yang bersifat praktik : Al Qur’an (hafalan) dan KTK dilaksanakan pada saat UAS bersama. Sedangkan bidang studi Penjaskes, Praktik Ibadah, dan Komputer pelaksanaannya dilaksanakan satu minggu sebelum UAS bersama berlangsung.
F. Penentuan Kenaikan Kelas
Siswa dinyatakan naik kelas jika :
a. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran pada dua semester di kelas yang diikuti;
b. Nilai kurang dari SKBM maksimal 3 mata pelajaran pada tiap semester yang diikuti;
c. Memiliki nilai minimal baik (B) untuk aspek kepribadian, kelakuan, dan kerajinan pada semester yang diikuti,
d. Ketidakhadiran tanpa keterangan (alpha) maksimal 10% dari jumah hari efektif dalam satu tahun ajaran, dan
e. Keputusan kenaikan kelas ditetapkan bersama dalam rapat kenaikan kelas yang dihadiri oleh seluruh guru dan dipimpin oleh kepala sekolah dengan memperhatikan berbagai pertimbangan, misalnya : prestasi non akademik, kepribadian dan absensi
G. Pindah Sekolah
i. Sekolah akan memfasilitasi adanya siswa yang berkeinginan pindah sekolah dengan ketentuan :
a. Tidak memiliki tanggungan keuangan ataupun administrasi dengan pihak sekolah;
b. Alasan dinas orang tua yang berpindah tempat;
ii. Kondisi yang tidak memungkinkan
iii. Sekolah yang menjadi tujuan pindah menggunakan kurikulum yang sesuai dengan sekolah asal;
iv. Untuk pelaksanaan pindah sekolah lintas provinsi/kabupaten/kota dikoordinasikan dengan dinas pendidikan provinsi/kabupaten/kota tujuan.
v. Sekolah dapat menentukan persyaratan pindah/mutasi siswa sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah, antara lain mencakup hal-hal berikut :
a. Menyesuaikan bentuk laporan hasil belajar siswa (rapor) dari sekolah asal sesuai dengan bentuk rapor yang digunakan di sekolah tujuan;
b. Melakukan tes atau matrikulasi bagi siswa pindahan
H. Penentuan Kelulusan
Siswa dinyatakan lulus apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
2. Memperoleh nilai minimal SKBM pada penilaian akhir untuk kelompok mata pelajaran :
a. Agama dan akhlaq mulia
b. Kewarganegaraan dan kepribadian
c. Estetika
d. Jasmani, olahraga, dan kesehatan
3. Lulus Ujian Sekolah untuk bidang studi non ujian daerah/nasional.
4. Lulus Ujian Daerah/Nasional yang diselenggarkan oleh Departemen Pendidikan Daerah/ Nasional.

BAB X
PENULISAN RAPOR

A. Ketentuan Penulisan Rapor
1. Yang berkewajiban menulis rapor adalah wali kelas/guru kelas atau partner yang mengetahui aturan penulisan rapor.
2. Tinta yang digunakan untuk menulis rapor adalah tinta hitam. Tidak dibenarkan penulisan nilai rapor termasuk tanda tangan dengan mengunakan pena atau ballpoint.
3. Dalam penulisan rapor hendaknya berhati-hati, karena tidak dibenarkan ada tip ex/stipo ataupun dengan memberi coretan.

B. Mengisi Data Rapor
Pengisian data rapor dilaksanakan oleh guru kelas/wali kelas I dengan mengacu pada data asli yang didapat dari pihak TU. Penulisan menggunakan huruf balok. Foto siswa harus ditempel di tempat yang telah disediakan, dan ditandatangani oleh Kepala Sekolah serta distempel sekolah.
Sedangkan untuk guru kelas/wali kelas selalu memeriksa data siswa.
Adapun data siswa meliputi :
1. Nama lengkap siswa
2. Alamat siswa
3. Tempat / tanggal lahir siswa
4. Nomor induk siswa
5. dll.

C. Ketentuan Pemberian Nilai
1. Apabila terdapat nilai rapor kurang dari SKL, guru bidang studi harus berkonsultasi dengan wali kelas.
2. Penentuan nilai raport diperhitungkan dari angka dengan 2 angka di belakang koma.
3. Nilai rapor merupakan pembulatan sebagai berikut :
a. Pembulatan ke atas jika nilai hasil pengolahan adalah 0,7; 0,8; 0,9
b. Ditulis 0,5 jika nilai hasil pengolahan adalah 0,3; 0,4; 0,5; 0,6
c. Pembulatan ke bawah jika nilai hasil pengolahan adalah 0,1; 0,2
d. Jika hasil pengolahan nilai adalah 9,7; 9,8 dan 9,9 maka boleh dibulatkan 10 jika memenuhi syarat. Yaitu semua nilai ulangan harian dan tugas mendapatkan nilai 10, jika tidak nilai tersebut harus ditulis 9,5
4. Penulisan rata-rata kelas dalam rapor
a. Diperoleh dengan menjumlahkan nilai prestasi seluruh siswa dari satu mata pelajaran dibagi dengan jumlah siswa dalam satu kelas.
b. Penulisan nilai rata-rata kelas adalah satu angka di belakang koma.

D. Peringkat Kelas
1. Peringkat kelas tidak boleh dicantumkan di dalam rapor
2. Data peringkat kelas tetap harus dipunyai oleh wali kelas
3. Wali murid berhak tahu peringkat kelas putra-putrinya
4. Apabila terjadi jumlah nilai prestasi yang sama, peringkat kelas ditentukan dengan memperhatikan nilai murni rapor untuk bidang studi :
a. Agama (rata-rata PAI, praktek ibadah, Al qur’an dan bahasa arab)
b. Bahasa Indonesia
c. Matematika
d. IPA
e. IPS

E. Kepribadian
1. Pemberian nilai kepribadian dicantumkan pada tempat yang telah disediakan yang meliputi : Kerapian, Ketertiban, dan Kedisiplinan.
2. Pemberin nilai kepribadian menggunakan huruf kapital dengan ketentuan :
A = Baik sekali
B = Baik
C = Cukup
D = Kurang

F. Ketidakhadiran
Pengisian jumlah ketidakhadiran siswa harus berdasarkan pada buku absensi.
S = Sakit
I = Ijin
A = Alpa

G. Catatan Orang Tua
1. Diisi pesan untuk orang tua dalam pembinaan belajar
2. Diisi pesan edukatif dan pesan spiritual untuk anak








































KONSEP MADRASAH
YPI AR-ROHMAH PUTRI PESANTREN HIDAYATULLAH MALANG
Tahun 1429 H


A. PENDAHULUAN
• Konsep maupun praktik yang diterapkan dalam Madrasah diupayakan merujuk kepada model yang diterapkan di zaman klasik atau generasi salaf.
• Pendidikan Islam masa klasik pada dasarnya hanya mengenal 2 jenjang saja, yakni ibtida’iyah dan jami’ah.
• Jenjang ibtida’iyah (pendidikan dasar) ditempuh oleh anak-anak usia pra-baligh, biasanya dalam bentuk kuttab, dimana di dalamnya diberikan materi-materi dasar berupa hafalan Al-Qur’an, bahasa, aqidah dan akhlaq.
• Waktu yang ditempuh setiap anak tidak sama, tergantung kecepatan dan kemampuan mereka masing-masing. Namun, pada umumnya tahap ini telah diselesaikan sebelum mereka memasuki usia baligh. Paling tidak ada 2 alasan atas hal ini. Pertama, konvensi umum yang menetapkan prasyarat bagi seorang anak; kapan ia dianggap telah sah untuk mulai mendengar dan mencatat hadits, yakni ketika ia sudah baligh, atau paling tidak setelah ia menjadi mumayyiz (bisa menalar dengan benar). Ini khusus anak berbakat. Kedua, adanya konsep taklif dalam Islam, sebab pendidikan dasar memang dirancang untuk mempersiapkan anak memasuki usia tersebut. Hal ini berlaku bagi semua anak, baik yang berbakat maupun tidak.
• Setelah anak menyelesaikan jenjang ibtida’iyah, ada 2 pilihan bagi mereka. Bagi anak yang berbakat, biasanya guru (syaikh) akan mengarahkannya memasuki jami’ah (pendidikan tinggi), atau mengirimnya kepada seorang syaikh lain yang menguasai suatu bidang ilmu tertentu, sesuai bakat yang ada pada anak tersebut menurut penilaian syaikh-nya. Anak-anak ini adalah calon ulama’ dan sarjana penting dalam berbagai bidang, walau jumlahnya tidaklah banyak. Bagi anak yang kurang berbakat, maka ia akan segera magang kepada ahli-ahli tembikar, pertukangan, pandai besi, pertanian, perkebunan, peternakan, menenun, menjahit, dan lain-lain. Mereka tidak diarahkan untuk menjadi ulama’, namun cukup menekuni suatu keahlian profesional tertentu yang kelak dapat menopang kehidupannya secara halal, dengan konsekuensi cukup sebagai kaum awam saja dalam masalah agamanya. Namun, jenjang pendidikan dasar (kuttab) telah menjamin penguasaan kompetensi-kompetensi utama, sbb: (1) membaca al-Qur’an dan menghafal sejumlah surah yang mencukupi untuk melaksanakan shalat, (2) bisa berbicara (bahasa Arab) dengan benar, (3) mempunyai akhlaq dan adab yang baik, serta (4) berpegang kepada aqidah yang lurus.
• Pendidikan tinggi (jami’ah) biasanya diselenggarakan di Masjid Jami’, dan karenanya hanya ada di kota-kota besar. Inilah yang melatari tradisi pengembaraan yang ditempuh para ulama’ terdahulu, guna menemui para guru terbaik di berbagai kota. Banyak dari mereka yang sudah memulai pengembaraan di usia remaja, yakni tepat setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya. Jadi, mengembara ke kota lain adalah bagian dari upaya mencari ilmu, karena para ulama’ paling otoritatif biasanya hanya tinggal di kota-kota besar dan mengajar di berbagai Masjid Jami’ yang ada disana. Karena itu pula mengembara hanya dilakukan oleh sebagian orang yang memang berbakat, bukan oleh semua anak seusia mereka.
• Masjid Jami’ biasanya dikelola oleh negara, dengan imam/khathib, mu’adzin dan pengurus lain yang digaji oleh pemerintah. Tentu saja, biasanya hanya syaikh tertentu yang diizinkan mengajar disana. Sebagian syaikh ada yang mempunyai atau mengajar di masjid yang dikelola komunitas tertentu (swasta) atau ditanggung dari harta wakaf. Biasanya masjid itu dinamai dengan nama syaikh yang mengajar disana. Ada juga jenis lembaga pendidikan yang berkembang belakangan dengan pola pengelolaan serta penyelenggaraan pendidikan yang mirip pesantren-pesantren tradisional di Jawa. Lembaga ini disebut khanqah, zawiyah atau ribath. Khanqah biasanya mengajarkan satu disiplin ilmu tertentu saja, seperti fiqh atau hadits. Zawiyah adalah lembaga khusus kalangan sufi dan pengamal thariqat tertentu. Sedang ribath pada awalnya adalah lembaga pendidikan di dalam kompleks barak militer yang terletak di perbatasan dengan negeri musuh, sebab di zaman itu banyak orang yang secara rutin berjaga dan tinggal di garis depan medan pertempuran. Kehadiran ribath pada mulanya untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi kalangan yang berada di barak-barak kaum mujahidin ini.
• Di lingkungan Pesantren Hidayatullah Malang, Madrasah pada prinsipnya adalah lembaga pendidikan dasar, dalam pengertian kuttab, dengan modifikasi tertentu sesuai kebutuhan dan visi-misi Lembaga.

B. KARAKTERISTIK
Dalam konteks Pesantren Hidayatullah Malang, maka sistem Madrasah ini mempunyai karakteristik, sbb:
• Merupakan lembaga pendidikan dasar, dalam pengertian kuttab, sehingga lebih berfokus menanamkan nilai-nilai dan kemampuan dasar bagi peserta didik. Nilai dan kemampuan dasar disini dibatasi pada hal-hal tertentu terkait dengan Al-Qur’an, Sunnah Nabi dan bahasa Arab.
• Merupakan lembaga pendidikan semi perguruan tinggi, dalam pengertian jami’ah, sehingga mengizinkan pengajaran sebagian materi tingkat lanjut. Tentu saja, baru sebatas pengenalan konsep-konsep dasar, mengingat tingkatan usia dan kemampuan intelektual siswa. Karakteristik ini dimunculkan pada tahun terakhir masa pendidikan siswa, sebagai pembuka cakrawala bagi siswa agar mengenal kekayaan khazanah intelektual para pendahulunya.
• Diselenggarakan dengan sistem klasikal per angkatan, bukan sistem marhalah per kemampuan individual.
• Mempergunakan model tatap muka halaqah, dimana guru berinteraksi dengan murid dalam suasana khidmat dan sakral, namun tetap akrab dan rileks.
• Seluruh bahan dan literatur mempergunakan rujukan asli berbahasa Arab. Penerjemahan dan penjelasan materi ke dalam bahasa Indonesia dilakukan dalam proses tatap muka halaqah. Pemilihan bahan dan literatur berbahasa Arab disengaja sebagai salah satu sarana mengakrabkan siswa dengan bahasa Arab.
• Berpegang teguh kepada adab dalam menuntut ilmu, dimana adab dipelajari dan diamalkan sebagai suatu rangkaian disiplin fisik, mental dan spiritual. Adab merupakan metodologi belajar yang khas dan dibangun untuk menjamin bekerjanya instrumen lahir maupun batin dalam diri seluruh komponen yang terlibat dalam kegiatan Madrasah, agar sanggup berinteraksi secara total dengan ilmu, dan dari sini diharapkan lahir berkah serta manfaatnya.

C. TUJUAN
Pendidikan Madrasah diselenggarakan untuk membekali siswa:
1. Kemampuan membaca Al-Qur’an secara murattal dan mujawwad, serta hafalan sejumlah surah Al-Qur’an, minimal yang mencukupi untuk keperluan mendirikan shalat, sedangkan target maksimalnya disesuaikan dengan kemampuannya masing-masing.
2. Sikap mental, pola pikir, tradisi dan perilaku yang Islami sesuai kaidah serta tuntunan Sunnah Nabi.
3. Kemampuan berbahasa Arab standar (fushhah), sehingga mereka bisa berinteraksi secara mandiri dan benar dengan sumber-sumber utama ajaran Islam, berupa Al-Qur’an, hadits dan kitab-kitab klasik.

D. KUALIFIKASI SISWA
• Pada dasarnya, sistem Madrasah tidak mewajibkan prasyarat akademis maupun motorik yang spesifik kepada peserta didiknya. Namun, dikarenakan proses maupun tujuan pembelajaran lebih banyak bernuansa Arab, maka setiap siswa harus menguasai kompetensi dasar tertentu sebelum dapat betul-betul berproses dalam sistem Madrasah.
• Siswa dipilah menjadi 2 kelompok, yaitu i’dad dan ibtida’. Kelompok i’dad adalah siswa yang masih buta baca-tulis huruf Al-Qur’an dan belum pernah mempelajari bahasa Arab. Kelompok ibtida’ adalah siswa yang telah memenuhi prasyarat minimal lancar membaca dan menulis huruf Al-Qur’an.
• Untuk mengantisipasi luasnya keragaman dan kombinasi-kombinasi kemampuan dasar yang kurang ideal, maka seluruh siswa baru wajib menyelesaikan tugas menyalin naskah berbahasa Arab dengan tulisan tangannya sendiri, sehingga mereka benar-benar terampil dan terlatih untuk menulis aksara Arab. Materi dapat dipilih dari surah-surah Juz ‘Amma dan hadits-hadits dalam kitab al-Arba’in an-Nawawiyyah. Pilihan materi ini sekaligus sebagai tahap pendahuluan untuk tugas-tugas hafalan yang kelak dibebankan kepada mereka.
• Untuk menjaga kualitas hasil kerja dan fokus mental siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang terkesan tidak praktis ini, guru harus memastikan bahwa setiap siswa memahami dengan baik arah yang hendak dituju dengan latihan-latihan tersebut. Strategi lain yang dapat ditempuh adalah memberikan format lembar/buku tugas yang terstandar sehingga siswa lebih terdorong untuk berprestasi dan bertanggung jawab.

E. MATERI AJAR
• Secara umum, materi ajar dalam Madrasah dikelompokkan menjadi 4 (empat), yaitu: metodologi, prasyarat, pendukung dan inti.
• Materi metodologi adalah “adab menuntut ilmu”.
• Materi prasyarat adalah BTAQ (Baca-Tulis Al-Qur’an), yang mencakup pengenalan huruf hija’iyah, imla’ dan khath.
• Materi pendukung ada empat macam, yaitu:
1. Hafalan kosakata (mufrodat).
2. Latihan membaca serta menginterpretasi teks-teks berbahasa Arab.
3. Eksplorasi kamus (kasyfu al-mu’jam).
4. Kisah-kisah teladan.
• Materi inti mencakup 7 (tujuh) bidang, yaitu:
1. Aqidah, mencakup: aqidah salaf, mengenal aliran sesat dan SNW (sistematika nuzulnya wahyu).
2. Akhlaq, dengan menekankan kepada: al-ikhlash wa an-niyat (kemurnian motivasi, tujuan dan amal), ash-shidq wal amanah (kejujuran dan keterpercayaan), az-zuhd wal wara’ (kebersahajaan dan kehati-hatian dalam menjalani hidup), al-mujahadah (kesungguhan), al-hubb wal-ukhuwwah fillah (cinta dan persaudaraan di jalan Allah), ash-shabr wal-hilm (kesabaran dan kesantunan pribadi).
3. Al-Qur'an, meliputi: tajwid, tilawah, tarjamah, tahfizh, tafsir, dan ‘ulumul Qur'an.
4. Hadits, meliputi: riwayah (pemahaman isi) dan dirayah (ilmu musthalah hadits).
5. Fiqh, mencakup: ushul dan furu’, difokuskan dalam madzhab Syafi’i.
6. Bahasa Arab, meliputi: nahwu dan shorof.
7. Sirah dan tarikh, mencakup: sirah nabawiyah, tarikh khulafa’ rasyidin.

F. BUKU PANDUAN
• Buku panduan atau buku rujukan dikategorikan menjadi 2, yaitu: buku rujukan utama (main resources) dan rujukan pembantu (additional resources).
• Buku rujukan utama yang dipergunakan:
1. Adab: Hilyatu Thalibi al-‘Ilmi.
2. Imla’ dan Khath: Ababil jilid 1-6, atau diktat yang dipergunakan di LIPIA.
3. Akhlaq:
4. Al-Qur'an: mushhaf (edisi Madinah), buku Metode Al-Hidayah (1-4), bacaan Gharib dan Musykilat (Qiro’ati), Muqaddimah fi Ushuli at-Tafsir.
5. Hadits: al-Arba’in an-Nawawiyah, Jawami’ al-Akhbar, Muqaddimah fi Ushuli al-Hadits.
6. Fiqh: at-Tadzhib fi Adillati Matni al-Ghayah wat-Taqrib, al-Waraqaat (ushul fiqh)
7. Aqidah: al-‘Aqidah ath-Thahawiyah, al-‘Aqa’id al-Islamiyyah, .........
8. Bahasa Arab: an-Nahwu al-Wadhih (1-3), asy-Syafiyah fi ‘Ilmi at-Tashrif, al-Amtsilatu at-Tashrifiyyah.
9. Sirah dan tarikh: Khulashah Nurul Yaqin fi Sirati Sayyidil Mursalin (1-3).
• Setiap bidang mempunyai buku-buku rujukan pembantu yang berfungsi sebagai bahan pengayaan. Buku-buku ini bersifat terbatas dan tertentu, dimana siswa tidak diizinkan untuk membaca buku selain judul yang direkomendasikan oleh Madrasah, kecuali dengan seizin dan sepengetahuan gurunya.
• Untuk memudahkan dan mendorong minat baca, maka buku-buku rujukan pembantu dipilih yang berbahasa Indonesia. Selama buku rujukan utama dibahas dan dikaji (bersama guru), maka setiap siswa wajib menyelesaikan penelaahan minimal 1 (satu) judul buku rujukan pembantu yang ditentukan. Sebagai bukti ia telah menyelesaikan penelaahan, maka ia wajib membuat resume sederhana tentang isi buku yang dibacanya. Sebelumnya, siswa dapat diajari untuk membuat resensi buku, dengan bantuan guru materi Bahasa dan Sastra Indonesia.
• Bila harga buku rujukan pembantu relatif mahal dan tidak terjangkau, maka perpustakaan Madrasah berkewajiban menyediakannya dalam jumlah tertentu sehingga siswa dapat ditugaskan untuk menelaahnya secara bergiliran.
• Buku-buku rujukan pembantu tersebut bersifat wajib dibaca oleh guru pemegang materi terkait, selain buku-buku lain yang dirasa perlu oleh guru ybs.
• Buku panduan hafalan kosakata disusun sendiri oleh guru/pengasuh. Kosakata tersebut dirangkum dalam buku-buku saku dengan pengelompokan berdasar 2 kategori utama. Pertama, menurut jenis kata (al-kalimah), yaitu: isim (kata benda), fi’il (kata kerja) dan harf (huruf). Kedua, menurut kelompok faktualnya dalam kehidupan sehari-hari, seperti kosakata yang berhubungan dengan kelas, asrama, kamar mandi, dapur, belajar, bermain, dst. Setiap kelompok yang terakhir ini harus mengandung ketiga jenis kata diatas secara komprehensif.

G. AL-MABADI’ AL-‘ASYRAH
• Dalam khazanah kepustakaan kaum muslimin, banyak buku-buku pengantar suatu disiplin ilmu yang didahului dengan bab atau penjelasan yang membicarakan al-mabadi’ al-‘asyrah (sepuluh dasar). Kesepuluh hal ini merupakan gambaran umum mengenai identitas ilmu yang bersangkutan.
• Sepuluh prinsip dasar tersebut adalah:
1. Al-hadd (batasan definitif yang menjelaskan kekhasan suatu ilmu sehingga berbeda dengan disiplin ilmu lainnya). Disebut juga at-ta’rif (definisi).
2. Al-maudhu’ (tema, ruang lingkup kajian, pokok bahasan).
3. Ats-tsamrah (buah, hasil, manfaat mempelajari suatu ilmu). Disebut juga al-ghayah (tujuan akhir yang ingin dicapai) atau al-fa’idah (kegunaan).
4. Al-fadhl (keutamaan, keistimewaan).
5. An-nisbah (perbandingannya dengan ilmu yang lain).
6. Al-wadhi’ (perintis, tokoh yang diakui sebagai peletak dasarnya).
7. Al-ism (nama, atribut, sebutan resmi).
8. Al-istimdad (sumber pengambilan bahan kajian).
9. Al-hukm asy-syar’i (hukum mempelajarinya menurut syari’at).
10. Al-masa’il (masalah-masalah yang diperbincangkan).
• Rincian masing-masing bagian akan dijelaskan secara urut per bagian pada naskah tersendiri, insya-Allah.

H. URUTAN MATERI
1. I’dad (masa persiapan, ditempuh dalam 3 bulan pertama)
• Metode Al-Hidayah jilid 1-4 (khusus siswa tertentu)
• Imla’ dan Khath (semua siswa)
• Adab menuntut ilmu: Hilyatu Thalibi al-‘Ilm (terjemahan)
• Pengantar studi: al-mabadi’ al-‘asyrah (sepuluh dasar untuk memahami setiap disiplin ilmu) dan Orientasi Pendidikan Madrasah
• Pembenahan ibadah wajib/sunnah: thaharah, bacaan dan gerakan shalat, dzikir pagi/sore/malam

2. Al-fashl al-awwal (kelas 1, semester 1-2)
• Tartil, dengan fokus: kelancaran, tajwid, dan makharijul huruf
• Tahfizh: Juz ‘Amma
• Tarjamah:
• Hadits: Al-Arba’in an-Nawawiyyah
• Aqidah: al-‘Aqidah ath-Thahawiyah
• Fiqh: At-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah wat Taqrib (kitab thaharah sampai haji)
• Sirah Nabawiyah: Khulashah Nurul Yaqin juz 1
• Nahwu: an-Nahwu al-Wadhih jilid 1
• Shorof: al-Amtsilah at-Tashrifiyyah (hafalan)
• Kisah teladan (disampaikan dalam forum khusus, atau berbentuk bacaan wajib)

3. Al-fashl ats-tsaani (kelas 2, semester 3-4)
• Akhlaq
• Tartil, dengan fokus: bacaan gharib/musykilah, dan waqaf/ibtida’
• Tahfizh: surah/ayat pilihan (al-Mulk, as-Sajdah, Yasin, ayat-ayat wirid harian)
• Tarjamah:
• Muraja’ah hafalan Juz ‘Amma
• Hadits: Jawami’ al-Akhbar
• Aqidah: al-‘Aqa’id al-Islamiyyah
• Fiqh: At-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah wat Taqrib (kitab mu’amalah dst.)
• Sirah Nabawiyah: Khulashah Nurul Yaqin juz 2
• Nahwu: an-Nahwu al-Wadhih jilid 2
• Shorof: asy-Syafiyah fi ‘Ilm at-Tashrif
• Kisah teladan (disampaikan dalam forum khusus, atau berbentuk bacaan wajib)

4. Al-fashl ats-tsaalits (kelas 3, semester 5-6)
• Akhlaq:
• Muraja’ah hafalan Juz ‘Amma dan surah/ayat pilihan
• Tarjamah:
• Ulumul Qur’an: Muqaddimah fi Ushuli at-Tafsir
• Ulumul Hadits: Muqaddimah fi Ushuli al-Hadits
• Aqidah: Mengenal Aliran Sesat
• Ushul Fiqh: al-Waraqaat
• Sirah Khulafa’ Rasyidin: Khulashah Nurul Yaqin juz 3
• Nahwu: an-Nahwu al-Wadhih jilid 3
• Ketrampilan khusus: kasyfu al-mu’jam (eksplorasi kamus)
• Kisah teladan (disampaikan dalam forum khusus, atau berbentuk bacaan wajib)



TABEL MATERI DAN BUKU PANDUAN
KURIKULUM MADRASAH YPI AR-ROHMAH PUTRI MALANG
Tahun Pelajaran 2007-2008

AL-I’DAD AD-DIRASI ( 3 bulan pertama )
No Materi Buku Panduan Pengarang Penerbit Jml TM/pekan Pembimbing Keterangan
1 Adab Hilaytu Thalibi al-‘Ilmi Dr. Abu Zaid Bakr bin ’Abdillah Al-Qudha’i 1 Terjemahan
2 Bersuci --- --- --- 1 Penjelasan singkat, hafalan, praktek
3 Gerakan dan bacaan shalat Tim Pengasuh Hidayatullah 2 Penjelasan singkat, hafalan, praktek
4 Dzikir dan wirid harian Tim Pengasuh Hidayatullah 1 Penjelasan singkat, hafalan, pembiasaan
5 Tartil Al-Qur’an Al-Hidayah jilid 1-4 Tim Guru Al-Qur’an LPI Luqman Al Hakim PPH Surabaya 4 Praktek
6 Imla’ dan Khath Ababil jilid 1-6 Drs. Husen Aziz 2 Praktek
7 Pengantar studi Al-Mabadi’ Al-‘Asyrah M. Alimin Mukhtar Hidayatullah 1 Ceramah
*) TM : tatap muka
**) Jumlah jam per pekan : 12 jam (6 ba’da shubuh, 6 ba’da maghrib)

AL-FASHL AL-AWWAL ( kelas 1, semester 1-2 )
No Materi Buku Panduan Pengarang Penerbit Jml TM/pekan Pembimbing Keterangan
1 Tartil Al-Qur’an Mushhaf Al-Qur’an
Pelajaran Tajwid ---
KH Imam Zarkasyi (standar Madinah)
Trimurti, Gontor 2
Berbahasa Indonesia
2 Tahfizh Mushhaf Al-Qur’an --- (standar Madinah) 2 Juz ‘Amma
3 Tarjamah Inayah jilid 10 1 Juz ‘Amma
4 Hadits Al-Arba’in an-Nawawiyah Imam Nawawi Hidayatullah 1 Dicetak ulang dari naskah digital
5 Aqidah Islamiyah Al-‘Aqidah ath-Thahawiyyah Imam ath-Thahawi Hidayatullah 1 Dicetak ulang dari naskah digital
6 Akhlaq 1
7 Fiqh At-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah wat Taqrib Al-Qadhi Abu Syuja’ dan Dr. Musthafa Daib Bugha 1 Mulai kitab thaharah sampai kitab hajji
8 Sirah Nabi Khulashah Nurul Yaqin juz 1 Syekh Muhammad Khudhari Bek / Syekh ‘Umar ‘Abdul Jabbar 1 Periode Makkah
9 Nahwu An-Nahwu al-Wadhih juz 1 ‘Ali Jarim dan Mushthafa Amin 1 Terjemahan
10 Tashrif Al-Amtsilah at-Tashrifiyyah Syekh Ma’shum bin ‘Ali 1 Hafalan
11 Kisah teladan --- --- --- (jam ekstra) (bergantian) Ceramah, fokus tokoh: sahabat
12 Mufradat Buku 1 Tim Pengasuh Hidayatullah (jam ekstra) Tim Pengasuh Hafalan
*) TM : tatap muka
*) Jumlah jam per pekan : 12 jam (6 ba’da shubuh, 6 ba’da maghrib)
*) Jam ekstra maksudnya: kegiatan diselenggarakan di luar jam reguler atau melalui kegiatan mandiri

AL-FASHL ATS-TSAANI ( kelas 1, semester 3-4 )
No Materi Buku Panduan Pengarang Penerbit Jml TM/pekan Pembimbing Keterangan
1 Tartil Al-Qur’an Mushhaf Al-Qur’an
Bacaan gharib dan musykilat ---
Qiro’ati (standar Madinah)
1
2 Tahfizh Mushhaf Al-Qur’an --- (standar Madinah) 2 Juz ‘Amma
3 Tarjamah 2 Juz ‘Amma
4 Hadits Jawami’ al-Akhbar Syekh Nashir bin ‘Abdillah as-Sa’di Hidayatullah 1 Dicetak ulang dari naskah digital
5 Aqidah Islamiyah Al-‘Aqa’id al-Islamiyyah Syekh Ibnu Badis Hidayatullah 1 Dicetak ulang dari naskah digital
6 Fiqh At-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah wat Taqrib Al-Qadhi Abu Syuja’ dan Dr. Musthafa Daib Bugha 1 Mulai kitab mu’amalah sampai selesai
7 Sirah Nabi Khulashah Nurul Yaqin juz 2 Syekh Muhammad Khudhari Bek / Syekh ‘Umar ‘Abdul Jabbar 1 Periode Madinah
8 Nahwu An-Nahwu al-Wadhih juz 2 ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin
9 Tashrif Asy-Syafiyah Imam Ibnul Hajib 1 Hafalan
10 Kisah teladan --- --- --- (jam ekstra) (bergantian) Ceramah, fokus tokoh: tabi’in dan ulama’ salaf
11 Mufradat Buku 2 Tim Pengasuh Hidayatullah (jam ekstra) Tim Pengasuh Hafalan
*) TM : tatap muka
*) Jumlah jam per pekan : 12 jam (6 ba’da shubuh, 6 ba’da maghrib)
*) Jam ekstra maksudnya: kegiatan diselenggarakan di luar jam reguler atau melalui kegiatan mandiri

AL-FASHL ATS-TSAALITS ( kelas 1, semester 5-6 )
No Materi Buku Panduan Pengarang Penerbit Jml TM/pekan Pembimbing Keterangan
1 Muraja’ah (standar Madinah) 1
2 Tahfizh Mushhaf Al-Qur’an --- (standar Madinah) 2 Juz ‘Amma
3 Tarjamah 2 Juz ‘Amma
4 Hadits Jawami’ al-Akhbar Syekh Nashir bin ‘Abdillah as-Sa’di Hidayatullah 1 Dicetak ulang dari naskah digital
5 Aqidah Islamiyah Al-‘Aqa’id al-Islamiyyah Syekh Ibnu Badis Hidayatullah 1 Dicetak ulang dari naskah digital
6 Fiqh At-Tadzhib fi Adillati Matn al-Ghayah wat Taqrib Al-Qadhi Abu Syuja’ dan Dr. Musthafa Daib Bugha 1 Mulai kitab mu’amalah sampai selesai
7 Sirah Nabi Khulashah Nurul Yaqin juz 2 Syekh Muhammad Khudhari Bek / Syekh ‘Umar ‘Abdul Jabbar 1 Periode Madinah
8 Nahwu An-Nahwu al-Wadhih juz 2 ‘Ali Jarim dan Musthafa Amin
9 Tashrif Asy-Syafiyah Imam Ibnul Hajib 1 Hafalan
10 Kisah teladan --- --- --- (jam ekstra) (bergantian) Ceramah, fokus tokoh: tabi’in dan ulama’ salaf
11 Mufradat Buku 2 Tim Pengasuh Hidayatullah (jam ekstra) Tim Pengasuh Hafalan
*) TM : tatap muka
*) Jumlah jam per pekan : 12 jam (6 ba’da shubuh, 6 ba’da maghrib)
*) Jam ekstra maksudnya: kegiatan diselenggarakan di luar jam reguler atau melalui kegiatan mandiri

Jadwal Pelajaran Diniyah
1.hafalan – pagi, tengah malam
























IDENTITAS
DISIPLIN ILMU






















Pesantren Hidayatullah Malang
1429 H – 2008 M
-- 5 --




Judul
المبادئ العشرة
Identitas Disiplin Ilmu



Penyusun
M. Alimin Mukhtar



UNTUK KALANGAN SENDIRI
Pesantren Hidayatullah Malang
No. 5

Shafar 1429 H – Februari 2008 M
















DAFTAR ISI

Muqaddimah 3
[1] 40 Kaidah dalam Mencari Ilmu
[2] Menghafal Al-Qur’an 5
[3] Ilmu Tafsir 10
[4] Ilmu Hadits 16
[5] Ilmu Sirah dan Maghazi 19
[6] Ilmu Mau’izhah
[7] Ilmu Aqa’id
[8] Ilmu Akhlaq 21
[9] Ilmu Fiqh 23
[10] Ilmu Ushul Fiqh 27
[11] Ilmu Khath 31
[12] Ilmu Nahwu 35
[13] Ilmu Tashrif 39
Khatimah 41
Maraji’ 43


بسم الله الرحمن الرحيم
MUQADDIMAH
Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga terlimpah kepada Muhammad Rasulullah, ummahatul mu’minin, ahli bait, dan para sahabat. Wa ba’du.
Sebagai manusia, salah satu kewajiban pertama dan terpenting kita adalah mencari ilmu. Ilmu adalah ciri khas manusia, dimana dengannya Allah telah melebihkan kita dari makhluk manapun yang lain. Ini mengindikasikan bahwa pada dasarnya setiap kita telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk dapat mencerna ilmu. Tanpa itu, kita tidak akan mengenal Allah dan kenabian, yang berarti pula kewajiban taklif menjadi gugur. Hanya saja, kesalahan langkah pertama dalam proses belajar acapkali menghalangi manusia dari ilmu yang seharusnya dapat dia kuasai. Salah satu bentuk kesalahan itu adalah kegagalan mengenali obyek yang akan dipelajarinya.
Memahami identitas sesuatu akan sangat membantu untuk mempersiapkan mental sebelum intens berinteraksi dengannya. Sebab, biasanya kita akan menjadi musuh besar dari segala sesuatu yang tidak kita kenali dengan baik. Bagi seorang pencari ilmu, adalah sangat berguna untuk mengenali ilmu-ilmu yang akan dipelajarinya. Paling tidak, ia telah mendapatkan gambaran sejak awal mengenai “makhluk” macam apa yang akan dia hadapi sehingga dapat mempersiapkan diri untuk menerima tantangannya. Banyak pelajar gagal bukan karena kurang cerdas atau malas, namun karena salah jalan. Kami tidak berharap hal itu menimpa para pelajar di Madrasah ini. Kurang lebih semangat semacam itulah yang melatari disusunnya buku yang ada di tangan Anda sekarang.
Buku ini berbicara tentang al-mabaadi’ al-‘asyrah, sepuluh prinsip dasar. Tepatnya, sepuluh poin terpenting yang dapat dipergunakan untuk memperoleh deskripsi umum tentang suatu disiplin ilmu. Ini dapat diibaratkan sebagai peta konsep, katalog, outline atau sketsa kasar yang menyediakan informasi awal mengenai suatu disiplin ilmu tertentu. Uraian tentang al-mabaadi’ al-‘asyrah ini biasa ditemukan dalam pendahuluan karya-karya klasik, namun jarang muncul dalam tulisan-tulisan yang lebih modern. Dengan membaca pendahuluan ini, setiap pelajar dapat menyiapkan diri untuk menelaahnya; jauh sebelum ia terlanjur “berkubang” lalu menyesalinya, atau kehabisan energi karena tidak mampu menahan bebannya. Bagi seorang guru, pemahaman terhadap aspek ini akan memberinya visi dan arah yang jelas dalam mengelola kegiatan belajar mengajar.
Ada 12 materi atau disiplin ilmu yang diuraikan disini, termasuk tahfizh Al-Qur’an dan mau’izhah (nasihat serta motivasi), yang dibuka dengan satu pasal mengenai kaidah dasar dalam mencari ilmu. Buku ini akan menyajikan uraian lebih rinci mengenai identitas setiap disiplin ilmu yang dipilih sebagai materi pendidikan di dalam Madrasah. Hanya saja, khusus materi tahfizh dan mau’izhah, uraiannya agak berbeda dan tidak sepenuhnya ‘patuh’ pada sistematika yang digariskan.
Secara lengkap, al-mabadi’ al-‘asyrah dari suatu disiplin ilmu akan mencakup:
5. Al-hadd, yaitu batasan definitif yang menjelaskan kekhasannya sehingga berbeda dengan disiplin ilmu lainnya. Disebut juga at-ta’rif (definisi).
6. Al-maudhu’, yaitu tema, ruang lingkup kajian, atau pokok bahasannya.
7. Ats-tsamrah, yaitu buah, hasil, atau manfaat mempelajarinya. Disebut juga al-ghaayah (tujuan akhir yang ingin dicapai) atau al-faa’idah (kegunaan).
8. Al-fadhl, yaitu keutamaan dan keistimewaannya.
9. An-nisbah, yaitu perbandingannya atau hubungannya dengan ilmu yang lain.
10. Al-waadhi’, yaitu perintis, tokoh yang diakui sebagai peletak dasarnya. Kita sering menyebutnya dengan “Bapak” suatu ilmu. Pada bagian ini biasanya disertakan uraian ringkas mengenai sejarah perintisan dan pembangunan ilmu yang bersangkutan.
11. Al-ism, yaitu nama, atribut, atau sebutan resminya.
12. Al-istimdaad, yaitu sumber pengambilan bahan kajiannya.
13. Al-hukm asy-syar’i, yaitu hukum mempelajarinya menurut syari’at.
14. Al-masaa’il, yaitu pokok-pokok masalah yang diperbincangkan di dalamnya.
Secara implisit, di dalamnya akan dijelaskan pula dimana posisi setiap disiplin ilmu dalam rangka membangun kepribadian yang diharapkan. Misalnya, apa fungsi serta relevansi hafalan Al-Qur’an dan kajian fiqh dalam proses pembentukan syakhsyiyah islamiyah? Pertanyaan serupa dapat kita ajukan kepada berbagai disiplin ilmu lainnya. Mengetahui dengan pasti jawaban atas pertanyaan ini akan sangat membantu menjaga kita dari ketergelinciran, sehingga orientasi pendidikan dapat terus dijaga dari waktu ke waktu.
Namun, sebelum masuk dan terjun mencari ilmu, adalah penting pula untuk secara umum memahami prinsip-prinsip dasar yang melandasi aktifitas tersebut. Untuk itu, bab pertama buku ini mengulas 40 kaidah utama dalam mencari ilmu, yang disarikan dari berbagai literatur terkait. Pasal ini diawali dengan kaidah paling asasi dalam mencari ilmu, yakni: puncak ilmu adalah rasa takut kepada Allah, buahnya adalah amal, dan semua terangkum dalam hidayah. Jadi, seluruh kajian di Madrasah harus disadari sepenuhnya sebagai bagian dari ikhtiyar untuk meraih hidayah. Kesadaran ini mengharuskan pula dijaganya seluruh komponen pendidikan, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik, material maupun immaterial, juga segenap sumberdaya insani yang terlibat, agar benar-benar memenuhi syarat untuk menyongsong hidayah tersebut.
Kami mengutip materi al-mabadi’ al-‘asyrah dari berbagai literatur terkait, terutama Abjadu al-‘Ulum karya al-Qannuji. Jika kami mendapati lebih dari satu versi atas suatu bagian, maka kami kutip seluruhnya. Biasanya, versi-versi tersebut saling melengkapi dan menguatkan. Meski demikian, sebagian disiplin ilmu tidak diuraikan lengkap sepuluh komponen, mungkin karena sudah terlalu jelas atau ada bagian tertentu yang sukar dipastikan, terutama soal nisbah dan al-hukm asy-syar’i. Nisbah atau hubungan maupun perbandingan suatu disiplin ilmu dengan lainnya sering tidak usah dibahas, karena kebanyakan ilmu sudah berkembang sedemikian rupa sehingga memiliki ciri-ciri yang khas dan mandiri. Sementara, status al-hukm asy-syar’i selalu dapat dihubungkan dengan tujuan dan manfaat ilmu itu sendiri bagi seorang muslim.
Akhirnya, kami berharap usaha ini mendapat keberkahan dari Allah ta’ala dan dicatat sebagai amal shalih di jalan-Nya. Amin.
Rabbi-ghfir war-ham wa anta khairur-raahimiin. [*]

[ 1 ]
40 KAIDAH DALAM MENCARI ILMU
Berikut ini adalah 40 kaidah dan prinsip utama dalam masalah ilmu dan pendidikan yang diringkaskan serta disimpulkan dari berbagai ayat, hadits, atsar, dan pemikiran para ulama’.
1. Puncak ilmu adalah rasa takut kepada Allah, buahnya adalah amal, dan semuanya terangkum dalam hidayah.
2. Ilmu adalah ibadah yang paling utama dan jalan untuk ber-taqarrub kepada Allah. Tidak akan ada ibadah yang benar jika tidak dilandasi ilmu.
3. Ilmu adalah jalan menuju Allah. Ilmu harus dicari dengan menerapkan adab-adab yang layak bagi sebuah suluk (perjalanan spiritual). Seorang thalib (pencari ilmu) adalah sekaligus seorang salik (penempuh jalan spiritual).
4. Pendidikan adalah perjalanan spiritual menuju kesempurnaan diri. Setiap tahap usia dan kondisi mengharuskan seseorang mempunyai ilmu yang diperlukan agar ia dapat menjalaninya secara benar. Mencari ilmu adalah kewajiban sepanjang hayat.
5. Ilmu adalah cahaya Allah ke dalam hati manusia. Ilmu adalah karunia-Nya yang teragung setelah penciptaan. Manusia menjadi istimewa dibanding makhluk mana pun selainnya dikarenakan ilmu, bukan yang lain.
6. Ilmu dan pendidikan yang benar akan membangun visi hidup yang lurus. Bila hidup seseorang diisi dengan ilmu dan pendidikan yang sia-sia, maka kelak catatan amalnya akan dipenuhi dengan banyak kesalahan, kelalaian, dan bahkan penyimpangan.
7. Ilmu adalah warisan para Nabi. Sebagaimana tidak setiap orang layak menerima anugerah kenabian, sedemikian pula tidak setiap orang akan mendapatkan warisan mereka tanpa memenuhi syaratnya dan menjaga kondisi yang diperlukan baginya. Hanya saja, kenabian adalah anugerah Allah yang tidak bisa diusahakan, sementara ilmu adalah karunia yang tergantung kepada kesadaran, usaha dan pilihan-pilihan.
8. Ilmu sangat banyak dan beraneka ragam, dan karenanya setiap orang harus pandai-pandai memilih ilmu yang bermanfaat baginya. Ilmu yang paling baik adalah yang bermanfaat, bagi kemaslahatan hidup di dunia maupun akhirat.
9. Ilmu yang paling utama adalah ilmu yang dengannya seseorang beriman kepada Allah, memahami hukum-hukum syari'at, sunnah-sunnah, berbagai hudud, serta persamaan (ittifaq) dan perbedaan (ikhtilaf) umat dalam sesuatu masalah.
10. Seluruh ilmu pada akhirnya akan tersimpul pada empat perkara, yaitu: mengenal Allah, mengenali apa yang Dia perbuat terhadap kita, mengenali apa yang Dia kehendaki dari kita, dan mengenali apa yang tidak boleh kita terima sebagai bagian dari agama kita, atau apa yang bisa membuat kita keluar dari agama ini.
11. Sumber ilmu adalah wahyu, kemudian akal dan pengalaman/eksperimen. Setiap segala sesuatu harus ditempatkan sesuai dengan kedudukannya.
12. Ilmu sejati hanyalah Al-Qur'an dan atsar, serta segala sesuatu yang terkait dengan keduanya. Ilmu yang tidak bersumber dari wahyu harus ditimbang kegunaan dan kebenarannya oleh ukuran wahyu, bukan sebaliknya. Sementara, segala ilmu yang bertentangan dengan nilai-nilai wahyu pada dasarnya adalah ilmu semu (pseudo-science).
13. Mempelajari kemahiran profesional tidak identik dengan mencari ilmu. Menguasai suatu keahlian adalah bagian dari kasab (bekerja untuk penghidupan), bukan bagian dari ilmu yang dimaksudkan oleh Al-Qur’an dan atsar. Akan tetapi, bekerja untuk mendapatkan yang halal adalah kewajiban.
14. Adab adalah metodologi empirik dan disiplin spiritual seorang pencari ilmu. Adab membangun aspek lahir sekaligus batin. Adab bersandar kepada aspek fisik sekaligus metafisik.
15. Setiap metodologi ilmu dan pendidikan adalah cermin dari sebuah pandangan dunia (worldview) yang dilayaninya; dan tidak bisa begitu saja diterima (adopted) serta diterapkan (adapted) tanpa mewaspadai worldview yang melahirkannya.
16. Ilmu dan pendidikan tidak bebas nilai (value-free), tetapi sarat nilai (value-laden). Setiap disiplin ilmu terbentuk oleh nilai yang mendasarinya. Setiap proses pendidikan adalah proses transformasi dan pewarisan nilai.
17. Setiap nilai yang permanen dalam Islam adalah permanen dan ditransmisikan kepada peserta didik apa adanya. Ia bersifat abadi dan universal, tidak menerima perubahan (tahwil) maupun penggantian (tabdil).
18. Syari'at dan ushuluddin tidak menerima ijtihad, ra'yu, dan ta'wil. Tiga hal ini hanya berlaku dalam fiqh dan masalah-masalah furu'. Ijtihad, ra'yu, dan ta'wil tidak dibenarkan jika bertentangan dengan hal-hal yang permanen serta diterima secara bulat (ijma') dalam syari'at dan ushuluddin.
19. Awal ilmu adalah hafalan (hifzh), kemudian pemahaman (fahm), lalu kepercayaan (i'tiqad), keyakinan (iiqan), dan pembenaran (tashdiq). Ilmu yang dikaji tanpa menghasilkan tashdiq akan gagal melahirkan amal, terutama yang ikhlas.
20. Kemajuan sejati adalah kembalinya umat kepada kondisi kemurnian pengetahuan, pemahaman dan pengamalan Islam seperti di zaman Rasulullah dan dua generasi setelahnya (khairul quruun).
21. Ilmu diberikan melalui tahapan (hierarki), dimana sebuah tahapan sangat menentukan bagi tahapan berikutnya.
22. Ilmu ditanamkan sesuai kesanggupan penerima, karena berjejalnya suara di telinga bisa menyesatkan.
23. Ilmu adalah apa yang hidup dalam diri seseorang, bukan apa yang termaktub dalam buku-buku. Ilmu hanya diperoleh melalui pewarisan dan bimbingan guru, bukan dicari sendiri dan hanya dibaca dari berbagai literatur. Orang yang berguru hanya kepada buku akan menyia-nyiakan banyak hikmah.
24. Ilmu dan pendidikan bukan persoalan menerima dan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya, tetapi membangun cara berpikir dan bersiap menjalani kehidupan yang sesungguhnya. Setiap usaha "mencari ilmu" harus dimulai dari usaha "mencari guru".
25. Awal pendidikan yang sukses adalah kepercayaan (tsiqah) kepada guru, yang terus-menerus dijaga dengan kecintaan, prasangka baik (husnu-zhann) dan adab yang sempurna.
26. Diantara pertanda keberhasilan dalam mencari ilmu adalah keistiqamahan dalam menyerap ilmu dari seorang guru. Kecenderungan untuk berpindah-pindah guru sebelum matang adalah awal kekacauan dalam ilmu dan kegagalan dalam belajar.
27. Hubungan antara guru dan murid adalah pertalian yang tidak berakhir dengan wisuda maupun perpisahan fisik, namun bersifat abadi dan tak tergantikan. Sebagaimana orangtua yang melahirkan dan membangun jasad, maka seorang guru melahirkan dan membangun ruh.
28. Diantara pertanda lurusnya niat dalam mencari ilmu adalah rapinya persiapan sebelum liqa’ (pertemuan dengan guru). Setiap liqa’ membutuhkan niat tersendiri, yang dicerminkan persiapan yang sengaja ditempuh untuk menyambutnya.
29. Ilmu bagaikan hewan buruan. Setelah didapat, ia harus diikat agar tidak lepas. Pengikat ilmu adalah amal, catatan dan mengulang kembali (mudzakarah).
30. Surga bagi seorang pencari ilmu adalah ketidaktahuannya. Setiap kali ia merasa sudah tahu, maka ia akan menjadi lebih bodoh dari sebelumnya.
31. Dalam mencari ilmu, setiap salik akan menghadapi banyak cobaan. Di permulaannya, ia akan diracuni oleh kesalahan niat; jika lolos, di tengahnya ia diuji dengan adab yang buruk; jika lolos, maka di penghujungnya ia dihadapkan dengan 'ujub, riya' dan takabbur.
32. Adab yang buruk lahir dari dua sumber, yaitu pembawaan (thabi’iyyah) dan kebiasaan (‘aadiyah). Dalam mencari ilmu, seseorang harus memerangi pembawaan yang buruk dan membangun kebiasaan yang baik; memperkuat pembawaan yang baik dan menekan kebiasaan yang buruk.
33. s
34. s
35. s
36. s
37. s
38. s
39. s
40. s
Wallahu a’lam. [*]

[ 2 ]
MENGHAFAL AL-QUR’AN
Keutamaannya. Menghafal Al-Qur’an adalah mukjizat dan keajaiban yang tiada duanya. Betapa banyak penghafal kitab suci ini, baik dari kalangan anak-anak, remaja maupun orang dewasa. Lebih ajaib lagi adalah jutaan orang yang sebenarnya tidak memahami bahasa Arab namun mampu membaca dan menghafal Al-Qur’an dengan sangat fasih, terkadang jauh lebih baik daripada bangsa Arab sendiri.
Dimudahkannya Al-Qur’an untuk dihafal dan dibaca adalah bagian dari pemeliharaan Allah terhadap kitab-Nya. Dengan cara ini maka Al-Qur’an menyatu dengan kaum muslimin, yakni bersemayam di dalam dada, bukan hanya ada diatas lembaran-lembaran yang mati. Jika bersama hafalan itu disertakan pula pemahaman, maka dengan izin Allah, Al-Qur’an akan hidup dan mewarnai keseharian mereka, sebagaimana yang Allah firmankan: “Sebenarnya, Al-Qur’an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zhalim.” (QS al-Ankabut: 49).
Oleh karena itu, di masa silam, Al-Qur’an adalah materi pertama dalam jenjang pendidikan dasar yang dilalui anak-anak sebelum mereka mencapai usia baligh, selain tata cara ibadah wajib, aqidah, adab dan bahasa. Sebagian anak ada yang menghafalnya sampai tuntas, sedang yang lain menghafal sesuai kemampuannya. Dengan kata lain, menghafal Al-Qur’an adalah bagian dari metode tarbiyah yang sangat dahsyat, baik terhadap pribadi maupun umat. Sebab, diantara tujuan penyelenggaraan halaqah tahfizh adalah melatih diri dengan adab serta akhlaq yang diajarkan Al-Qur’an, selain meraih kadar tertentu dalam hafalan.
Ayat Al-Qur’an, hadits Nabi dan kata-kata ulama’ tentang keutamaan membaca, mempelajari, mengajarkan dan menghafal Al-Qur’an sangatlah banyak, yang akan terlalu panjang jika diuraikan semuanya disini. Sebagai contoh, cukuplah kami nukil beberapa diantaranya, sbb:
Allah ta'ala berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi; agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri." (QS Fathir: 29-30).
Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wasallam bersabda, "Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya." (Riwayat al-Bukhari).
Beliau juga bersabda, "(Kelak di Hari Kiamat) akan dikatakan kepada shahib Al-Qur'an, 'Bacalah, naiklah, dan tartil-kanlah sebagaimana engkau men-tartil-nya di dunia, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah (sesuai) ayat terakhir yang engkau baca." (Riwayat at-Tirmidzi; hadits hasan-shahih). Disini, shahib Al-Qur'an adalah orang yang mengamalkan isinya, menerapkan akhlaq-akhlaqnya, dan rutin membacanya.
Beliau juga bersabda, "Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka dia mendapatkan satu kebaikan, sedangkan kebaikan itu (dibalas) dengan sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan bahwa Alif Laam Miim itu satu huruf. Akan tetapi, alif satu huruf, laam satu huruf, dan miim satu huruf." (Riwayat at-Tirmidzi; hadits hasan-shahih).
Beliau juga bersabda, "Ahli Al-Qur'an adalah ahlullah dan orang khusus-Nya." (Riwayat Ahmad).
Generasi salaf yang shalih dari umat ini benar-benar memahami nilai-nilai kebaikan diatas sebagai sesuatu yang membuat para pelajar dan pengajar Al-Qur'an menjadi istimewa di tengah-tengah mereka. Inilah Abu 'Abdirrahman as-Sulami, ulama’ yang duduk membacakan Al-Qur'an kepada kaum muslimin selama 40 tahun di Masjid Kufah, beliau berkata, "Hadits Rasulullah shalla-llahu 'alaihi wa aalihi wasallam yang berbunyi, 'Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari dan mengajarkan Al-Qur'an', inilah yang membuat aku duduk di tempat ini."
Imam asy-Syafi'i berkata, "Barangsiapa yang mempelajari Al-Qur'an, maka menjadi besarlah nilai dirinya."
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani berkata, "Tidak diragukan lagi, bahwa orang yang menyatukan antara mempelajari Al-Qur'an dan mengajarkannya adalah orang yang menyempurnakan dirinya dan orang lain sekaligus. Dia telah menyatukan antara manfaat yang terbatas (bagi dirinya) dan manfaat yang menular (kepada orang lain). Oleh karenanya ia menjadi lebih utama."
Kaidah hafalan. Menghafal Al-Qur’an adalah tugas yang mulia, sebagaimana sudah dijelaskan sebelum ini. Oleh karena itu, perlu dimengerti kaidah-kaidahnya supaya dapat diraih manfaatnya secara maksimal, selain memudahkan proses hafalan maupun upaya pemeliharaannya. Berikut dikemukakan kaidah-kaidah utama dalam tahfizh Al-Qur’an. Bagian ini kami ringkas dari buku Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, tanpa uraian maupun rinciannya, dengan sedikit tambahan dan penyesuaian dari kami sendiri.
Sepuluh kaidah pokok dalam menghafal, yaitu:
1. Ikhlas semata-mata karena Allah.
2. Tekad yang bulat dan kuat.
3. Pahamilah besarnya nilai amalan ini.
4. Amalkanlah apa yang telah dihafalkan.
5. Bentengi diri dari jerat-jerat dosa dan kemaksiatan.
6. Berdoalah.
7. Pahamilah makna ayat dengan benar.
8. Kuasailah ilmu tajwid dengan baik.
9. Sering-seringlah melakukan muraja’ah (mengulang hafalan).
10. Gunakan hafalan yang dimiliki dalam shalat.
Sepuluh kaidah pendukung hafalan, yaitu:
1. Buatlah perencanaan yang jelas, maksudnya tentukan berapa target ayat yang akan dihafalkan dalam periode tertentu.
2. Bergabunglah dalam kelompok, yakni agar ada teman untuk saling menyimak dalam menghafal.
3. Bawalah mushhaf ukuran saku, agar memudahkan jika sewaktu-waktu ingin mengulang atau menambah hafalan.
4. Dengarkan bacaan imam baik-baik (dalam shalat berjamaah), pahamilah makna atau tafsirnya.
5. Mulailah dari juz atau surah yang relatif mudah dihafal, dan hindari yang cenderung sukar, terutama di awal-awal masa hafalan. Namun, ini bersifat relatif, dan tidak selalu demikian.
a. Juz atau surah yang relatif mudah dihafal, yaitu: Juz ‘Amma, juz 29, juz 27, surah-surah: Al-Baqarah, Ali ‘Imran, Yusuf, Yasin, al-Qashash, al-Anfal, al-Ahzab, Luqman, Shad, al-Kahfi, al-Mulk, as-Sajdah, al-Insan (ad-Dahr), al-Jumu’ah, al-Munafiqun, dan Qaaf.
b. Juz atau surah yang relatif mudah dihafal, yaitu: juz 28, surah-surah: Yunus, Fathir, an-Nisa’, an-Nahl, al-Ankabut, dan az-Zumar.
6. Miliki satu jenis saja mushhaf Al-Qur’an sebagai pegangan tetap dalam menghafal. Jika mempunyai beberapa mushhaf, maka harus sama persis urutan halamannya dan posisi ayat-ayatnya. Jika mushhaf pegangan ini hilang, maka penggantinya harus dari jenis yang sama. Tujuannya: supaya hafalan tidak kacau.
7. Jangan tergesa-gesa berpindah hafalan sebelum benar-benar mantap menghafal bagian sebelumnya.
8. Bagilah surah-surah yang panjang menjadi beberapa penggalan, sehingga mudah dihafal dan di-muraja’ah secara bertahap.
9. Perhatikanlah ayat-ayat yang saling serupa, namun mempunyai perbedaan kecil di dalamnya.
10. Adakan perlombaan menghafal, bila perlu.
Lima kaidah tambahan dalam menghafal, yaitu:
1. Batasilah porsi hafalan harian.
2. Jangan menghafal melebihi porsi hafalan harian yang telah ditetapkan, sebelum benar-benar hafal.
3. Jangan berpindah ke surah lain sebelum menghafal suatu surah secara sempurna.
4. Selalu perdengarkan hafalan (tasmi’), baik kepada guru atau teman.
5. Manfaatkan usia muda dalam menghafal.
Bagaimana menghayati Al-Qur’an?
1. Pelajarilah bahasa Arab dengan baik.
2. Kajilah sejarah hidup (sirah) Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam.
3. Pahamilah tafsir Al-Qur’an, atau paling tidak terjemahannya.
4. Perbanyaklah membaca dan mengkaji hadits.
5. Belajar dan amalkan Al-Qur’an secara total.
Merawat hafalan. Selain dimudahkan untuk dibaca, dihafal, dan dimengerti, ternyata Al-Qur’an juga sangat mudah hilang dari hafalan, yakni jika tidak dirawat dan diperhatikan dengan seksama. Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam bersabda, “
Wallahu a’lam bish-shawab. [*]

[ 3 ]
ILMU TAFSIR
Definisi. Ada beberapa rumusan yang dikemukakan para ulama’:
• Menurut al-Qannuji, “Ilmu yang membahas tentang makna rangkaian Al-Qur’an sebatas kemampuan manusiawi dan sebatas apa yang diindikasikan dengan kuat oleh kaidah-kaidah bahasa Arab.”
• Menurut penulis Kasysyafu Ishthilahi al-Funun, “Ilmu yang dengannya bisa diketahui penurunan ayat-ayat, sya’n-nya, kisah-kisahnya, sebab-sebab penurunannya, kemudian urutan makkiyah dan madaniyah-nya, muhkam dan mutasyabih-nya, nasikh dan mansukh-nya, khash dan ‘aam-nya, muthlaq dan muqayyad-nya, mujmal dan mufassar-nya, halal dan haramnya, janji dan ancamannya, perintah dan larangannya, dan lain sebagainya.”
• Menurut Abu Hayyan, “Ilmu yang membahas tentang tatacara pengucapan lafazh-lafazh Al-Qur’an, obyek yang dimaksudkan olehnya, hukum-hukumnya baik yang bersifat mandiri maupun berangkai, serta makna-maknanya yang muncul akibat kondisi susunan kalimatnya, serta (segala hal yang menjadi) penyempurnanya.”
• Menurut az-Zarkasyi, “Ilmu yang digunakan untuk memahami kitab Allah yang diturunkan kepada Muhammad shalla-llahu ‘alaihi wasallam, menjelaskan makna-maknanya, mengeluarkan berbagai hukum dan hikmah darinya.”
• Menurut Quthbuddin ar-Razi, “Ilmu yang membahas apa yang dikehendaki Allah ta’ala dari Al-Qur’an-Nya yang mulia.”
• Menurut at-Taftazani, “Ilmu yang membahas keadaan-keadaan lafazh – yakni, firman Allah ta’ala – dari aspek apa yang ditunjuk secara kuat sebagai maksud Allah dengannya.”
Khusus dua definisi terakhir ini mengandung kontroversi tertentu dalam detailnya, yang berusaha diluruskan oleh yang berikut ini.
• Menurut Syekh Shadruddin al-Qunyawi, “Pengetahuan tentang keadaan-keadaan firman Allah ta’ala dari aspek Qur’ani-nya dan dari aspek hal-hal yang mengarah kepada apa yang diketahui atau diduga kuat sebagai maksud Allah dengannya, sesuai dengan tingkat kemampuan manusiawi.”
Ruang lingkup. Kajian ilmu ini berfokus kepada firman-firman Allah yang merupakan sumber segala hikmah dan tambang aneka rupa keutamaan (fadhilah). Firman Allah yang dikaji hanya sebatas apa yang ada dalam Al-Qur’an, tidak termasuk hadits Qudsi.
Manfaat. Tujuannya adalah mengetahui makna rangkaian (ayat atau surah Al-Qur’an) menurut batas kemampuan manusiawi. Ilmu ini sangat bermanfaat untuk memperoleh kemampuan menarik kesimpulan hukum syar’iyyah secara benar, mengambil pelajaran dari kisah dan ‘ibrah Al-Qur’an, serta menghiasi diri dengan akhlaq mulia yang diajarkannya. Sebenarnya masih banyak lagi manfaat mengkaji ilmu ini, sebab Al-Qur’an sendiri bagaikan lautan yang tak bertepi.
Keutamaan. Status suatu ilmu sangat tergantung kepada obyek yang dikajinya. Ia menjadi mulia atau bahkan terlarang karena faktor ini. Menurut al-Ashbahani, kemuliaan Ilmu Tafsir dapat dilihat dari beberapa segi. Pertama, dari obyek kajiannya, yaitu firman Allah yang merupakan sumber hikmah dan keutamaan. Kedua, dari tujuan mempelajarinya, yaitu berpegang teguh kepada al-‘urwah al-wutsqa (tali pengikat yang sangat kokoh) dan mencapai kebahagiaan hakiki. Ketiga, dari urgensinya bagi kita, sebab setiap kesempurnaan duniawi maupun ukhrawi memerlukan ilmu syar’iyyah dan pengetahuan diniyah, sementara dua hal terakhir ini sangat tergantung kepada penguasaan terhadap Kitabullah.
Sejarah dan Tokohnya. Sejak masa hidup Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam, ilmu ini sudah berkembang. Namun, beliau tidak menafsirkan semua ayat. Bahkan riwayat tafsir dari beliau boleh dikatakan sedikit saja. Beliau hanya menafsirkan apa yang dirasa sukar dimengerti oleh para sahabat. Selebihnya sudah cukup mudah difahami mengingat Al-Qur’an turun dalam bahasa mereka dan mereka sendiri adalah generasi yang sangat fasih berbahasa Arab. Penafsiran yang lebih luas baru berkembang para periode berikutnya, yang mengiringi meluasnya wilayah kaum muslimin dan masuknya berbagai bangsa non-Arab ke dalam pelukan Islam. Mereka inilah yang sangat membutuhkan penjelasan dan penafsiran yang lebih rinci.
Ahli tafsir dari kalangan sahabat adalah khalifah yang empat (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali), Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas, Ubayy bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu Musa al-Asy’ari, ‘Abdullah bin az-Zubair, Anas bin Malik, Abu Hurairah, Jabir bin ‘Abdillah, dan ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiya-llahu ‘anhum ajma’in. Diantara empat khalifah, hanya ‘Ali yang paling banyak dikutip riwayatnya. Tiga lainnya sudah lebih dulu wafat sehingga sangat jarang ditemukan riwayat tafsir dari mereka.
Dari generasi tabi’in, para ahli tafsir adalah murid-murid Ibnu ‘Abbas di Makkah, diantaranya Mujahid bin Jabr al-Makki, Sa’id bin Jubair, ‘Ikrimah maula Ibnu ‘Abbas, Thawus bin Kaysan al-Yamani, dan ‘Atha’ bin Abi Rabah al-Makki. Kemudian murid-murid Ibnu Mas’ud di Kufah, diantaranya ‘Alqamah bin Qays, al-Aswad bin Yazid, Ibrahim an-Nakha’i dan asy-Sya’bi. Kemudian murid-murid Zaid bin Aslam, diantaranya ‘Abdurrahman bin Zaid dan Malik bin Anas. Kemudian al-Hasan al-Bashri, ‘Atha’ bin Abi Salamah Maysarah al-Khurasani, Muhammad bin Ka’ab al-Qurazhi, Abu al-‘Aliyah Rafi’ bin Mahran ar-Riyaahi, adh-Dhahhak bin Muzahim, ‘Athiyyah bin Sa’id al-‘Aufi, Qatadah bin Di’amah as-Sadusi, ar-Rabi’ bin Anas dan as-Suddi.
Setelah mereka, lahir para ulama’ yang menyusun kitab-kitab tafsir yang mengumpulkan pendapat generasi sahabat dan tabi’in. Diantara mereka adalah Sufyan bin ‘Uyainah, Waki’ bin al-Jarrah, Syu’bah bin al-Hajjaj bin al-Ward, Yazid bin Harun, ‘Abdurrazzaq, Adam bin Abi Iyas, Ishaq bin Rahawaih, Rauh bin ‘Ubadah, ‘Abdullah bin Humaid, Abu Bakr bin Abi Syaibah, dan lain-lain.
Setelah ini muncul satu lapisan ulama’ ahli tafsir lagi, diantaranya adalah ‘Abdurrazzaq, ‘Ali bin Abu Thalhah, Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, Ibnu Majah, al-Hakim, Ibnu Mardawaih, Abu asy-Syaikh Ibnu Hibban, dan Ibnu Mundzir.
Setelahnya lahir generasi para penulis tafsir yang kaya informasi namun tanpa disertakan sanad-nya, seperti Abu Ishaq az-Zajjaj dan Abu ‘Ali al-Farisi. Ada lagi Abu Bakr an-Naqqasy, Abu Ja’far an-Nahhas, Makky bin Abi Thalib dan Abu al-‘Abbas al-Mahdawi.
Setelah mereka, menjamur berbagai corak tafsir yang sanad-nya diringkas dan teks riwayatnya sering dikutip tidak lengkap. Dari sinilah berbagai penyusupan terjadi, riwayat yang shahih bercampur aduk dengan yang cacat, dan bahkan setiap orang berani mengungkap pendapat apa saja yang terlintas di benaknya mengenai Al-Qur’an. Lebih celaka lagi, orang-orang yang datang setelahnya mengutip begitu saja pendapat mereka karena mengira ada dasarnya, dengan tanpa mengecek dan merujuknya kepada pendapat maupun tokoh yang lebih otoritatif dalam bidang ini.
Juga muncul fenomena baru, dimana sekelompok orang yang sangat menguasai satu bidang tertentu menulis tafsir yang khusus mengurai sudut pandang disiplin ilmunya. Akhirnya terkesan bahwa Al-Qur’an diturunkan hanya berisi ilmu yang dikuasainya tersebut, padahal ia merupakan penjelas atas segala sesuatu. Para pakar nahwu akan mengulas Al-Qur’an sehingga berubah seolah-olah menjadi kitab tatabahasa, seperti al-Basith karya al-Wahidi, tafsir karya az-Zajjaj, dan al-Bahr serta an-Nahr karya Abu Hayyan. Para ahli sejarah dan kisah tidak tertarik untuk membicarakan selain paparan berbagai kejadian, tidak perduli riwayatnya shahih maupun bathil, seperti ats-Tsa’labi. Ahli fiqh tak ketinggalan menulis tafsir, lalu menyebutkan aneka ragam cabang-cabang hukum fiqh beserta dalilnya secara sangat detail, bahkan menyertakan banyak perbedaan pendapat (khilafiyah) dan jawabannya dalam tafsir tersebut meski sebenarnya tidak ada sangkut-pautnya dengan ayat yang sedang dibicarakan, seperti al-Qurthubi. Pakar ilmu-ilmu ‘aqliyah, terutama Fakhruddin ar-Razi, akan memasukkan kata-kata para filosof satu demi satu sehingga sebagian ulama’ merasa heran dan berkomentar, “Di dalamnya terdapat semua hal, kecuali tafsir.” Penganut aliran-aliran bid’ah juga memanfaatkan tafsir untuk mendukung madzhab pemikirannya yang rusak. Setiap kali mereka mendapati satu peluang sekecil apapun dari Al-Qur’an, mereka akan bergegas untuk mengulasnya sedemikian rupa, seperti al-Kasysyaf karya az-Zamakhsyari. Meski pun ketokohannya diakui dalam bidang balaghah dan bahasa, namun beliau seorang penganut Mu’tazilah yang fanatik. Termasuk jenis ini adalah kalangan yang berbicara tentang tafsir Al-Qur’an tanpa landasan sanad, riwayat dari generasi salaf, berpegang para kaidah ushuluddin maupun kebahasaan, pendeknya merupakan penafsiran yang sembarangan dan ngawur, seperti al-‘Aja’ib wal Ghara’ib karya Mahmud bin Hamzah al-Kirmani. Sebagian kalangan sufi juga menulis tafsir, namun tidak diakui sebagai tafsir yang sebenarnya oleh para peneliti, seperti Haqa’iqu at-Tafsir karya as-Sulami.
Nama. Ilmu Tafsir, kadang disebut juga Ilmu Ta’wil.
Sumber bahan kajian. Dua uraian berikut berasal dari ulama’ berbeda, namun intinya sama.
• Disiplin ilmu ini dalam kajiannya berlandaskan kepada ilmu-ilmu kebahasaan (Arab), dasar-dasar teologi, ushul fiqh, logika, dan lain-lain.
• Ilmu Tafsir mengambil bahan kajiannya dari ilmu kebahasaan (Arab), nahwu, tashrif, ilmu bayan, ushul fiqh, dan qira’at.
Kebutuhan kepada tafsir. Allah menurunkan kitab-Nya dalam bahasa yang dapat difahami hamba-Nya. Oleh karenanya pula Dia mengutus para rasul dengan bahasa kaumnya. Lalu, mengapa tafsir masih dibutuhkan? Setidaknya karena tiga alasan. Pertama, kesempurnaan Al-Qur’an yang sangat tinggi, sehingga mampu menyatukan berbagai makna dalam untaian kalimat yang ringkas saja. Dengan tafsir maka makna-makna yang tersembunyi bisa ditampakkan. Masing-masing orang akan berbeda-beda dalam hal ini, tergantung berbagai faktor; inilah yang menjelaskan mengapa penafsiran seorang ahli kadang terlihat jauh lebih baik dibanding ahli lainnya. Kedua, adanya kata maupun kalimat yang mengandung lebih dari satu pengertian, separti majaz, isytirak dan dalalah iltizam. Ketiga, Al-Qur’an diturunkan pada masa hidupnya para ahli bahasa Arab yang paling fasih. Meski demikian sebagian dari ayat-ayatnya masih sukar dimengerti oleh mereka sehingga ditanyakan kepada Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam. Di zaman sekarang, dimana penguasaan kita terhadap bahasa Arab sangat minim, maka tafsir merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat diabaikan.
Syarat ahli tafsir. Sebagian ulama’ tidak mengizinkan siapapun menafsirkan Al-Qur’an dan mencukupkan diri dengan atsar terkait tafsir yang berasal dari Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam. Sebagian ulama’ yang lain memberi kelonggaran, walau tetap harus memenuhi syaratnya, yaitu menguasai 15 macam ilmu: (1) bahasa, (2) nahwu, (3) tashrif, (4) isytiqaq, (5) ma’ani, (6) bayan, (7) badi’, (8) qira’at, (9) ushuluddin atau teologi, (10) ushul fiqh, (11) asbabun nuzul dan kisah-kisah, (12) an-nasikh wal mansukh, (13) fiqh, (14) hadits-hadits yang mengandung penjelasan terhadap hal-hal yang masih samar atau global dalam Al-Qur’an, (15) ilmu mawhabah, yaitu ilmu yang dikaruniakan Allah kepada siapa saja yang mengamalkan apa yang diketahuinya. Selain itu, seorang ahli tafsir juga harus menjaga adab-adab yang selayaknya ketika berinteraksi dengan firman Allah.
Menurut kami, ditetapkannya ilmu ke-15 sebagai syarat seorang penafsir adalah cara paling halus untuk mengatakan bahwa hanya seorang mukmin yang bermoral baik dan berkomitmen kuat kepada agamanya yang layak menafsirkan Al-Qur’an. Dengan ini, maka orang-orang kafir, fasiq dan penganut aliran bid’ah akan tersingkir dari pentas ilmiah tafsir kitab suci, walaupun mereka sanggup menguasai 14 ilmu lainnya. Menghapus atau mengabaikan syarat terakhir ini adalah kesalahan fatal, terlebih jika ilmu-ilmu yang lain tidak dikuasai dengan baik atau bahkan juga diabaikan; belum lagi jika memang adab kepada Allah dan firman-Nya dilanggar.
Ta’wil. Istilah ini berarti memalingkan makna suatu ayat kepada makna lain yang selaras dengan (ayat) sebelum maupun sesudahnya, sepanjang makna itu dimungkinkan oleh ayat yang bersangkutan, sejalan dengan kaidah kebahasaan serta tidak mengandung pertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunnah maupun pokok-pokok agama yang sudah lazim. Jadi, ta’wil lebih khusus dari tafsir. Seringkali tafsir dikesankan sebagai penjelasan aspek lahiriah Al-Qur’an, yakni makna yang segera bisa ditangkap dengan membaca teksnya; sedang ta’wil adalah penjelasan aspek batin darinya, yang hanya diketahui dengan pengamatan yang jeli dan hati-hati. Namun, sebagian ulama’ ada yang tidak membedakan antara tafsir dengan ta’wil.
Tarjamah. ss
Ulumul Qur’an. Ada sangat banyak cabang dari ilmu ini, yang bahkan memerlukan buku tersendiri untuk sekedar menguraikannya satu persatu. Dalam konteks Madrasah, hanya aspek praktis yang diajarkan secara intensif, yaitu ilmu tajwid dasar sebagai bekal membaca Al-Qur’an dengan lancar dan benar (murattal dan mujawwad), mengenal tafsir paling sederhana, dan hafalan dalam kadar tertentu. Meski demikian, di tahun terakhir siswa tetap diberi satu muqaddimah yang memberikan gambaran lebih luas terhadap ilmu-ilmu yang tercakup di dalamnya, seperti asbabun nuzul, nasikh-mansukh, tartib nuzul, qira’at, gharib, i’rab, mufradat, dan lain-lain.
Literatur penting. Ada tiga jenis kitab tafsir yang sudah ditulis para ulama’, dipandang dari ukurannya: ringkas, sedang dan panjang. Diantara karya yang ringkas adalah Zaadu al-Masirah karya Ibnu al-Jauzi, al-Wajiz karya al-Wahidi, Tafsir al-Wadhih karya ar-Razi, dan Tafsir al-Jalalain karya Jalaluddin as-Suyuthi dan Jalaluddin al-Mahalli.
Diantara karya berukuran sedang adalah al-Wasith karya al-Wahidi, Tafsir al-Maturidi, Tafsir at-Taysir karya Najmuddin an-Nasafi, al-Kasysyaf karya az-Zamakhsyari, Tafsir ath-Thayyibi, Tafsir al-Baghawi, Tafsir al-Kawasyi, Tafsir al-Baydhawi, Tafsir al-Qurthubi, Tafsir Sirajuddin al-Hindi, Tafsir Madariku at-Tanzil karya Abu al-Barakat an-Nasafi dan Tafsir Ibnu Katsir.
Diantara karya yang berukuran besar adalah al-Basith karya al-Wahidi, Tafsir ar-Raghib karya al-Ashfahani, al-Bahr al-Muhith karya Abu Hayyan, at-Tafsir al-Kabir karya ar-Razi, Tafsir al-‘Alami yang terdiri dari 40 jilid, Tafsir Ibnu ‘Athiyyah ad-Dimasyqi, Tafsir al-Khuraqi, Tafsir al-Huufi, Tafsir al-Qusyairi, Tafsir Ibnu ‘Aqil, ad-Durr al-Mantsur fi at-Tafsir bi al-Ma’tsur karya as-Suyuthi, Tafsir ath-Thabari dan I’rabu al-Qur’an karya as-Safaqisi.
Imam asy-Syaukani menulis satu kitab tafsir berukuran sedang yang dipandang sebagai salah satu karya paling baik dari generasi khalaf, berjudul Fathul Qadir, terdiri dari 5 juz. [*]

[ 4 ]
ILMU HADITS
Definisi. Ilmu yang dengannya dapat diketahui kata-kata (aqwal), perbuatan (af’al), dan keadaan (ahwal) Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam.
Ruang lingkup. Ilmu ini mengkaji hadits-hadits Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam dari segi isi kandungannya yang ditunjukkan oleh makna maupun maksud yang dapat dipahami dari teksnya.
Manfaat. Tujuan dan manfaat dari mengkaji ilmu ini adalah meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, dengan cara menghiasi diri dengan adab-adab yang dicontohkan oleh Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam dan menjauhi segala yang dilarang maupun tidak disenangi oleh beliau.
Pembagian. Ilmu Hadits dibagi menjadi 2 konsentrasi, yaitu:
a) Ilmu Riwayat Hadits, yakni ilmu yang membahas tentang cara bersambungnya hadits kepada Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam, dilihat dari segi keadaan para perawinya apakah mereka ‘adil dan dhabith ataukah tidak; dan dari segi cara bersambung maupun terputusnya sanad, dan lain sebagainya. Disebut juga Ilmu Ushulul Hadits atau Ilmu Musthalah Hadits. Perintis pertama bidang ini adalah al-Qadhi Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Abdurrahman ar-Ramahurmuzy (wafat sekitar tahun 350-an hijriyah), dengan bukunya yang berjudul al-Muhaddits al-Fashil baina ar-Rawiy wa al-Wa’iy.
b) Ilmu Dirayah Hadits, yaitu ilmu yang mengkaji tentang makna dan maksud yang dapat dipahami dari lafal suatu hadits dengan bersandarkan kepada kaidah-kaidah bahasa Arab, ketetapan-ketetapan syari’at, serta kesesuaiannya dengan perilaku Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam sendiri. Ulama’ yang dianggap sebagai peletak dasar ilmu ini adalah Muhammad bin Syihab az-Zuhry (w. 125 H), pada zaman kekhilafahan ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz. Hal ini juga atas permintaan khalifah tersebut, karena dikhawatirkan lenyapnya Sunnah akibat wafatnya para sahabat.
Keutamaan. Ilmu Hadits merupakan salah satu ilmu yang paling tinggi derajatnya, sebab dengannya dapat diketahui hadits yang maqbul (dapat diterima) atau mardud (ditolak), sehingga dapat diketahui pula bagaimana caranya mencontoh Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam secara benar dan terhindar dari kesalahan.
Nama. Disiplin ilmu ini disebut juga Ilmu Riwayat wal Akhbar atau Ushul Hadits.
Sumber bahan kajian. Ilmu Hadits bersandar kepada seluruh bagian dari ilmu-ilmu bahasa Arab, berita dan kisah mengenai Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam, mengenal dua sumber pokok agama (Al-Kitab dan Sunnah), fiqh, biografi para perawi hadits, sejarah kaum muslimin, dan lain-lain.
Hukum mempelajarinya. Ketika tidak ada seorang pun yang menguasai ilmu ini, maka hukumnya menjadi fardhu ‘ain. Sedang ketika sudah ada yang menjadi pakarnya, maka bersifat fardhu kifayah.
Masalah yang dikaji. Ilmu Hadits mengkaji pokok-pokok persoalan sesuai dengan konsentrasinya. Dalam Ilmu Riwayat, yang dibahas adalah sanad dan matan, yakni apakah ia shahih, dha’if, bersambung, terputus, dan lain sebagainya. Sedang dalam Ilmu Dirayah, yang dikaji adalah makna dan maksud dari suatu hadits, yang biasanya lewat pengaitan maupun pembandingan dengan ayat Al-Qur’an, hadits yang lain, maupun kaidah-kaidah syari’at yang sudah tetap.
Literatur penting. Kita dapat memilahnya berdasar konsentrasi Ilmu Hadits itu sendiri, dirayah dan riwayah. Karya-karya induk dalam Ilmu Dirayah antara lain Kutub as-Sittah (al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah), al-Muwaththa’ karya Malik bin Anas, al-Musnad karya Ahmad bin Hanbal, Sunan ad-Darimi, Shahih Ibnu Khuzaimah, Shahih Ibnu Hibban, al-Mustadrak karya al-Hakim, Sunan ad-Daruquthni, al-Ma’ajim ats-Tsalatsah (al-Kabir, al-Ausath, al-Shaghir) karya ath-Thabrani, Musnad Abu Dawud ath-Thayalisi, Musnad Abu Ya’la al-Maushili, Musnad asy-Syafi’i, Musnad Abu Hanifah, Musnad al-Bazzar, Mushannaf ‘Abdurrazzaq, Sunan Sa’id bin Manshur, Musnad ‘Abd bin Humaid, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, al-Adab al-Mufrad karya al-Bukhari, Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Syu’abu al-Iman karya al-Baihaqi, Musnad asy-Syamiyyin karya ath-Thabrani, Sunan an-Nasa’i al-Kubra, Hilyatu al-Auliya’ karya al-Hafizh Abu Nu’aim al-Ashbahani, Syarh Ma’ani al-Atsar karya ath-Thahawi, Musnad Ibnu al-Ja’di, Musnad al-Humaydi, Musnad asy-Syihab karya al-Qudha’i, Musnad al-Firdaus karya ad-Dailami, Musnad Ishaq bin Rahawaih, al-Muntaqa karya Ibnu al-Jarud, Musnad al-Harits wa Zawa’id al-Haytsami, dan al-Aahad wal Matsani karya Abu ‘Amr asy-Syaibani.
Ke dalam daftar ini dapat ditambahkan sangat banyak judul lain yang dikelompokkan sebagai al-ajza’ al-haditsiyyah, yakni karya-karya mandiri di bidang hadits yang membahas satu tema secara spesifik atau merupakan karya dari jenis khusus. Jika kita sertakan kitab-kitab sejarah (as-siyar wal maghazi), syarh (penjelasan), takhrij dan fadha’il (keutamaan), maka jumlah literatur dalam bidang ini akan menghabiskan satu kali usia kita – bahkan kurang – hanya untuk menelaahnya saja. Ada karya-karya spektakuler seperti al-Mu’jam al-Kabir (25 juz), at-Tamhid karya Ibnu ‘Abdil Barr (24 juz), Syarh an-Nawawi ‘ala Shahih Muslim (18 juz), Kanzu al-‘Ummal karya al-Muttaqi al-Hindi (16 juz), dan Fathul Baari karya Ibnu Hajar (13 juz), walau ada lainnya hanya yang terdiri dari 1 juz kecil saja seperti Musnad asy-Syafi’i dan al-Adab al-Mufrad.
Untuk disiplin Ilmu Riwayah atau Mushthalah Hadits, karya di bidang ini tidak terhitung jumlahnya, diantaranya al-Ilma’ karya al-Qadhi ‘Iyadh, Ma’rifatu ‘Ulumil Hadits karya al-Hakim, Muqaddimah karya Ibnu Shalah, al-Kifayah fi ‘Ilm ar-Riwayah karya al-Khathib al-Baghdadi, Nukhbatu al-Fikr karya al-Hafizh Ibnu Hajar, at-Taqrib wa at-Taysir karya an-Nawawi, Tadribu ar-Rawi karya as-Suyuthi, dan lain-lain.
Karya-karya yang memuat biografi para perawi hadits juga termasuk jenis ini, yang biasanya disebut dengan tarajum (biografi), thabaqat (generasi), al-‘ilal (cacat), tarikh (sejarah) atau al-jarh wat-ta’dil, seperti al-Ishabah fi Tamyizi ash-Shahabah karya al-Hafizh Ibnu Hajar, at-Tarikh al-Kabir karya al-Bukhari, al-Jarh wat-Ta’dil karya Ibnu Abi Hatim, Tahdzibu al-Kamal karya al-Hafizh al-Mizzy, Tadzkiratu al-Huffazh karya adz-Dzahabi, ath-Thabaqat al-Kubra karya Ibnu Sa’ad, Tarikh Dimasyqa karya Ibnu ‘Asakir, Tarikh Baghdad karya al-Khathib al-Baghdadi, ats-Tsiqat dan al-Majruhin karya Ibnu Hibban, adh-Dhu’afa’ wal Matrukin karya an-Nasa’i, dan lain sebagainya. [*]

[ 5 ]
ILMU SIRAH DAN MAGHAZI
Definisi. Ilmu yang membahas tentang sejarah hidup (sirah) dan peperangan (maghazi) Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam.
Ruang lingkup. Tema yang dikaji adalah sejarah hidup Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam, terutama setelah beliau diangkat sebagai Nabi dan Rasul. Namun, sering pula disertakan kisah hidup beliau sebelum itu, yang tentu saja ada tambahan keterangan tentang latar kehidupan jahiliyah, sejarah, budaya, agama dan asal-usul bangsa Arab.
Manfaat. Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, dalam muqaddimah kitab Mukhtashar Sirah ar-Rasul menyatakan, “...ketahuilah hal-hal yang diceritakan oleh para ulama’ tentang kisah Nabi Muhammad shalla-llahu ‘alaihi wasallam beserta kaumnya, juga apa yang terjadi diantara beliau dengan mereka selama di Makkah, apa yang terjadi diantara beliau dengan mereka selama di Madinah; ketahui pula apa yang dikisahkan para ulama’ tentang para sahabat beliau, berikut keadaan dan tindakan mereka; niscaya engkau akan mengenal Islam dan kekufuran; sesungguhnya Islam di hari-hari sekarang ini asing (gharib); mayoritas manusia tidak bisa membedakannya dari kekufuran; ini adalah kehancuran yang tidak dapat diharap darinya keberuntungan...”
Keutamaan. Mengkaji sirah adalah bagian dari upaya mengenali keaslian Islam, sebagaimana yang pernah diterapkan pada zaman Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Sirah sendiri merupakan rekaman otentik bagaimana Al-Qur’an diterapkan di muka bumi, dan bukan sekedar catatan peristiwa tanpa makna. Ia adalah Al-Qur’an yang “hidup”, sumber inspirasi yang diwariskan oleh generasi terbaik tersebut untuk umat di belakangnya. Siapapun yang mendalami sirah pasti menyadari bahwa disana terdapat hubungan yang sangat kuat dan tak terpisahkan antara sirah, Al-Qur’an dan Sunnah.
Hubungan dengan ilmu lain. Dari satu sisi, ilmu ini merupakan salah satu cabang dari ilmu sejarah (tarikh), yang secara khusus membahas periode kehidupan Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam. Di sisi lain, karena validitas riwayatnya sangat bergantung kepada hadits dan atsar, maka ilmu ini dapat dianggap pula sebagai bagian dari Ilmu Hadits.
Para perintis. Ulama’ yang pertamakali mengumpulkan riwayat di bidang ini secara khusus adalah Muhammad bin Ishaq bin Yasar (w. 150 H). Ada juga yang berpendapat bahwa bukan beliau yang pertama melakukannya, akan tetapi ‘Urwah bin az-Zubair (w. 94 H). Selain mereka, terdapat beberapa tokoh lain yang mula-mula mengkaji masalah ini secara khusus, diantaranya Wahb bin Munabbih (w. 110 H), Muhammad bin Muslim bin Syihab az-Zuhri (w. 125 H), Musa bin ‘Uqbah bin Abi ‘Iyasy (w. 141 H), Abu Muhammad Yahya bin Sa’id bin Aban al-Umawi al-Kufi al-Hanafi (w. 191 H), ‘Abdurrahman bin Muhammad al-Anshari (generasi ke-7, tabi’ tabi’in senior), Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Aidz al-Qurasyi ad-Dimasyqi (w. 233 H), Ibnu ‘Abdil Barr al-Qurthubi (w. 463 H), dan Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Waqidi (w. 468 H).
Nama. Biasanya disebut dengan sirah (perjalanan hidup) atau maghazi (tempat/waktu peperangan), disebabkan pokok kajiannya yang berfokus kepada keduanya.
Sumber bahan kajian. Bahan yang dipergunakan adalah riwayat-riwayat hadits dari para saksi sejarah, bukti-bukti fisik, juga kesaksian dari sya’ir-sya’ir yang merupakan rekaman bangsa Arab di masa itu terhadap kisah kehidupan mereka di suatu masa.
Masalah yang dikaji. Ilmu ini berusaha merangkai berbagai catatan sehingga membentuk bangunan sejarah yang utuh. Karena sifat khususnya, ilmu ini sering berusaha meneliti validitas serta kualitas riwayatnya dengan menggunakan metodologi Ahli Hadits, lalu memilih mana yang paling kuat dan dapat dijadikan sebagai sandaran. Di masa silam, sirah dan maghazi adalah bagian dari studi hadits, bukan sebuah disiplin ilmu terpisah seperti dikesankan dewasa ini. Oleh karenanya sangat wajar jika hampir seluruh kitab induk hadits pasti mengandung elemen sirah dan maghazi di dalamnya. Meski demikian, metodologi yang dipergunakan dalam meneliti masalah sirah cenderung longgar dibandingkan jika meneliti masalah-masalah hukum dan akidah. Akibatnya, karya-karya di bidang ini dipandang relatif kurang bermutu oleh para Ahli Hadits di zamannya, dan para perawinya sering dikritik dengan pedas.
Literatur penting. Karya paling termasyhur di bidang ini adalah Sirah Ibnu Hisyam yang merupakan ringkasan dan seleksi dari Sirah Ibnu Ishaq yang sudah hilang, sedang al-Maghazi karya Musa bin ‘Uqbah dipandang sebagai karya yang paling shahih. Sangat banyak sumber lain yang ditulis dalam masalah sirah, baik di zaman klasik maupun modern. Diantaranya salah satu bagian dari al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir, salah satu bagian dari Tarikh ath-Thabari, ‘Uyunu al-Atsar karya Ibnu Sayyidinnas, ar-Raudh al-‘Unuf karya as-Suhaili, Tarikh Khalifah bin Khayyath, Mukhtashar Sirah ar-Rasul karya Syekh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, Tahdzib Sirah Ibnu Hisyam karya Syekh ‘Abdussalam Harun, dan ar-Rahiq al-Mahtum karya Syekh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri. [*]

[ 6 ]
ILMU MAU’IZHAH
Definisi. Ilmu yang dengannya bisa diketahui hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang menahan diri dari sesuatu yang terlarang serta terdorong untuk bangkit mengerjakan sesuatu yang diperintahkan.
Sumber bahan kajian. Bahan yang dipergunakan adalah riwayat-riwayat hadits Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam, kisah-kisah ahli ibadah, para zahid (orang yang zuhud), dan orang-orang shalih; termasuk dalam jenis ini adalah kisah orang-orang jahat dan ahli maksiat yang amalnya buruk serta rusak kehidupannya.
Dalam al-Muntakhab, Ibnu al-Jauzi berkata, “Tatkala penyampaian nasihat sangat dianjurkan oleh Allah, yakni dalam firman-Nya, “Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS adz-Dzariyat: 55), dan juga sabda Rasulullah kepada para pejabat yang beliau tunjuk, “Perhatikan dan rawatlah manusia dengan peringatan [dan ikutilah satu nasihat dengan nasihat lainnya, karena sesungguhnya hal itu lebih kuat bagi seseorang untuk mengamalkannya]” (Riwayat Abu Nu’aim dan Ibnu ‘Asakir, dari ‘Ubaid bin Shakhr bin Laudzan radhiya-llahu ‘anhu),

[*]

[ 7 ]
ILMU AQA’ID
Definisi. Suatu ilmu yang dengannya seseorang dapat menetapkan i’tiqad (keyakinan) keagamaan dengan mendatangkan berbagai argumen (hujjah) dan menolak berbagai kerancuan (syubhat).
Ruang lingkup. Di kalangan ulama’ generasi awal, pokok bahasan ilmu ini adalah “Dzat Allah ta’ala dan sifat-sifat-Nya”. Karena dasar-dasar kajiannya membutuhkan pengetahuan yang memadai tentang keadaan segala sesuatu yang baru (yakni: makhluk), sementara ilmu tertinggi dalam syari’ah ini (yaitu: ‘aqa’id) ini tidak boleh tergantung kepada disiplin ilmu hikmah (yakni: filsafat), maka para ulama’ generasi berikutnya menambahkan bahasan tentang “segala sesuatu yang maujud (ada, eksis) ditinjau dari keberadaannya itu”. Pada perkembangan berikutnya, karena studinya pun membutuhkan pengetahuan mengenai status dalil dan hukum-hukum analogis (qiyas), sementara para ulama’ enggan bergantung kepada disiplin Ilmu Logika (yaitu: manthiq), maka ditambahkanlah kajian mengenai “segala sesuatu yang diketahui (al-ma’lum) ditinjau dari aspek keterkaitannya dengan penetapan keyakinan-keyakinan keagamaan (al-‘aqa’id ad-diniyyah), baik keterkaitan itu jauh maupun dekat.”
Manfaat. Tujuan dan manfaat mengkajinya adalah:
• Meraih kebahagiaan dunia dan akhirat.
• Mengentaskan diri dari tingkat ikut-ikutan (taqlid) menuju puncak keyakinan dalam beragama.
• Agar mampu menjelaskan dan mengajarkan dasar-dasar akidah Islam kepada orang lain.
• Mampu menundukkan orang yang menentang dengan bukti dan alasan yang kuat.
• Memelihara kaidah-kaidah agama dari berbagai rongrongan dan perusakan yang dilancarkan oleh musuh.
• Mempersiapkan landasan yang kokoh bagi pembangunan ilmu-ilmu syari’ah lainnya. Sebab, selama tidak bisa ditetapkan adanya dzat yang Maha Kuasa lagi Pencipta, yang Mengutus para rasul dan Menurunkan wahyu, maka ilmu-ilmu syari’ah yang lain bagaikan bangunan tanpa pondasi.
Dalam Abjadu al-‘Ulum, setelah disebutkan bahwa inti akidah adalah tauhid, terdapat uraian yang panjang mengenai manfaat Ilmu Aqa’id ini, diantaranya: “...yang diakui dalam tauhid bukan kepercayaan (al-iman) belaka, yang hanyalah pembenaran secara hukum (de jure), sebab hal itu merupakan salah satu bentuk suara hati saja. Kesempurnaan tauhid adalah dengan terwujudnya suatu karakter yang darinya jiwa mengambil jalan hidupnya (way of life); sebagaimana yang dituntut dari amal dan ibadah adalah lahirnya watak (malakah) taat, tunduk dan hati yang total terfokus hanya kepada dzat yang disembah, membuang segala pengganggu yang berasal dari selain-Nya, sehingga seorang murid berubah menjadi sosok salik rabbani (penempuh jalan ketuhanan).”
Keutamaan. Tidak diragukan lagi bahwa inilah ilmu yang paling tinggi dalam Islam, merupakan induk serta pondasi dari ilmu-ilmu syari’ah lainnya. Sebab, di dalamnya kita dibimbing untuk mengenal dzat Allah dan sifat-sifat-Nya. Dari sini kemudian lahir berbagai konsekuensi yang dijelaskan oleh ilmu-ilmu syari’at yang lain. Jadi, kekuatan maupun kelemahan dalam ilmu ini akan berakibat kepada ilmu-ilmu yang lain secara berantai.
Hubungan dengan ilmu lain. Ilmu ini disebut juga Ilmu Kalam, yang dalam kajiannya banyak memanfaatkan metodologi Filsafat. Hanya saja, kekhasan Ilmu ‘Aqa’id bila dibandingkan dengan Ilmu Hikmah atau Filsafat adalah pengkajiannya yang tunduk kepada aturan-aturan Islam, sementara Filsafat semata-mata berdasarkan rasio (akal). Namun, sebenarnya metode falsafi samasekali tidak diperlukan dalam menetapkan kebenaran pokok-pokok akidah, dan baru diadopsi belakangan. Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat tidak mengenalnya sedikit pun.
Dalam kitab Ihya’ ‘Ulumiddin, Imam al-Ghazali menulis, “Argumen apapun yang berhasil dibangun oleh Ilmu Kalam dan dapat dimanfaatkan, maka sebenarnya Al-Qur’an dan akhbar (yakni: Sunnah Nabi) sudah mencakupnya. Adapun apa yang tidak selaras dengan keduanya, maka itu adalah perdebatan yang tercela dan termasuk bid’ah; atau kekacauan dengan melibatkan diri dalam pertengkaran berbagai firqah; atau bertele-tele memaparkan aneka pendapat yang sebagian besar hanyalah omong-kosong dan igauan yang tidak akan diterima oleh watak (yang baik), juga tidak enak di telinga; sebagian lagi hanyalah pembicaraan tanpa arah yang tidak ada sangkut pautnya dengan agama; dan tidak ada sesuatu pun di dalamnya yang dikenal oleh generasi pertama kaum muslimin. Secara umum dapat dikatakan bahwa memperbincangkannya (yakni: Ilmu Kalam) adalah bid’ah.”
Sejarah dan tokoh. Pada dasarnya, pokok-pokok akidah Islam sudah selesai ditetapkan pada zaman Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam. Kajian para ulama’ generasi berikutnya adalah upaya menjelaskan kembali hal itu dan menolak berbagai penyelewengan yang muncul, yang mewujud dalam bentuk madzhab-madzhab menyimpang seperti Murji’ah, Jabariyah, Qadariyah, Mutazilah dan Syi’ah. Masing-masing mempunyai pendapat yang bertentangan dengan pokok-pokok akidah Islam. Meski demikian, ilmu ini sendiri dalam bentuknya yang banyak bersentuhan dengan filsafat dan logika cenderung dibenci para ulama’ Ahli Hadits. Kaum Mu’tazilah sempat dominan selama periode tertentu dalam sejarah Islam, dimana di dalamnya umat dipaksa mengakui kemakhlukan Al-Qur’an dan banyak ulama’ yang tsiqah dipenjara, disiksa maupun dibunuh. Ilmu ini kemudian kembali ke jalan Ahlussunnah setelah Abu al-Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Abi Bisyr Ishaq bin Salim al-Asy’ari (w. 324 H) mematahkan argumen-argumen mereka, yang juga dikukuhkan oleh Abu Manshur Muhammad bin Muhammad al-Maturidi al-Hanafi (w. 333 H).
Setelah itu tampillah al-Qadhi Abu Bakr Muhammad bin ath-Thayyib bin Muhammad al-Baqillani al-Bashri (w. 403 H) dan Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali ‘Abdul Malik bin ‘Abdillah bin Yusuf al-Juwaini (w. 478 H). Di belakang mereka, ulama’ yang dapat dipegangi uraian akidahnya adalah Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi (w. 505 H) dan Ibnu al-Khathib (alias Fakhruddin ar-Razi, Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Umar bin al-Husain bin al-Hasan, w. 606 H).
Nama-nama diatas adalah para ulama’ yang dikenal sebagai para mutakallim (teolog) yang paling lurus dan pendapatnya diterima luas. Adapun di kalangan Ahli Hadits, maka imam madzhab yang empat dapat dipandang sebagai tokoh-tokoh terpenting di bidang ini: Abu Hanifah an-Nu’man bin Tsabit al-Kufi (w. 150 H), Malik bin Anas bin Malik al-Ashbahi (w. 179 H), Muhammad bin Idris asy-Syafi’i (w. 204 H) dan Ahmad bin Hanbal asy-Syaibani (w. 241 H). Dilihat dari masa hidupnya, para imam ini lebih awal dan dekat dengan era kenabian, sehingga akidah mereka lebih bersih.
Nama. Disebut juga Ilmu Kalam, Ilmu Ushuluddin (pokok-pokok agama), atau Teologi (Ilmu Ketuhanan). Imam Abu Hanifah menamainya al-fiqh al-akbar untuk membedakannya dari disiplin ilmu mengenai cabang-cabang hukum yang disebut al-fiqh al-ashghar. Menurut at-Taftazani, “Ilmu yang berkaitan dengan hukum-hukum cabang (far’iyyah) disebut ‘ilm asy-syara’i’ wa al-ahkam (ilmu tentang syari’at dan hukum), sedang yang berkaitan dengan hukum-hukum pokok (ushuliyah) atau tentang keyakinan (i’tiqadiyah) disebut dengan ‘ilm at-tauhid wa ash-shifat.”
Disebut “kalam” karena masalah paling krusial yang kemudian menimbulkan perdebatan luas dan bahkan pertumpahan darah adalah persoalan kalam Allah, yakni Al-Qur’an. Para ulama’ kurang menyukai Ilmu Kalam ini, dan pada dasarnya segala sesuatu yang berkaitan dengan akidah sudah dijelaskan secara memadai dalam Al-Qur’an dan Sunnah. Maka, metode paling baik dalam mengkaji akidah Islam adalah metode Ahli Hadits dengan menelusuri riwayat-riwayat yang shahih. Dalam hal ini, mereka lebih terpercaya baik secara moral maupun metodologis. Ada yang menyatakan bahwa ilmu ini disebut begitu karena bertujuan membangun suatu kemampuan untuk berbicara (al-kalam) dan beradu argumen; atau karena setiap kali memulai pembahasan dalam suatu masalah biasanya diawali dengan kalimat: “pembicaraan (al-kalam) dalam masalah ini adalah begini-begitu.”
Dalam konteks Madrasah, maka yang diajarkan adalah akidah menurut metode Ahli Hadits. Akan tetapi, sesuai dengan sifat jenjang ini yang sebenarnya merupakan pendidikan dasar, di dalamnya hanya diajarkan pokok-pokok akidah sebagai pegangan utama, tanpa disertakan dalil-dalil maupun argumen yang sangat terinci. Pada tahun terakhir siswa juga dikenalkan dengan bentuk dan sejarah akidah-akidah kelompok sempalan, dengan tujuan memberikan wawasan bahwa di zaman sekarang pun bisa muncul varian baru yang mengusung isu-isu lama tersebut.
Sumber bahan kajian. Para ulama’ mensyaratkan bahwa aqidah terlebih dahulu harus diambil dari ketetapan Al-Qur’an dan Sunnah, baru kemudian – jika perlu – diperkuat dengan argumen rasional.
Hukum mempelajarinya. Mengetahui pokok-pokok akidah sebagai pegangan hidup adalah fardhu ‘ain, dan tidak boleh hanya ber-taqlid, kecuali di awal masa belajar dan bagi orang yang tidak mungkin untuk mencari ilmu karena beragam sebab yang syar’i.
Literatur penting. Al-Qur’an dan hadits sendiri merupakan sumber aqidah Islam yang paling pokok, dimana berbagai kitab ditulis untuk merangkumnya secara sistematis. Apa yang kami sebutkan disini adalah contoh kitab-kitab dimaksud, sebab pada dasarnya rujukan di bidang ini sangatlah luas, antara lain Ushulu as-Sunnah karya Ahmad bin Hanbal, al-Fiqh al-Akbar dan Absath yang dinisbatkan kepada Abu Hanifah, I’tiqadu A’immati al-Hadits karya Abu Bakr al-Isma’ili, al-Ibanah karya Abu al-Hasan al-Asy’ari, al-Iman karya Ibnu Mandah, al-I’tiqad wa al-Hidayah karya al-Bayhaqi, al-‘Aqidah karya Abu Ja’far ath-Thahawi, Risalah at-Tauhid karya Syekh Isma’il ad-Dahlawi, juga karya Syekh Muhammad ‘Abduh dengan judul yang sama, Kitab at-Tauhid karya Syekh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, Kitab Ushuluddin karya Jamaluddin Ahmad al-Ghaznawi, dan lain sebagainya.
Jenis literatur yang juga dapat dimasukkan ke dalam kategori ini adalah paparan pemikiran, sejarah dan doktrin berbagai madzhab yang menyimpang dari akidah yang lurus serta agama-agama di luar Islam, seperti I’tiqadaatu Firaqi al-Muslimin wa al-Musyrikin karya Fakhruddin ar-Razi, al-Farq baina al-Firaq karya ‘Abdul Qahir al-Baghdadi, al-I’lam bi ma fi Diini an-Nashara karya al-Qurthubi, al-Fashl fi al-Milal wa al-Ahwa’ wa an-Nihal karya Ibnu Hazm azh-Zhahiri, dan al-Milal wa an-Nihal karya asy-Syahrastani. Dalam tradisi modern, literatur ini termasuk jenis muqaranah al-madzahib wa al-adyan (perbandingan aliran dan agama).
Jenis lain yang juga banyak ditulis adalah polemik atau karya khusus yang didedikasikan untuk mengulas dan membantah pemikiran serta doktrin madzhab tertentu, seperti Fadha’ihu al-Bathiniyah karya al-Ghazali (tentang aliran kebatinan); Talbis Iblis karya Ibnul Jauzi (tentang kesesatan berbagai kelompok); ar-Radd ‘ala al-Jahmiyyah karya ad-Darimi, juga karya Ibnu Mandah dengan judul sama, kemudian ar-Radd ‘ala az-Zanadiqah wa al-Jahmiyyah karya Ahmad bin Hanbal (ketiganya mengulas penyimpangan dalam mengimani sifat-sifat Allah, hakikat firman Allah, takdir, dsb); lalu ada ar-Radd ‘ala Wihdati al-Wujud karya ‘Ali al-Qari (tentang akidah pantheisme, semacam keyakinan manunggaling kawula gusti yang didengungkan Syekh Siti Jenar di tanah Jawa); ar-Radd ‘ala man Yaqulu al-Qur’anu Makhluq karya Abu Bakr an-Najjad (tentang doktrin kemakhlukan Al-Qur’an); dan ar-Radd ‘ala man Dzahaba ila Tashhihi ‘Ilm al-Ghayb karya Ibnu Rusyd (tentang ramalan); dan lain-lain.
Bagi kita di zaman sekarang, membaca ulang karya-karya ulama’ tersebut merupakan penghematan waktu dan tenaga dalam menghadapi fenomena merebaknya pemikiran sesat, seperti liberalisme, sekularisme, pluralisme, dan sejenisnya; sebab pada dasarnya isu-isu dalam akidah tidak beranjak jauh dari apa yang sudah pernah muncul di masa silam. Bahkan, dalam kebanyakan kasus, isu-isu yang diangkat adalah “dagangan” lama yang disajikan dalam kemasan baru. [*]

[ 8 ]
ILMU AKHLAQ
Definisi. Kami menemukan dua definisi ini:
• Menurut al-Arniqiy, penulis Madinatu al-‘Ulum, “Ilmu yang dengannya bisa diketahui berbagai macam keutamaan.”
• Menurut Shadruddin, penulis al-Fawa’id al-Khaqaniyah, “Ilmu tentang berbagai macam keutamaan (fadha’il) dan tatacara mendapatkannya supaya jiwa berhias diri dengannya; serta ilmu tentang beraneka ragam kerendahan-budi (radza’il) dan tatacara memelihara diri darinya supaya jiwa bersih dari hal itu.”
Ilmu akhlaq adalah bagian dari hikmah-hikmah praktis. Ada tiga daya (al-quwa) dalam diri manusia yaitu daya nalar, emosi dan syahwat. Ilmu ini mengusahakan titik keseimbangan diantara dua ekstrim yang selalu muncul dari ketiganya. Pertama, dengan kebijaksanaan (hikmah) yang merupakan puncak kesempurnaan daya nalar, yaitu pertengahan antara kedunguan dan kejeniusan. Kedua, dengan keberaniaan (syaja’ah) yang menjadi puncak kesempurnaan daya emosi, yakni pertengahan antara pengecut dan sembrono. Lalu, ketiga, melalui ‘iffah (menjaga diri) yang menjadi puncak dari kesempurnaan daya syahwat, yaitu pertengahan antara dingin-beku dengan liar.
Ruang lingkup. Dua ulama’ memberikan uraian yang mirip, yaitu:
• Ilmu akhlaq mengkaji malakah (watak, karakter, perangai) kejiwaan, yakni dengan meluruskannya dan meletakkannya dalam keseimbangan diantara dua ekstrim, baik yang terlalu berlebihan (ifrath) atau terlalu kurang (tafrith).
• Ilmu akhlaq membahas akhlaq, malakah, dan jiwa yang menalar atau berkesadaran; ditinjau dari aspek bagaimana agar jiwa itu bisa mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki.
Malakah adalah sesuatu yang melekat erat dalam jiwa seseorang, sehingga tidak mudah dihilangkan. Malakah terdiri dari dua bagian, thabi’iyah (karakter bawaan) dan ‘aadiyah (kebiasaan). Thabi’iyah artinya komposisi kepribadian seseorang sejak semula telah menyimpan suatu kesiapan untuk menerima bentuk perilaku tertentu, sehingga diperlukan sedikit ‘sentuhan’ saja untuk mengarahkannya. ‘Aadiyah artinya sejak semula jiwa dibiasakan mengerjakan sesuatu hal, yang dilakukan secara sadar, berulang-ulang, dan dengan latihan yang kontinyu, sehingga tumbuh menjadi malakah baru yang bisa muncul sewaktu-waktu dengan mudah dan tanpa perlu dipikirkan lagi.
Manfaat. Berikut sebagian yang disebutkan para peneliti tentang manfaat mempelajari Ilmu Akhlaq, yaitu:
• Agar manusia menjadi sosok yang sempurna perilakunya, semaksimal mungkin, sehingga di dunia ini berbahagia dan di akhirat kelak terpuji.
• Memunculkan bakat tersembunyi yang berupa kesiapan untuk mengerjakan suatu malakah yang dikehendaki – atau –menciptakan malakah baru yang belum ada sebelumnya.
Keutamaan. Ilmu ini mendapatkan perhatian yang sangat memadai dalam syari’at Islam. Tidak seorang pun yang hendak berbicara mengenainya melainkan ia sudah pasti mendapatkan bahan yang melimpah dari Al-Qur’an dan Sunnah. Akhlaq senantiasa berkaitan dengan jiwa dan ruh, sementara tidak ada yang lebih mengetahui tentangnya selain Allah dan Rasul-Nya. Adapun psikologi dan ilmu-ilmu baru yang terkait, pada dasarnya hanya mengkaji jiwa dan ruh menurut fenomena fisik dan lahiriah.
Hubungan dengan ilmu lain. Dalam banyak hal, akhlaq selalu berkaitan dengan adab. Disini, yang dimaksud adalah al-adab asy-syar’iyyah, sebab – dalam bahasa Arab – Ilmu Adab dapat berarti pula ilmu sastra, yakni kehalusan dalam berbahasa. Ilmu Adab Syar’iyyah mencakup hal yang lebih luas dan umum.
Nama. Ilmu Akhlaq. Ada sebagian literatur di bidang ini yang diberi judul al-Adab asy-Syar’iyyah, untuk membedakannya dari sastra.
Literatur penting. Diantara karya-karya penting di bidang ini adalah: Akhlaqu al-Abrar wa an-Najat min al-Asyrar karya Abu Hamid al-Ghazali, al-Akhlaq karya asy-Syaikh ar-Ra’is Ibnu Sina, al-Akhlaq karya ar-Raghib al-Ashfahani, al-Akhlaq karya an-Nashiriy, Rasa’il Ikhwanu ash-Shafa wa Khillaanu al-Wafa, Akhlaq Jalali karya al-Muhaqqiq ad-Dawani, Kitab al-Birr wal Itsm karya Ibnu Sina juga, Kitab al-Fauz karya Abu ‘Ali Ibni Miskawaih, dan sebuah kitab lagi karya Fakhruddin ar-Razi. Pada umumnya, karya-karya ini dapat dipandang pula sebagai paparan tentang teori pendidikan.
Ini adalah literatur yang disusun oleh para ulama’ di luar Ahli Hadits, sebab – sebagaimana sudah disinggung di muka – akhlaq merupakan sesuatu yang sangat diperhatikan dalam syari’at Islam. Ada teramat banyak karya dalam kelompok literatur hadits yang membahas masalah ini, bahkan hampir seluruh kitab induk matan hadits mempunyai bab-bab khusus yang membahas tentang adab dan akhlaq. Wallahu a’lam. [*]

[ 9 ]
ILMU FIQH
Secara bahasa, al-fiqh berarti pemahaman (al-fahm) secara umum. Menurut Syaikh Abu Ishaq, kata itu berarti “memahami sesuatu yang tersembunyi”.
Definisi. Beberapa definisi Ilmu Fiqh:
• Menurut Abu Hanifah, “Pengenalan terhadap diri sendiri, mengenai apa yang menjadi hak dan kewajibannya.”
• Menurut ‘Abdul Wahhab Khallaf, “Ilmu tentang hukum-hukum syar’iyyah ‘amaliyyah yang disimpulkan dari dalil-dalil syar’i yang terperinci – atau – kumpulan hukum-hukum syar’iyyah ‘amaliyyah yang disimpulkan dari dalil-dalil syar’i yang terperinci.” Ini adalah definisi yang umum ditemukan dalam tradisi fiqh madzhab Syafi’i.
• Menurut Imam Abu Ishaq asy-Syirazi, “Pengetahuan tentang hukum-hukum syar’iyyah yang diperoleh melalui metode ijtihad.”.
• Menurut Imam al-Haramain al-Juwayni, “Ilmu tentang hukum-hukum taklif (yang dibebankan oleh syari’at).”
• Menurut Ibnu Khaldun, “Pengetahuan tentang hukum-hukum Allah dalam amal perbuatan orang yang mukallaf, baik yang diwajibkan, dilarang, dibolehkan, dianjurkan, maupun tidak disenangi.”
Ruang lingkup. Ilmu Fiqh mengkaji aktifitas atau amal perbuatan orang yang telah mukallaf ditinjau dari segi hukum syar’i-nya, yakni supaya diketahui secara pasti apa status hukumnya menurut pandangan syari’at.
Manfaat. Para ulama’ menyebutkan tujuan dan manfaat dari mempelajari Ilmu Fiqh, yang walau berbeda ungkapannya, tetapi maknanya sama. Diantara apa yang mereka nyatakan sebagai manfaat dan tujuan mengkaji Ilmu Fiqh adalah:
• Menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
• Penerapan hukum-hukum syar’iyyah terhadap semua tindakan dan perkataan manusia.
• Keselamatan dari siksa neraka dan memperoleh balasan surga.
• Menghasilkan malakah (tabiat, naluri, karakter) yang berkemampuan untuk menunaikan amal-amal syar’iyyah.
Fiqh merupakan referensi atau rujukan bagi seorang hakim dalam memutuskan perkara; merupakan rujukan bagi seorang Mufti dalam merumuskan fatwa; dan menjadi rujukan bagi setiap orang mukallaf untuk mengetahui status hukum dari segala perbuatan maupun perkataannya, menurut pandangan syari’at.
Keutamaan. Tidak diragukan lagi ilmu ini sangat tinggi kedudukannya, sebab ia bagian dari pokok agama. Di masa silam, kata fiqh selalu bermakna pengetahuan tentang akhirat, penyakit-penyakit jiwa, serta memahami keutamaan akhirat dan remehnya dunia ini. Ia mencakup segala sesuatu dalam Islam yang bersifat keyakinan (i’tiqadiyah), perasaan (wijdaniyah) maupun amal perbuatan (‘amaliyah). Bagian pertama kemudian berkembang menjadi Ilmu Kalam (teologi), bagian kedua menjadi Ilmu Akhlaq dan Tashawwuf, sedang yang terakhir menjadi Ilmu Fiqh dan Mushthalah.
Sejarah dan para perintis. Ilmu Fiqh tumbuh bersama dengan tumbuhnya Islam itu sendiri, sebab pada dasarnya Islam merupakan kesatuan dari akidah, akhlaq dan juga hukum. Di zaman Nabi shalla-llahu ‘alaihi wasallam, hukum-hukum ini adalah apa yang ada dalam Al-Qur’an, juga setiap bentuk fatwa yang keluar dari Rasulullah, keputusan hukum (qadha’) dalam suatu kasus perselisihan, atau jawaban atas suatu pertanyaan yang diajukan. Jadi, pada awalnya hukum hanya bersumber dari Al-Qur’an dan Sunnah, yakni sebatas apa yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pada zaman sahabat, muncul berbagai kejadian baru yang belum pernah ada di zaman Nabi. Situasi ini mendorong timbulnya ijtihad, sehingga lahirlah berbagai keputusan hukum dan fatwa baru. Pada periode ini hukum-hukum fiqh terdiri dari hukum Allah dan Rasul-Nya, serta fatwa dan keputusan hukum para sahabat. Sumbernya adalah Al-Qur’an, Sunnah dan ijtihad sahabat. Saat itu, Ilmu Fiqh belum disusun secara sistematis, nama Ilmu Fiqh sendiri bahkan belum dikenal, dan para pakarnya pun belum disebut sebagai fuqaha’. Ini adalah periode kedua.
Pada abad ke-2 dan 3 Hijriyah, yakni periode tabi’in, tabi’it tabi’in, dan era para imam mujtahid, wilayah kehilafahan meluas sedemikian rupa, yang berarti pula masuk Islamnya berbagai bangsa non-Arab. Berbagai persoalan pun muncul yang memaksa dilakukannya ijtihad lebih luas. Pada periode ini hukum-hukum fiqh terdiri dari hukum Allah dan Rasul-Nya, fatwa dan keputusan hukum generasi sahabat, kemudian fatwa, istinbath (penyimpulan hukum) dan keputusan hukum para imam mujtahid. Sumbernya adalah Al-Qur’an, Sunnah, dan ijtihad sahabat serta para ahli ijtihad. Ilmu Fiqh mulai dibukukan secara sistematis, bersamaan dengan pembukuan Sunnah secara umum. Nama Ilmu Fiqh juga sudah dikenal. Ulama’ pertama yang menyusun karya di bidang ini – yang karyanya sampai ke zaman kita – adalah Imam Malik bin Anas, lewat kitab al-Muwaththa’, yang disusun atas permintaan khalifah Abu Ja’far al-Manshur. Ini merupakan kitab hadits dan fiqh sekaligus, dan menjadi pijakan utama fiqh ulama’ Hijaz. Kemudian Imam Abu Yusuf – salah seorang murid Imam Abu Hanifah – menulis banyak buku fiqh yang menjadi pijakan dasar fiqh ulama’ Iraq. Murid Imam Abu Hanifah yang lain, yakni Imam Muhammad bin al-Hasan, juga menulis karya-karya yang dipakai sebagai rujukan utama madzhab Hanafi. Sementara itu, Imam asy-Syafi’i mendiktekan kitab al-Umm di Mesir yang menjadi rujukan utama madzhab Syafi’i.
Nama. Disiplin ilmu ini disebut Ilmu Fiqh, al-fiqh al-ashghar (fiqh kecil), dikenal pula sebagai ilmu tentang furu’ al-ahkam (cabang-cabang hukum) atau ‘ilm asy-syara’i’ wa al-ahkam (ilmu tentang syari’at dan hukum).
Sumber bahan kajian. Ada empat dalil pokok yang dijadikan sebagai sandaran atau sumber pengambilan dalil dalam menyimpulkan hukum-hukum syar’i, yaitu: Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas. Dari keempat dalil ini, sumber dari segala sumber dalil adalah Al-Qur’an, kemudian Sunnah Nabi. Adapun Ijma’ dan Qiyas, hal ini menjadi polemik yang berkepanjangan di antara para ulama’; sebagian mendukung, sementara sebagian yang lain menolaknya dengan keras.
Hukum mempelajarinya. Mempelajari Ilmu Fiqh, jika berkaitan dengan kebutuhan setiap pribadi untuk beramal secara benar menurut Al-Qur’an dan Sunnah, maka hukumnya adalah fardhu ‘ain. Itu bermakna pula, bahwa setiap kali seseorang menghadapi situasi atau menyandang status tertentu yang belum ia ketahui ilmunya, maka ia wajib untuk belajar sampai bisa beramal dengan benar. Di sisi lain, jika ia sudah bisa beramal dengan benar, maka hal itu sudah cukup baginya dan tidak perlu memperdalam detail-detail yang tidak perlu. Ilmu Fiqh pada dasarnya bersifat praktis, bukan teoritis. Oleh karenanya, hukum fardu kifayah hanya dikenakan kepada orang berminat dan mampu untuk mencapai tingkatan Mufti, mujtahid atau ulama’ yang sangat menguasai bidangnya.
Masalah yang dikaji. Ilmu Fiqh mengkaji hukum-hukum syar’iyyah yang berkaitan dengan amal perbuatan.
Dalam tradisi fiqh madzhab Syafi’i, Ilmu Fiqh dibagi menjadi empat bagian. Pertama, mengkaji hukum-hukum syar’iyyah yang terkait dengan urusan akhirat, yaitu fiqh ‘ibadah. Kedua, hukum terkait eksistensi manusia, yaitu fiqh mu’amalah. Ketiga, hukum terkait eksistensi spesies manusia dari aspek keluarga dan rumah tangga, yaitu fiqh munakahat. Keempat, hukum terkait eksistensi spesies manusia dari aspek komunalnya, yakni fiqh ‘uqubah (sanksi dan hukuman).
Literatur penting. Fiqh merupakan disiplin ilmu yang berkembang pesat dan memiliki cabang-cabang yang tetap lestari hingga zaman modern. Di masa silam, ada banyak ulama’ yang mencapai tingkatan sebagai mujtahid dan mengembangkan tradisi fiqh tersendiri, seperti Sufyan bin Sa’id ats-Tsauri (w. 161 H). Namun, seiring perjalanan waktu, madzhab (aliran) mereka lenyap atau terserap kepada empat madzhab utama karena berbagai sebab. Empat madzhab yang bertahan dan paling luas diterima adalah Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Masing-masing tradisi kesarjanaan ini mempunyai literatur yang tidak terhitung jumlahnya, dalam berbagai ukuran. Disini hanya kami sebutkan sedikit saja sebagai contoh. Dari madzhab Hanafi terdapat al-Mabsuth karya as-Sarkhasi, kemudian al-Mudawwanah al-Kubra dari madzhab Maliki, al-Umm dari madzhab Syafi’i, dan al-Mughni karya Ibnu Qudamah al-Maqdisi dari madzhab Hanbali.
Selain itu, perlu diingat bahwa seluruh kitab kumpulan hadits adalah referensi yang sangat kaya dalam hal fiqh, sebab hadits merupakan sumber utama ajaran Islam; terlebih kitab-kitab induk hadits yang dinamai as-Sunan, seperti Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, Sunan an-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Sunan ad-Darimi, dan lain sebagainya. Sebab, as-Sunan adalah kitab kumpulan hadits yang disusun berdasarkan bab-bab fiqh. [*]

[ 10 ]
ILMU USHUL FIQH
Kata ushul merupakan bentuk jamak dari ashl, yang – dalam konteks ini – berarti dalil atau dasar hukum. Dengan demikian, istilah dalil identik dengan ushul, yakni dasar atau landasan.
Definisi. Berikut kami kemukakan beberapa definisi Ushul Fiqh menurut para ulama’:
• Menurut ‘Abdul Hamid Hakim, “Dalil-dalil fiqh secara umum/global,” yakni kaidah-kaidah pengambilan hukum.
• Menurut Abu Ishaq asy-Syirazi, “Dalil-dalil yang diatasnya dibangun suatu hukum fiqh tertentu, dan yang dipergunakan sebagai jalan untuk menetapkan suatu dalil secara global.”
• Menurut al-Qannuji, “Ilmu yang dengannya bisa diketahui (metode) pengambilan hukum-hukum syar’i yang bersifat furu’ (cabang) dari dalil-dalil syar’i yang global dan bersifat yaqin.”
• Menurut ‘Abdul Wahhab Khallaf, “Ilmu tentang berbagai kaidah dan pembahasan yang dapat dipergunakan untuk menarik kesimpulan hukum syar’iyyah ‘amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci,” – atau – “Kumpulan dari berbagai kaidah dan pembahasan yang dapat dipergunakan untuk menarik kesimpulan hukum syar’iyyah ‘amaliyah dari dalil-dalilnya yang terperinci.”
• Menurut asy-Syarif al-Jurjani, “Pengetahuan tentang berbagai kaidah yang dapat diterapkan dalam (Ilmu) Fiqh.”
• Menurut Syekh Syamsuddin al-Akfani as-Sakhawi, “Suatu ilmu yang dengannya bisa diketahui penetapan tempat pencarian hukum-hukum syar’iyyah ‘amaliyah, metode penyimpulannya, materi argumentatifnya, serta penarikan (dalil)-nya dengan menggunakan teori (tertentu).”
Jadi, Ilmu Fiqh mengkaji aspek praktis hukum dalam kaitan langsungnya dengan amal, sedangkan Ushul Fiqh berbicara tentang aspek-aspek filosofis, metodologis dan teoritis dari berbagai status hukum atas amal yang sudah atau belum dikenal.
Ruang lingkup. Berikut dua macam penjelasan sebagian ulama’ mengenai ruang lingkup kajian Ushul Fiqh, yaitu:
• Secara ringkas, ilmu ini mencakup dua hal saja, yaitu itsbat dan tsubut. Maksudnya, penetapan (itsbat) dalil-dalil untuk setiap hukum, dan tetapnya (tsubut) setiap hukum adalah dengan adanya dalil-dalil yang mendukungnya. Misalnya, penetapan firman Allah aqiimuu ash-shalaah [tegakkan shalat] sebagai dalil dari hukum wajibnya shalat; dan tetapnya kewajiban shalat berdasar firman Allah aqiimuu ash-shalaah [tegakkan shalat] tersebut. Kata aqiimuu [tegakkan] adalah kata perintah, dan setiap perintah menunjukkan kewajiban. Jadi, menegakkan shalat hukumnya adalah wajib.
• Dalil-dalil syar’i yang universal/umum dilihat dari aspek “bagaimana caranya mengambil kesimpulan hukum syar’i dari dalil-dalil tersebut”.
Manfaat. Berikut ini manfaat dan tujuan mempelajari ilmu ini menurut sebagian ulama’. Kami mengutip beberapa uraian berbeda, namun arahnya kurang lebih sama.
• Dengan ilmu ini bisa diketahui secara pasti atau diduga kuat hukum-hukum Allah, dan untuk mengubah status seseorang dari sekedar taqlid (ikut-ikutan) menuju tingkatan yang lebih tinggi dalam beragama. Bagi seorang mujtahid, ilmu ini dapat diterapkan untuk mengambil kesimpulan hukum (istinbath) atas cabang-cabang hukum (furu’) yang berasal dari suatu pokok hukum (ushul) tertentu. Bagi seorang muttabi’, maka ilmu ini dapat dipergunakan untuk merujukkan setiap cabang hukum kepada pokoknya (raddu al-furu’ ila al-ushul), sehingga amalnya dalam beragama menjadi bersih dan murni.
• Memperoleh suatu malakah (tabiat, naluri, karakter) yang dengannya seseorang mampu menarik kesimpulan hukum syar’iyyah far’iyyah (bersifat cabang) dari empat dalil utamanya, yaitu Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qiyas.
• Menarik kesimpulan hukum secara benar.
Keutamaan. Termasuk ilmu yang sangat penting, sebab dengan ini seseorang dapat terjaga dari kesalahan dalam menyimpulkan hukum. Menurut Ibnu Khaldun, “Ilmu Ushul Fiqh termasuk ilmu syar’iyyah yang paling agung, sebab dengannya bisa diambil berbagai hukum, taklif, dan pokok-pokok dalil syar’i....”
Perintis. Kebanyakan peneliti sepakat bahwa ulama’ pertama yang menulis di bidang ini adalah Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i, dengan karyanya ar-Risalah. Setelah itu tampil banyak ulama’ lain yang menggeluti ushul fiqh dan dikenal mahir di bidang ini, seperti Abu Bakr Ahmad bin ‘Ali ar-Razi (w. 370 H) yang lebih dikenal dengan sebutan al-Jashshash, Fakhl al-Islam Abu al-Hasan ‘Ali bin Ahmad al-Bazdawi (w. 482 H), Abu al-Ma’ali ‘Abdul Malik bin Yusuf al-Juwaini (lahir 410 H) yang lebih dikenal sebagai Imam al-Haramain, Abu Bakr Muhammad bin Ahmad (wafat sekitar tahun 500-an hijriyah) yang lebih dikenal sebagai Syams al-A’immah as-Sarkhasi, ‘Ali bin Muhammad bin Salim ats-Tsa’labi (w. 631 H) yang lebih dikenal sebagai Saifuddin al-Amidi, Abu al-Barakat ‘Abdullah bin Ahmad an-Nasafi, Abu Hafsh ‘Umar bin Ishaq bin Ahmad al-Ghaznawi (w. 773 H) yang lebih dikenal sebagai Sirajuddin al-Hindi, dan Muhammad bin ‘Ali asy-Syaukani (1255 H).
Nama. Ilmu Ushul Fiqh atau Ilmu Dirayah. Nama terakhir ini juga mencakup Ilmu Fiqh, sebab pada dasarnya kedua ilmu ini tidak terpisahkan.
Sumber bahan kajian. Dengan menggabungkan berbagai referensi yang kami miliki, maka sumber kajian dalam Ilmu Ushul Fiqh adalah:
• Menurut Imam al-Haramain al-Juwayni, ada tiga yaitu: bahasa, teologi dan fiqh.
• Menurut Syekh ‘Abdul Hamid Hakim, ada dua yaitu: ilmu tauhid dan bahasa.
• Menurut al-Qannuji, ada tiga yaitu: bahasa, ilmu-ilmu syar’i yang lain seperti teologi, tafsir dan hadits; serta logika.
Mengapa Ilmu Tauhid atau Teologi? Sebab, semua dalil syar’i sangat tergantung kepada ma’rifatullah (mengenal dan mengakui Allah) serta membenarkan sang penyampai risalah Muhammad shalla-llahu ‘alaihi wasallam. Tanpa kedua sikap ini, maka Ilmu Ushul Fiqh sudah pasti menyimpang sejak langkah pertama.
Mengapa Bahasa Arab? Sebab, pemahaman terhadap Kitabullah dan Sunnah Nabi, serta kemampuan untuk mengambil dalil sangat tergantung kepada penguasaan bahasa ini. Bagaimana pun juga, kedua sumber hukum Islam tersebut berbahasa Arab. Tidak mungkin seseorang bisa dipercaya dalam studi Ushul Fiqh selama ia belum mencapai kemapanan dan kematangan dalam penguasaan bahasa Arab, walau tidak harus sangat mendalam dan rumit.
Mengapa Fiqh? Sebab, Fiqh merupakan objek yang ditunjuk oleh pokok-pokok hukum yang sedang dibahas. Adalah tidak mungkin memahami suatu dalil dengan tanpa memahami objek yang dimaksudkannya.
Mengapa Logika (manthiq)? Sebab, setiap hukum berpijak kepada sebab atau ‘illat, dan ini merupakan salah satu watak dalam logika, yakni berpikir sistematis dengan memperhatikan prinsip sebab-akibat. Imam al-Ghazali adalah ulama’ yang menambahkan komponen ini ke dalam disiplin Ilmu Ushul Fiqh. Meski demikian, penggunaan akal sehat dan alur berpikir yang lurus sudah merupakan landasan yang dimaklumi bersama dalam disiplin ilmu manapun.
Berbagai disiplin ilmu syar’i yang lain seperti hadits, tafsir, dsb juga berjalin erat dengan Ushul Fiqh, sebab seluruhnya berperan dalam usaha memahami sumber-sumber hukum Islam, sehingga setiap kesimpulan yang didapat oleh salah satu ilmu akan berpengaruh kepada ilmu lainnya. Misalnya, jika sebuah hadits sudah dinyatakan tidak shahih menurut standar ilmiah dalam Ilmu Hadits, maka ia tidak bisa dipakai lagi dalam Fiqh, Ushul Fiqh, Teologi, Tafsir, dsb.
Menurut Imam ‘Ala’uddin al-Hanafi, “Ilmu Ushul Fiqh adalah cabang dari Ilmu Ushuluddin, sehingga sudah barang tentu setiap karya yang ditulis tentang disiplin ilmu ini sangat mencerminkan keyakinan (i’tiqad) dari penulisnya.....”
Hukum mempelajarinya. Bagi seseorang yang berkehendak untuk menjadi ulama’, hakim maupun Mufti, maka ilmu ini adalah perangkat wajib yang harus dikuasainya. Tanpa itu, dia akan kesulitan dan bahkan bisa salah dalam merumuskan fatwa. Selain tujuan ini, maka sifatnya fardhu kifayah.
Masalah yang dikaji. Ilmu ini membahas berbagai kaidah umum yang dipergunakan untuk menarik kesimpulan dari dalil-dalil syar’i yang terperinci, misalnya: “semua perintah pada dasarnya adalah bermakna wajib (dilaksanakan)”. Di bawah kaidah umum inilah seluruh perintah yang ada dalam Al-Qur’an dan Sunnah dianalisis dan ditentukan kesimpulan hukumnya. Jika kaidah umum ini tidak mungkin dikenakan kepada suatu teks dalil, maka akan ada perkecualian yang dirumuskan melalui kaidah dan parameter khusus lainnya.
Literatur penting. Diantara karya klasik di bidang ini adalah al-Asrar karya al-Jashshash dan Tartibu al-Adillah karya Imam Zaid ad-Dabbusi (w. 402 H). Selain itu, ada Jam’u al-Jawami’ karya Tajuddin as-Subki, al-Ushul karya al-Bazdawi, al-Ushul karya as-Sarkhasi, Ihkamu al-Ahkam karya al-Amidi, al-Manar karya an-Nasafi, Irsyadu al-Fuhul karya asy-Syaukani, al-Mahshul karya Fakhruddin ar-Razi, at-Tanqih karya at-Taftazani, Minhaju al-Wushul karya al-Baydhawi, al-Burhan dan al-Waraqaat karya al-Juwaini, al-Muwafaqaat karya asy-Syathibi, al-Mustashfa dan al-Mankhul karya al-Ghazali, al-Luma’ karya Abu Ishaq asy-Syirazi, al-Qawa’id ash-Shughra karya al-‘Izz bin ‘Abdissalam, dan lain-lain. [*]

[ 11 ]
ILMU KHATH
Definisi. Pengetahuan tentang tatacara menggambarkan kata-kata dengan menggunakan huruf-huruf hija’iyah.
Ruang lingkup. Dalam kaitannya dengan bahasa Arab, maka yang dipelajari adalah metode penulisan huruf-huruf Arab sesuai kaidah yang benar, termasuk cara membacanya. Ilmu ini tidak bersifat teoritik, namun merupakan ketrampilan praktis dan dasar.
Manfaat. Tujuan maupun manfaat mempelajari ilmu ini sudah sangat jelas, sebab dengannya seseorang dapat menuliskan kata-kata berbahasa Arab dengan benar sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman maupun kerancuan.
Keutamaan. Allah bahkan menyandarkan pengajaran menulis ini kepada diri-Nya sendiri, dalam firman-Nya, “(Dia) yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam (pena)” [QS al-‘Alaq: 4], maksudnya: Allah mengajar manusia dengan perantaraan tulis baca. Ini saja sebenarnya sudah cukup menjadi keutamaan.
Ibnu ‘Abbas radhiya-llahu ‘anhuma menyatakan, “Tulisan adalah lidah bagi tangan.” Dikatakan, “Tidak ada satu perkara pun kecuali tulisan mampu mewakili, mengelola dan mengungkapkannya. Dengan tulisanlah keistimewaan spesies manusia tampil, dari sekedar potensi menjadi aksi, yang menjadikannya bernilai lebih dibanding binatang.” Dikatakan pula, “Tulisan lebih utama dibanding perkataan (lisan), sebab perkataan hanya memberi pemahaman kepada mereka yang hadir, sementara tulisan mampu memberi pemahaman kepada siapa saja baik yang hadir maupun tidak.”
Hubungan dengan ilmu lain. Ilmu Khath punya kaitan yang erat dengan kaligrafi dan Ilmu Rasm Mushhaf. Sebagaimana disinggung dimuka, Khath sebenarnya lebih bersifat praktis dimana seseorang dapat membaca dan menulis secara benar, tidak lebih. Kaligrafi merupakan aspek seni dari ketrampilan menulis ini, sedangkan Ilmu Rasm Mushhaf mengkaji metode penulisan mushhaf Al-Qur’an yang khusus dan tidak selalu sama dengan metode pencatatan naskah lain pada umumnya. Karena unsur seninya maka nyaris tidak ada dua khath milik penulis berbeda yang bisa sama persis, demikian pula dalam hal keindahan dan kreatifitasnya.
Ilmu ini juga terkait dengan ‘ilm imla’ al-khath al-‘arabi, yakni dikte atau ketrampilan menyalin kata-kata yang diucapkan kepada bentuk tertulis secara benar. Ilmu Imla’ sendiri pada dasarnya adalah cabang dari Ilmu Khath. Di zaman klasik, para pelajar terbiasa menyalin (transkrip) kata-kata gurunya dan meriwayatkannya kembali. Para sahabat sendiri menerima Al-Qur’an dari Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam secara lisan, lalu menghafalnya. Sebagian mereka ada yang menyalinnya ke dalam berbagai media yang tersedia waktu itu, seperti lembaran kulit, pelepah kurma, tulang pipih, bahkan lempengan batu. Pengumpulan teks Al-Qur’an dalam bentuk satu mushhaf utuh baru dilakukan di zaman Abu Bakar, yang kemudian disebarluaskan dalam satu standar resmi di zaman ‘Utsman. Hadits-hadits Nabi juga diriwayatkan oleh para sahabat secara lisan, dan baru belakangan benar-benar dipelihara dalam dokumen tertulis. Imla’ juga digunakan dalam proses penggandaan naskah secara manual sebelum ditemukannya mesin cetak maupun fotokopi.
Sejarah dan tokoh. Konon, manusia pertama yang menulis adalah Adam ‘alaihis salam, yang menggoreskannya pada tanah liat (basah) lalu membakarnya supaya awet. Ada yang berpendapat, penulis pertama bukan beliau, tetapi Idris ‘alaihis salam.
Menurut Ibnu ‘Abbas radhiya-llahu ‘anhuma, orang Arab yang pertamakali memperkenalkan tulis-menulis adalah tiga orang dari suku Bulan, salah satu cabang kabilah Thayy. Mereka menunjungi kota Anbar – dekat Balkh, sekarang berada di Iran – dan belajar menulis kepada penduduknya. Orang pertama bernama Maraz, yang memperkenalkan bentuk-bentuk huruf. Kedua bernama Aslam, yang memperkenalkan cara merangkai dan memisahkan huruf. Dan ketiga bernama ‘Amir, yang memperkenalkan tanda-tanda titik pada huruf. Setelah itu tulisan Arab menyebar ke berbagai suku.
Ada yang mengatakan bahwa perintis pertamanya adalah 6 orang yang berasal dari Thalsam, mereka bernama Abjad, Hawaz, Hattiy, Kaliman, Sa’fash, dan Qarsyat. Mereka menciptakan seni baca-tulis dengan sandi huruf yang terdapat pada nama-nama mereka, sedang huruf yang tidak ada disusulkan kemudian. Jika diurai, maka nama-nama mereka berisi 22 huruf hija’iyah: a-ba-ja-da, ha-wa-za, ha-tha-ya, ka-la-ma-na, sa-fa-‘a-sha, dan qa-ra-sya-ta. Enam huruf tidak terdapat disini yang disusulkan belakangan, yaitu: tsa, kha, dza, dha, zha, gha. Konon, mereka berenam ini adalah para raja Madyan.
Menurut Sirah Ibnu Hisyam, orang yang pertama menulis dalam bahasa Arab adalah Himyar bin Saba’, nenek moyang bangsa Yaman. Tetapi, menurut as-Suhaili, orang pertama tersebut adalah Isma’il ‘alaihis salam, leluhur kabilah Quraisy, yang didasarkan pada sebuah riwayat marfu’ dari jalur Ibnu ‘Abdil Barr.
Menurut Abu al-Khair, secara global bentuk tulisan yang paling dikenal di dunia mengacu kepada 12 model dasar, yaitu ‘Arab, Himyar, Yunani, Persia, Suryani (Syiriac), ‘Ibrani (Hebrew), Romawi (Latin), Koptik (Mesir), Barbar (Afrika Utara), Andalusia, India, dan China. Sebagian sudah punah dan hanya tinggal kenangan dalam prasasti maupun manuskrip kuno, sebagian tetap bertahan dan berkembang hingga sekarang.
Menurut Ibnu Ishaq, khath Arab yang muncul pertamakali adalah gaya Makki, kemudian Madani, disusul Bashri dan Kufi. Gaya Makki dan Madani mempunyai ciri khas pada bentuk hurufnya yang sedikit “berbaring”. Diantara penulis mushaf Al-Qur’an yang paling baik pada zaman pertama adalah Khalid bin Abi al-Hayyaj, sekretaris khalifah al-Walid bin ‘Abdul Malik. Saat itu, khath yang dipakai adalah jenis yang sekarang disebut khath Kufi, yang dianggap sebagai induk khath-khath lain setelahnya. Pada zaman khalifah Harun ar-Rasyid, penulis mushaf yang terkenal adalah Khasynam al-Bashri dan al-Mahdi al-Kufi. Pada zaman khalifah al-Mu’tashim, tokoh khath termasyhur adalah Abu Hida, berasal dari Kufah.
Pada permulaan tampilnya Bani Umayyah, penulis terbaik saat itu adalah Qathabah, yang memperkenalkan 4 bentuk khath dimana satu sama lain saling mengadopsi. Metode Qathabah ini kemudian ditambahi oleh adh-Dhahhak bin ‘Ajlan pada awal-awal kekhilafahan Bani ‘Abbas. Setelah itu lahir Ishaq bin Hammad pada zaman pemerintahan khalifah al-Manshur dan al-Mahdi, yang mempunyai banyak murid sehingga metodenya berkembang menjadi 12 macam gaya yang sangat variatif. Bentuknya terus-menerus bertambah dan bercabang, sampai akhirnya tampil al-Ahwal al-Muharrir yang menguraikan bentuk-bentuk rasm huruf berikut aturan-aturan dasarnya, sehingga kategorinya menjadi lebih jelas. Di belakangnya tampil al-Fadhl bin Sahl, dan kemudian Abu al-Hasan Ishaq bin Ibrahim (guru khusus khalifah al-Muqtadir dan anak-anaknya).
Diantara para menteri yang dikenal sebagai ahli kaligrafi handal adalah Abu ‘Ali Muhammad bin Muqlah (w. 328 H), pencetus khath badi’, yang kemudian disempurnakan oleh ‘Ali bin Hilal (w. 413 H) atau lebih dikenal sebagai Ibnu al-Bawwab, murid dari Muhammad bin Asad al-Katib. Di kalangan ahli kaligrafi klasik, tidak ada penulis yang mampu menandingi kehebatan Ibnu al-Bawwab ini, bahkan tidak juga yang mendekatinya. Lalu, muncul Abu ad-Durr Yaqut bin ‘Abdillah ar-Rumi al-Hamawi (w. 626 H), dan disusul Abu al-Majd Yaqut bin ‘Abdillah ar-Rumi al-Musta’shimi (w. 698 H). Nama terakhir ini diakui sebagai ahli yang sukar disamai kecemerlangannya.
Dalam periode yang lebih akhir, muncul 6 gaya yang sampai kini paling populer, yaitu: tsuluts, naskh, ta’liq, rayhan, muhaqqaq, dan riqa’. Tokoh-tokoh yang dikenal mahir dalam khath ini adalah Ibnu Muqlah, Ibnu al-Bawwab, Yaqut, ‘Abdullah Arghun, ‘Abdullah ash-Shayrafi, Mubaraksyah as-Suyufi, Mubaraksyah al-Quthb, Yahya ash-Shufi, Syaikh Ahmad as-Suhrawardi, dan Asadullah Al-Kirmani. Di wilayah Romawi (yakni Turki ‘Utsmani), yang terkenal sebagai kaligrafer terbaik adalah Hamdullah bin Syaikh al-Amasi dan putranya Dudah Celebi, Jalal, Jamal, Ahmad Qurrah al-Hishari beserta dua muridnya: Hasan dan ‘Abdullah al-Qarimi.
Setelah itu muncul jenis khath ta’liq, diwani dan dusyti. Diantara pakar khath ta’liq adalah Sulthan ‘Ali al-Masyhadi, Mir ‘Ali dan Mir ‘Imad.
Sumber bahan kajian. Ilmu ini – jika dimaksudkan untuk keindahan dan seni – maka ia adalah ilmu terapan atau teknik yang mengandung aspek seni dan estetika. Disini, yang penting adalah pengalaman serta latihan, selain pemahaman terhadap dasar-dasar kaidah penulisan dan – tentu saja – kreatifitas serta bakat. Namun, dalam bentuk dasarnya, cukuplah seseorang menguasai kaidah-kaidah dasar penulisan dan dengannya mampu menyalin kata-kata berbahasa Arab secara tepat. [*]

[ 12 ]
ILMU NAHWU
Definisi. Dua definisi berikut saling menjelaskan:
• Menurut al-Qannuji, “Ilmu yang mengkaji tentang keadaan pola-pola kalimat yang disusun secara sengaja menurut macamnya masing-masing, dimana setiap pola mempunyai satu makna tersendiri tergantung kepada maksud pembentukannya tersebut.”
• Menurut penulis Syarh al-Lubb, “Ilmu yang dengannya bisa diketahui tatacara penyusunan kalimat dalam bahasa Arab yang benar maupun salah, juga tatacara yang berkenaan dengan berbagai kosakata ketika berada dalam suatu pola kalimat.”
Ruang lingkup. Berikut diuraikan obyek yang dikaji dalam ilmu ini, menurut berbagai pendapat, yaitu:
• Murakkabat (pola-pola kalimat atau susunan kata-kata), mufradaat (kata-kata secara mandiri) ketika berada dalam suatu pola kalimat, dan adawaat (berbagai perangkat kalimat) yang berfungsi untuk merangkaikan kata-kata; atau
• Lafazh yang dibuat secara sengaja, baik dalam kondisi tersusun maupun sendirian. Maksudnya, ilmu ini mengkaji kosakata yang secara sengaja diletakkan dalam suatu pola tertentu ditinjau dari kondisinya ketika berada dalam susunan tersebut, serta bagaimana ia dapat mengungkapkan makna aslinya.
• Al-kalimah (kata) dan al-kalam (susunan kalimat).
• Pola kalimat yang dibuat dengan isnad (sandaran) asli.
Manfaat. Tujuan ilmu ini adalah menghindari kesalahan dalam menerapkan pola-pola kalimat berbahasa Arab ketika ingin mengungkapkan suatu makna yang dikehendaki. Manfaatnya adalah memperoleh suatu malakah (ketrampilan) untuk menyampaikan pola-pola kalimat yang ditujukan untuk mengungkap makna tertentu, juga untuk memahami makna yang dikehendaki dari suatu pola kalimat secara tepat.
Keutamaan. Sebagai bagian dari ilmu alat, nahwu adalah perangkat untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah yang keduanya berbahasa Arab. Jika seseorang ingin memahami Al-Qur’an dan Sunnah dengan benar, maka nahwu adalah salah satu alat yang harus dimilikinya.
Menurut Haji Khalifah, penulis Kasyfu azh-Zhunun, ilmu ini adalah bagian dari ‘ulum lisanu al-‘arab yang mencakup al-lughah, nahwu, bayan dan adab (sastra). Keempat ilmu ini merupakan piranti vital bagi pengkaji ilmu-ilmu syari’ah, sebab sumber-sumber pengambilan hukumnya berbahasa Arab. Perbedaan dalam memahami dalil dan kekuatan argumen seseorang juga tergantung seberapa baik ia menguasai ilmu-ilmu diatas. Secara sekilas, dapat dikemukakan bahwa yang terpenting adalah nahwu, sebab dengan menguasai ilmu ini maka dasar tujuan yang melatari pemakaian suatu dalil menjadi gamblang. Tanpa nahwu seorang pengkaji ilmu syari’ah akan terpaku tidak mengerti harus berbuat apa terhadap deretan dalil-dalil yang ada di hadapannya. Bahkan, ia sangat berpeluang untuk salah ketika tidak menguasai nahwu dengan baik. Maka, sudah seharusnya ilmu ini didahulukan dibanding tiga yang lainnya.
Hubungan dengan ilmu lain. Semula, salah satu bagian nahwu adalah tashrif atau sharf, sebelum akhirnya berkembang menjadi disiplin ilmu tersendiri, walau tetap tidak terpisahkan dari induknya. Oleh karenanya, berbagai karya di bidang nahwu seringkali masih menyertakan bab tashrif di belakangnya, dan para ahli nahwu adalah sekaligus ahli tashrif.
Sejarah dan tokoh. Awalnya, kefasihan berbahasa Arab adalah ketrampilan yang diwariskan turun-temurun, tanpa kaidah yang ditetapkan secara ilmiah dan terinci. Setelah Rasulullah shalla-llahu ‘alaihi wasallam wafat dan bangsa Arab bertebaran ke berbagai penjuru, mereka pun bercampur dengan berbagai bangsa lainnya. Pada generasi berikutnya, kefasihan itu meluntur dan bahkan nyaris hilang. Para ulama’ pun merasa khawatir jika bahasa Arab rusak dan ditinggalkan, yang berakibat terkuncinya pintu untuk memahami Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karenanya mereka merumuskan berbagai kaidah yang diambil dari tradisi percakapan sehari-hari, seperti fa’il itu harus dibaca rafa’ dan maf’ul harus dibaca nashab. Mereka juga melihat bahwa perubahan maksud suatu kata tergantung perubahan harakat-nya. Mereka menyebut perubahan-perubahan tersebut sebagai i’rab, sementara faktor-faktor yang mendorongnya disebut ‘amil. Kaidah-kaidah tersebut kemudian semakin berkembang dan berbagai karya ditulis untuk mengumpulkannya, sehingga tumbuh menjadi disiplin ilmu tersendiri.
Tokoh pertama yang menulis di bidang ini adalah Abu al-Aswad Zhalim bin ‘Amr bin Sufyan ad-Du’ali al-Bashri (w. 69 H) dari Bani Kinanah. Konon hal itu diperintahkan oleh Imam ‘Ali bin Abi Thalib radhiya-llahu ‘anhu. Setelah itu tampil berturut-turut Maimun al-Aqran, ‘Anbasah bin Ma’dan al-Mahri, ‘Abdullah bin Abi Ishaq al-Hadhrami dan Abu ‘Amr bin al-‘Ala’, dimana masing-masing menambahkan ke dalam ilmu ini aspek-aspek yang belum disentuh pendahulunya. Demikianlah ilmu ini terus tumbuh sampai tampilnya Abu ‘Abdirrahman al-Khalil bin Ahmad al-Azdi al-Farahidi al-Bashri (wafat sesudah tahun 160-an hijriyah), di zaman kekhilafahan Harun ar-Rasyid. Pada masa ini kefasihan asli bangsa Arab sudah nyaris punah sehingga nahwu menjadi kebutuhan mutlak. Setelah tahap seleksi dan penyempurnaan oleh al-Farahidi, tampillah muridnya yang paling cemerlang dalam bidang ini, yakni Abu Bisyr ‘Amr bin ‘Utsman bin Qunbur al-Bashri, atau lebih dikenal sebagai Sibawaih (w. 180 H atau 188 H). Karyanya merupakan induk seluruh kitab nahwu yang ditulis setelahnya, sehingga al-Mazini – salah seorang muridnya – berkata, “Siapa pun yang ingin menulis sebuah kitab besar di bidang nahwu setelah (adanya) kitab Sibawaih, maka hendaklah ia merasa malu.” Dan, setiap kali ada orang yang ingin membaca kitab tersebut di hadapan al-Mubarrad (Abu al-‘Abbas Muhammad bin Yazid al-Azdi al-Bashri) – ulama’ nahwu di Baghdad setelah Sibawaih – beliau selalu berkata, “Saya rela menyeberangi lautan karena menghormati beliau (Sibawaih), dan karena mengakui kehebatan isi kitab ini.”
Di belakang mereka ada Abu ‘Ali al-Farisi (w. 377 H) dan Abu al-Ishaq az-Zajjaj (w. 311 H) yang menulis karya-karya ringkas sebagai pegangan bagi para pelajar. Metodenya masih menganut metode Sibawaih. Setelahnya bermunculan karya-karya dengan berbagai ukuran, aliran dan metode pengajaran. Jumlahnya nyaris tak terhitung. Aliran-aliran klasik, modern, Kufah, Bashrah, Baghdad, maupun Andalusia berbeda satu sama lain. Diantara ulama’ nahwu yang paling menonjol pada masa lebih akhir adalah Abu ‘Abdillah Muhammad bin ‘Abdillah bin Malik ath-Tha’iy (w. 672 H), penyusun Alfiyah Ibnu Malik yang termasyhur; lalu Abu Muhammad ‘Abdullah bin Yusuf bin Ahmad al-Anshari (w. 761 H di Mesir), atau lebih dikenal sebagai Jamaluddin Ibnu Hisyam an-Nahwi, penulis kitab Mughni al-Labib.
Nama. Selain nahwu, disebut juga Ilmu I’rab. Konon, sebab penamaan dengan nahwu adalah agar dalam berbicara orang memperhatikan atau mengarahkan pandangannya kepada tradisi bangsa Arab, baik dalam i’rab maupun bina’-nya. Sebab, arti kata nahwu adalah “menuju”. Dalam riwayat lain disebutkan bahwa nama itu berasal dari kata-kata Imam ‘Ali radhiya-llahu ‘anhu, dimana setelah mendiktekan pokok-pokok kaidah bahasa Arab kepada Abu al-Aswad ad-Du’ali, beliau kemudian menyuruhnya membuat nahwu (contoh, misal, padanan) untuk masing-masing kaidah tersebut.
Sumber bahan kajian. Studi dalam disiplin ilmu ini berpangkal kepada berbagai premis (muqaddimah) yang diperoleh dari penelusuran yang cermat terhadap berbagai pola kalimat yang dipergunakan oleh bangsa Arab dalam berbagai kesempatan.
Hukum mempelajarinya. Mengkaji ilmu nahwu adalah fardhu kifayah, sebab diantara fungsinya adalah meraih kemampuan menarik dalil dari suatu nash Al-Qur’an dan Sunnah untuk masalah-masalah yang ada, dan menarik dalil adalah tugas para ulama’.
Masalah yang dikaji. Ilmu Nahwu membahas berbagai definisi atau batasan yang dijadikan dasar untuk mengupas masalah-masalah di dalamnya, seperti definisi tentang mubtada’ dan khabar, atau premis-premis yang mendasari penentuan suatu bentuk kaidah. Premis tersebut, misalnya mengapa fa’il (subyek, pelaku) harus dibaca rafa’? Argumen yang diberikan: sebab fa’il adalah pilar kalimat yang paling kuat dan dominan, sementara rafa’ sendiri merupakan harakat yang paling kuat.
Dari sinilah dibangun hukum-hukum yang ditetapkan terhadap masing-masing obyek kajiannya, misalnya “setiap kata itu bisa mu’rab (berubah-ubah akhirnya) dan bisa pula mabni (selalu tetap akhirnya)”; atau bagian dari obyek tersebut, misalnya “akhir kata adalah tempat bagi i’rab (perubahan keadaan akibat adanya faktor tertentu)”; atau bersifat partikular (juz’iyyah), seperti “suatu isim (kata benda) itu tidak bisa menerima tanwin dikarenakan dua sebab”; atau berisi paparan obyek kajiannya, seperti “khabar itu bisa berupa satu kata atau satu susunan kalimat”; atau kekhususan obyek kajiannya, seperti “idhafah (susunan kalimat majemuk) itu akan mendesak keberadaan tanwin, walau dengan perantara”; atau pendahuluan yang menjadi penyebab timbulnya hukum lain, misalnya “suatu perintah itu menjadi wajib jika ada fa’ di dalam kalimatnya”; perintah adalah bagian dari kalimat insya’, dan insya’ sendiri merupakan bagian dari kalam; dan lain sebagainya.
Literatur penting. Diantara rujukan penting di bidang ini adalah al-Jumal fi an-Nahwi karya al-Khalil bin Ahmad, al-Kitaab karya Sibawaih, al-Luma’ fi al-‘Arabiyyah karya Ibnu Jinniy, al-Kafiyah karya Ibnu al-Hajib yang sangat populer, Lubb al-I’rab karya Taajuddin al-Isfara’ini, al-Mishbah karya al-Mathrizi, al-‘Umdah dan Alfiyah karya Ibnu Malik, Alfiyah karya Jalaluddin as-Suyuthi, Asraru al-‘Arabiyyah karya Abu al-Barakat al-Anbari, dan Muushilu ath-Thullab ila Qawa’idi al-I’rab karya Khalid bin ‘Abdillah al-Azhari. Masih banyak lagi kitab lainnya yang jumlahnya tak terhitung. [*]

[ 13 ]
ILMU TASHRIF
Definisi. Mengubah satu bentuk dasar kepada bentuk-bentuk yang beraneka ragam untuk mendapatkan makna-makna yang diinginkan, dimana makna-makna tersebut tidak mungkin didapat kecuali dengan melakukan perubahan tersebut.
Antara ilmu tashrif dengan sharf adalah identik, namun sebagian ulama’ membedakannya. Secara bahasa, kata tashrif sendiri berarti perubahan (taghyir).
Menurut Ibnu al-Hajib, “Tashrif adalah pengetahuan mengenai (kaidah-kaidah) dasar yang dengannya bisa diketahui keadaan bangunan atau bentuk kata yang tidak termasuk dalam bahasan i’rab maupun bina’.” Sebab, kajian mengenai i’rab dan bina’ adalah wilayah nahwu.
Yang dimaksud bangunan atau bentuk kata (bina’ al-kalimah) adalah shighat-nya; tepatnya wazan yang membentuknya yaitu keadaan-keadaan khusus yang memungkinkan bagi kata-kata lain untuk dikategorikan bersamanya, yakni dilihat dari jumlah huruf yang menyusunnya, serta harakat dan sukun yang ada padanya, dengan tetap memperhatikan dimana posisi huruf asli maupun huruf tambahan dalam susunan huruf yang membentuk kata tersebut.
Ruang lingkup. Kajian dalam tashrif diarahkan kepada bentuk-bentuk (shighat) tertentu dari aspek-aspek yang dikehendaki. Maka, tashrif hanya membicarakan bina’ al-kalimah saja secara mandiri, tidak ada hubungannya dengan kata-kata yang lain. Dengan ilmu ini bisa diketahui apakah suatu kata itu terdiri dari tiga, empat, lima atau enam huruf; mana huruf aslinya dan mana pula yang tambahan; bagaimana cara membedakan antara huruf asli dengan huruf tambahan tersebut; harakat dan sukun-nya, apakah tsaqilah atau khafifah. Karena bentuk dasar kosakata dalam bahasa Arab adalah kata kerja (fi’il), maka ilmu ini juga mengulas bagaimana bentuk kata kerja tersebut, baik yang menunjukkan masa lalu (al-madhi), sekarang (al-hadhir) maupun akan datang (al-mustaqbal).
Manfaat. Tujuan mengkaji tashrif adalah menghindari kekeliruan dalam aspek-aspek yang disebutkan dalam ruang lingkup kajiannya. Manfaatnya adalah menguasai suatu kecakapan berbahasa dari aspek-aspek yang disebutkan dalam ruang lingkupnya.
Hubungan dengan ilmu lain. Sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian tentang nahwu, pada awalnya tashrif adalah bagian dari nahwu. Jika nahwu lebih banyak membahas keadaan kosakata ketika berada dalam susunan kalimat, yani bagaimana ia dirangkai dalam suatu pola tertentu untuk mengungkapkan makna yang diinginkan; maka tashrif memusatkan kajiannya pada keadaan kosakata itu ketika ia berdiri sendiri, tepatnya bagaimana komponen kata tersebut – yaitu huruf – diubah dari suatu bentuk ke bentuk lain untuk memperoleh makna yang diharapkan.
Menurut al-muhaqqiq ‘Abdul Hakim dalam hasyiyah syarh al-jaamy, bahwa tashrif, ma’ani, bayan, badi’ dan nahwu bahkan semua ilmu kesusastraan sama-sama membahas kata (al-kalimah) dan susunan kalimat (al-kalam), hanya saja sudut pandangnya yang berlainan.
Perintis. Ada sebagian sumber yang menyebutkan bahwa peletak dasarnya adalah Mu’adz bin Jabal radhiya-llahu ‘anhu, salah seorang sahabat Nabi yang termasyhur. Ini adalah riwayat yang rancu. Sebab, yang benar bukan beliau, namun Mu’adz bin Muslim al-Harra’ yang wafat di Baghdad pada tahun 87 H. Menurut sumber lain, peletak dasar tashrif adalah Mazin Abu ‘Utsman Bakr al-Mazini al-Bashri (w. 248 H). Nama terakhir inilah yang dikenal paling identik dengan tashrif. Jajaran ulama’ lain yang dikenal sebagai pakar tashrif generasi awal adalah Abu al-Fath ‘Utsman bin Jinny (w. 392 H), Abu ‘Umar ‘Utsman bin ‘Umar (w. 646 H) atau dikenal sebagai Ibnu al-Hajib, Abu al-Hasan ‘Ali bin Mu’min bin al-‘Ushfur (w. 669 H), Muhammad bin ‘Abdullah bin Malik (w. 672 H), dan Fakhruddin Ahmad bin al-Hasan al-Jarabardy (w. 746 H).
Satu hal perlu dicatat bahwa kebanyakan pakar nahwu dapat dikatakan sebagai ulama’ tashrif juga, demikian pula sebaliknya, karena kedua ilmu ini tidak terpisah secara tegas. Itu dapat berarti pula bahwa bibit ilmu ini sudah mulai tumbuh dan berkembang seiring ilmu nahwu.
Sumber bahan kajian. Kaidah maupun bentuk kata dalam tashrif hanya diketahui melalui pengamatan yang cermat terhadap pola-pola penggunaannya dalam percakapan bangsa Arab. Apa yang tidak dikenal dalam kultur mereka tidak diakui sebagai bagian dari bahasa yang fasih.
Masalah yang dikaji. Hukum atau ketetapan yang diberlakukan atas obyek-obyek kajiannya, misalnya “kata itu bisa berbentuk mujarrad (asli tanpa tambahan) maupun mazid (mengandung tambahan)”; atau “permulaan suatu kata itu tidak boleh berupa huruf mati”; atau “kata itu bisa jadi terdiri dari tiga, empat, atau lima huruf”; atau “peng-i’lal-an itu bisa dengan cara mengubah, membuang, atau mematikan huruf”; dan lain sebagainya.
Literatur penting. Ada banyak karya dalam bidang ini yang ditulis secara mandiri, selain yang disertakan dalam kitab-kitab nahwu. Dalam daftarnya kita bisa memasukkan Tashrif Mazini karya Mazin Abu ‘Utsman Bakr al-Mazini, at-Tashrif al-Muluki karya Ibnu Jinny, asy-Syafiyah karya Ibnu al-Hajib, Maraahu al-Arwaah karya Ahmad bin ‘Ali bin Mas’ud, Asasu ash-Sharf karya Muhammad bin Hamzah bin Khalil al-Fanari ar-Rumi, al-Bayan fi Ma’rifati al-Auzan karya Syekh ‘Ali bin Sa’id bin Hamamah ash-Shanhaji, Matn at-Tashrif al-‘Izzi karya ‘Izzuddin az-Zanjani (w. 665 H), al-Maqshud karya al-imam al-a’zham Abu Hanifah, Jami’ ash-Sharf, al-Basith Syarh ath-Tashrif, dan lain-lain. [*]

KHATIMAH
Khazanah ilmiah kaum muslimin sangatlah kaya, bahkan kata “kaya” sebenarnya tidaklah memadai untuk mengungkapkan betapa melimpahnya khazanah tersebut. Perhatikanlah daftar kitab tafsir yang telah ditulis para ulama’ sejak berabad silam, dan tidak akan tersedia cukup usia bagi kita sekedar untuk menelaahnya setiap hari. Bayangkanlah fakta ini: 12 juz Tafsir ath-Thabari, 9 juz Tafsir Abu Su’ud, 4 juz Tafsir Ibnu Katsir, 8 juz Tafsir ad-Durr al-Mantsur karya as-Suyuthi, 20 juz Tafsir al-Qurthubi, 4 juz Tafsir an-Nasafi, 5 juz Tafsir Fath al-Qadir karya asy-Syaukani, 30 juz Tafsir Ruuh al-Ma’ani karya al-Alusi, 9 juz Tafsir Zaad al-Masir karya Ibnu al-Jauzi, dan 4 juz Tafsir ats-Tsa’alibi. Masih banyak lagi karya lain dalam ukuran besar yang ditulis pada zaman lebih akhir, seperti Tafsir al-Manar, al-Maraghi, Fi Zhilali al-Qur’an dan at-Tafsir al-Hadits, juga berbagai kitab tafsir yang hanya terdiri dari satu juz seperti Tafsir al-Jalalain, al-Baghawi, al-Baydhawi, al-Wajiz karya al-Wahidi, dan Taysiru al-Karim ar-Rahman karya Syekh as-Sa’di; atau karya-karya lokal Indonesia seperti Tafsir Al-Manar tulisan Buya HAMKA dan Tafsir Sinar milik Buya Malik.
Ini baru satu disiplin ilmu. Tambahkanlah daftarnya dengan merinci literatur penting dari berbagai disiplin ilmu yang lain, misalnya fiqh. Mari kita mencoba menengoknya barang sedikit. Ada al-Mughni karya Ibnu Qudamah al-Maqdisi yang terdiri dari 12 juz, 4 juz dari al-Mudawwanah al-Kubra, 12 juz dari asy-Syarh al-Kabir, 4 juz dari Mughni al-Muhtaj, 4 juz dari al-Kafi fi Fiqh Imam Ahmad bin Hanbal, 3 juz dari al-Muhadzdzab, 3 juz dari Syarh Muntaha al-Iradaat, 2 juz dari Manaaru as-Sabil, 4 juz dari al-Iqna’, 9 juz dari Nailu al-Authar, 2 juz dari ar-Raudhatu an-Nadiyyah, dan masih banyak lagi. Bagaimana jika kita memutuskan untuk menelaah seluruh disiplin ilmu? Mungkin kita perlu hidup sepanjang dua atau tiga kali umur normal, lalu setiap hari hanya membaca dengan diselingi shalat serta memenuhi kebutuhan dasar secara minimal, barulah sebagian besar literatur tersebut akan terbaca.
Sederhana saja masalahnya, sebab pada suatu masa kita pernah berjaya dan memimpin peradaban umat manusia. Adalah tidak mungkin jika kemegahan yang mampu bertahan ratusan tahun itu berdiri diatas “lahan” kosong, tanpa landasan yang sangat kokoh secara intelektual. Sayangnya, di hari-hari kita dewasa ini, hampir seluruh pencapaian yang mengesankan tersebut banyak disepelekan, dicibir, dan diterlantarkan. Para sarjana kontemporer – kecuali sedikit diantara mereka yang dirahmati Allah – lebih sibuk serta bangga menelaah karya-karya intelektual yang berasal dari tradisi ilmiah Barat, yang secara ideologis, metodologis maupun historis sangat pantas untuk diragukan “niat baiknya”. Mereka silau kepada lilin kecil, melupakan matahari yang gilang-gemilang cahayanya.
Ironis, nasib mereka ibarat anak ayam yang hampir mati kelaparan di lumbung padi. Bukan karena kekurangan pangan, namun karena kebodohannya sendiri. Inilah akibat paling nyata dari sikap tidak menghargai para ulama’ dan keengganan untuk ta’zhim kepada otoritas mereka. Sungguh, “darah” ulama’ itu beracun, sehingga siapa pun yang berani menghalalkannya akan ditimpa “kematian” yang sangat mengenaskan, cepat atau lambat. Tentu saja, bukan kematian fisik, namun kematian jiwa dan hati yang jauh lebih menakutkan.
Maka, sebagai guru dan pelajar, diantara sikap yang paling berharga dalam menghadapi ilmu adalah ketawadhu’an dan adab yang baik. Kesombongan dan akhlaq yang buruk tidak saja merusak watak, namun lebih jauh akan membutakan hati dan menghalangi masuknya cahaya hidayah, yakni puncak ilmu. Jika seluruh proses belajar tidak mampu menarik hidayah Allah, berarti telah ada pelanggaran besar yang membuat Sang Pemilik Hidayah tidak ridha. Berhati-hatilah dan berdoalah, semoga kita terhindar darinya.
Allahumma baa’id bainana wa baina khathaayana kamaa baa’adta baina al-masyriqi wa al-maghribi; allahumma-hdina ila ahsani al-‘ilmi wa ahsani al-a’maal; fa innahu laa yahdi ila ahsaniha illaa anta.
Tiada daya dan kekuatan kecuali atas izin-Nya.
Wallahu a’lam. [*]

MARAAJI’

Abjadu al-‘Ulum, bagian kedua yang diberi judul as-Sahaab al-Markum al-Mumthir bi Anwa’ al-Funun wa Ashnaf al-‘Ulum, Shiddiq bin Hasan bin ‘Ali al-Qannuji, Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, Beirut, 1978. Tahqiq: ‘Abdul Jabbar Zakkar.
Al-Bayan, ‘Abdul Hamid Hakim, Maktabah as-Sa’diyyah Putra, Jakarta, tanpa tahun.
Al-Burhan fi Ushul al-Fiqh, Imam al-Haramain Abu al-Ma’ali ‘Abdul Malik bin ‘Abdullah bin Yusuf al-Juwaini, Penerbit al-Wafa’, al-Manshurah Mesir, cetakan ke-4, 1418 H. Tahqiq: Dr. ‘Abdul ‘Azhim Mahmud ad-Dayb.
Al-Luma’ fi Ushul al-Fiqh, Imam Abu Ishaq Ibrahim bin ‘Ali bin Yusuf asy-Syirazi al-Fayruzabadi asy-Syafi’i (w. 476 H), Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, Indonesia, tanpa tahun.
Cara Cerdas Hafal Al-Qur’an, Dr. Raghib as-Sirjani dan Dr. Abdurrahman Abdul Khaliq, Penerbit Aqwam, Solo, cetakan ke-1, Februari 2007.
Fath al-Mu’in bi Syarh Qurrati al-‘Ain, Syaikh Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz al-Malibari, Maktabah Al-Hidayah, Surabaya, tanpa tahun.
Hilyatu Thalibi al-‘Ilmi, Dr. Abu Zaid Bakr bin ’Abdillah Al-Qudha’i, naskah digital dari http://www.ahlalhdeeth.com, di-download pada awal 2008.
‘Ilm Ushul al-Fiqh, ‘Abdul Wahhab Khallaf, Darul Qalam, Kuwait, cetakan ke-12, 1398 H – 1978 M.
Kasyfu azh-Zhunun, Haji Khalifah, naskah edisi digital dari situs Mauqi’ al-Muhaddits al-Majjani.
Kitab at-Ta’rifaat, asy-Syarif ‘Ali bin Muhammad al-Jurjani, Al-Haramain, Singapura-Jeddah, tanpa tahun.
Matn at-Tashrif al-‘Izzi, ‘Izzuddin Abu al-Fadha’il Ibrahim bin al-Wahhab bin ‘Imaduddin az-Zanjani (w. 665 H), dicetak bersama Matn al-Bina’ wa al-Asas, Imam Mala ‘Abdillah ad-Danqiri, Penerbit Salim bin Sa’ad bin Nabhan wa Akhuuhu Ahmad, Surabaya, tanpa tahun.
Minhatu al-Mughits fi ‘Ilm Mushthalahi al-Hadits, Hafizh Hasan al-Mas’udi, Maktabah Thoha Putera, Semarang, tanpa tahun.
Mu’jamu al-Buldan, Abu ‘Abdillah Yaqut bin ‘Abdillah al-Hamawi, Darul Fikr, Beirut, tanpa tahun.
Mukhtashar Sirati ar-Rasul, Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab bin Sulaiman, Wuzarat asy-Syu’un al-Islamiyah wa al-Auqaf wa ad-Da’wah wa al-Irsyad, Riyadh, 1408 H.
Syarh Mukhtashar Jiddan ‘ala Matn al-Ajrumiyyah, as-Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiyyah, Indonesia, tanpa tahun.
Taqwimu Ta'allumi Hifzhi al-Qur'an al-Karim wa Ta'limihi fi Halaqaati Jam'iyyati Tahfizhi al-Qur'an al-Karim, Dr. Ibrahim bin Sulaiman Al Huwaimil, risalah ringkas, naskah digital.
Berbagai kitab biografi ulama’ dan perawi hadits.
[*]

Selengkapnya »»